mengembangkandiri.com pexels-miguel-á-padriñán-194094

INTENSITAS DAN KASIH SAYANG DALAM KEPEMIMPINAN

Pertanyaan: Jika seorang pemimpin memiliki sifat yang lembut dan fleksibel, terlihat bahwa orang-orang akan mudah berpadu dengannya, namun mereka bisa saja menyikapinya tanpa ada rasa kerja keras yang disiplin; sedangkan jika memiliki sifat yang keras mereka akan bekerja dengan serius tetapi kali ini mereka tidak dapat mencurahkan rasa kasih mereka terhadap atasan, merubahnya kedalam kondisi ruh yang kaku dan mudah tersinggung. Sikap yang bagaimana dalam situasi ini yang seharusnya dilakukan oleh seorang pemimpin yang ideal?

Jawab: Kepemimpinan, merupakan sebuah tugas dan tanggung jawab yang pertama kali dimulai oleh ayah dan ibu, yang kemudian berlanjut sesuai usia dalam keluarga, yang nantinya akan kita jumpai dalam hampir setiap tahapan kehidupan. Untuk itu, sama halnya kepala sekolah yang ada di sekolah, guru yang ada di kelas, komandan yang ada di barak, direktur yang memberikan pekerjaan di pabrik; seseorang yang memiliki tanggung jawab yang berkaitan dengan individu juga merupakan pemimpin. Namun kepemimpinan, apalagi sebuah kepemimpinan yang adil bukanlah pekerjaan yang mudah seperti yang dibayangkan; merupakan hal yang benar-benar sulit dan secara hakikat jumlah orang yang berhasil dalam kepemimpinan sangatlah sedikit.

‘GILA’ ATAU SOSOK JAWARA DALAM PEKERJAAN?

Untuk sebuah kepemimpinan yang ideal, memiliki etika kerja yang tangguh dan bergerak dengan disiplin sangatlah penting. Namun sifat ini tidak cukup untuk sebuah kepemimpinan yang sempurna di level yang diinginkan. Misalkan ada beberapa orang yang bertugas sebagai pemimpin yang telah mendedikasikan dirinya dalam pekerjaan dan menunaikan tugasnya dengan kedisiplinan tinggi. Ia menjalankan tugas selama dua puluh jam, bahkan begitu pergi ke rumah, ia pun masih melakukan hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaannya.

Namun sayang, manusia-mansuia semacam ini justru dianggap sebagai orang yang gila kerja oleh lingkungannya. Ia merasa terganggu dan terasingkan dengan kondisi ini. Padahal seseorang yang bekerja keras untuk sebuah keidealan yang agung, berambisi dan gemar terhadap pekerjaan yang ia lakukan, bahkan menjadikannya tergila-gila akan pekerjaan tersebut bukan merupakan hal yang seharusnya dikucilkan begitu dianggap sebagai sifat yang negatif. Ya, yang bekerja keras siang-malam untuk menunaikan tugas yang ia ambil dalam bentuk yang paling sempurna, layaknya meniadakan dirinya dalam pekerjaan itu, orang-orang yang menghabiskan waktunya supaya tidak terwujud kerusakan di lingkup tanggung jawab yang ia jalani dan agar tidak merasakan kegagalan bukanlah seorang yang gila kerja, mungkin harus dilihat sebagai jawara pekerjaan, -dengan kata lain- individu yang menjadi contoh dalam pekerjaannya.

Apalagi disaat keengganan dan kemalasan dalam menjalankan tugas menjadi trand topic pada masa ini, andai semua orang bisa menjalankan pekerjaan yang ia lakukan sambil memiliki etika kerja yang begitu luhur dengan kesensitifan yang penuh dan keseriusan yang tinggi, tanpa harus mengurangi hak orang tua, anak-cucu, dan semua orang yang berada pada tanggung jawabnya. Manusia semacam itu tidak bisa dikategorikan sebagai “gila kerja,” sebaliknya itu adalah sebuah ahlak agung yang dikhususkan kepada orang-orang yang luhur dan sifat mulia yang perlu diapresiasi.

Orang-orang yang memiliki ahlak mulia ini mereka begitu menghayati pekerjaannya itu, sehingga ia pun tak henti berpikir bahkan ketika ia wudhu atau melakukan istibra. Meski pun pertimbangan sejenis itu, dalam lingkup kebutuhan tersebut terlihat tidak sesuai, namun mereka memikirkan rencana dan projek yang berhubungan dengan pekerjaan itu guna tidak berdiam diri disana. Jika seseorang menyatu begitu tergetarkan jiwanya dengan pekerjaan -apalagi jika pekerjaan tersebut berkaitan dengan sebuah keidealan agung dan luhur- yang ia pikul, orang itu akan menjalankan kehidupannya sibuk dengan mencari solusi permasalahan yang berhubungan dengan pekerjaan tersebut. Kalian dapat melihat seseorang yang seperti ini yang dimuliakan dengan etika kerja begitu membuang bagian “gila”nya, dengan pertimbangan sebagai pahlawan yang telah menyatu dengan tugasnya dan kalian dapat mengungkapkan kondisi ini dengan perkataan “Sungguh merupakan sebuah karakter yang mulia, sebuah sikap yang luhur!.”

METODE PERSUASI DAN KESAMAAN DERITA

Namun pemimpin yang sebenarnya bukanlah seseorang yang berjalan sendiri. Ia, adalah seseorang yang menempuh jarak  dengan orang-orang menurut kekuatan dan kesanggupan, kemampuan dan kapasitas mereka yang ada bersamanya, yang mengantarkan serta mengarahkan orang-orang yang ada dibelakangnya kedalam tujuan yang agung dan luhur, yang menggandeng saat membawa mereka dalam sebuah keistiqamahan tujuan. Ini pun akan terwujud dengan penyampaian seorang pemimpin kepada pemikiran orang-orang yang berada bersamanya, masuk kedalam hatinya, menjelaskan deritanya dan pada akhirnya membuatnya menerima saat membujuk mereka kedalam pekerjaan yang mereka lakukan dan pentingnya pekerjaan tersebut.

Ya, pemimpin yang nyata menggetarkan jiwa yang ada dalam hatinya, dan menebarkannya kepada ruh orang-orang yang berada bersamanya, menanamkan kedalam pemikiran mereka dan menjadikan asas yang ia getarkan sebagai derita alam. Misalkan sambil berkata, “Allahﷻ telah memberikan kesempatan dan anugerah sebanyak ini kepada kita. Melimpahkan atmosfer pekerjaan yang indah seperti ini. Oleh karena itu yang layak kita lakukan ialah menggunakan kesempatan dan anugerah ini dengan sesuai tanpa harus menguranginya sedikit pun.

Jika saja kita tidak menggunakan kesempatan ini dan menyia-nyiakannya, apakah Allahﷻ tidak akan menanyakan satu per satu hisab ini semua kepada kita?

Bagaimana kita bisa bangkit dibawah tanggungan ini, bagaimana kita akan memberikan hisabnya?

Harus membangkitkan kesadaran lawan bicara dalam hal pekerjaan yang mereka lakukan, membuat mereka menerimanya begitu membujuknya. Dan juga, pesan yang ingin disampaikan hanya dengan menyampaikan satu kali seperti itu, bisa jadi tidak akan terpantul dalam hati mereka. Oleh sebab itu layaknya melakukan rehabilitasi, permasalahan harus diungkapkan berulang kali dengan metode yang sesuai.

Di sisi lain seseorang yang bertugas sebagai pemimpin, jika permasalahan ini dengan pengutaraannya sendiri mampu menjadikan sebab reaksi, ketika saat itu yang harus dilakukan adalah menemukan seseorang yang tidak akan memberikan reaksi kepada orang-orang itu, kemudian membiarkan orang tersebut menyampaikan perihal yang penting ini. Jika perlu dalam perihal ini berusaha mengadakan satu kali atau beberapa seminar, mengorganisir konferensi dan menjelaskan pentingnya permasalahan ini. Jika seorang pemimpin terus memegang satu sisi penekanan pada dirinya namun yang ada disampingnya selalu bersandar dibelakangnya, guna menjalankan pekerjaan dalam bingkai yang sesuai ia seharusnya memundakkan beban kepada orang yang ada bersamanya dan membawanya saat menariknya, ini pun setelah beberapa waktu berarti menjadikan pekerjaan tersebut tak dapat lagi dikerjakan. Oleh karena itu pemimpin, harus mengajak orang yang ada dibelakangnya untuk berlari, menanamkan kepada mereka perasaan dan pemikiran untuk menjadi pelari dalam sebuah maraton dan untuk itu harus menyediakan keberlangsungan sebuah pekerjaan dalam jangka waktu yang panjang dengan usaha dan kerja keras yang sama.

Seorang pemimpin untuk dapat mewujudkannya, jangan sampai memandang kecil dan rendah pendapat dan pemikiran orang lain serta harus mengapresiasi begitu menerima dengan bijak apa yang mereka lakukan, menghembuskan kerja keras dan gairah mereka. Misalkan, meskipun pekerjaan yang dilakukan tidak sesuai dengan yang diharapkan, dengan mengatakan; “Teman-teman! Saya berterima kasih atas kerja keras dan semangat yang telah kalian upayakan dalam perihal ini. Sebenarnya yang seharusnya dilakukan adalah hal lain tetapi apa yang kalian lakukan pun tidak mungkin untuk tidak diapresiasi,” harus mengetahui untuk meletakkan sebuah sikap yang struktural dan positif bahkan dihadapan banyak kekurangan. Dengan ini tidak mendorong adanya rasa tidak hormat dan reaksi orang-orang akan dirinya serta tidak sampai menjatuhkan wibawanya sendiri dihadapan mereka. Karena ketika seorang pemimpin selalu menyalahkan orang-orang yang ada bersamanya, akan memacu perasaan bersalah yang ada dalam diri mereka, menjauhkannya dari dirimu dan bahkan dapat mengarahkan mereka menuju jalan yang akan memutuskan hubungannya denganmu.

KASIH SAYANG YANG LEBIH LUAS DARI ORANGTUA

Seorang pemimpin yang hakiki, sifat-sifat yang satu sama lain dapat berkembang secara berkebalikan, yang terlihat kontras, di waktu yang sama adalah pahlawan keseimbangan yang menempatkan dirinya tepat di jalan tengah. Dari segi ini, disamping kesadaran yang luhur, keseriusan yang tinggi dan kedisiplinan yang matang, ia bersikap dengan cinta dan kasih sayang sedapat mungkin kepada orang-orang yang ada disekitarnya. Yakni, di satu sisi menjaga kedewasaan dan keseriusan yang tugas haruskan, tidak berbaur berlebihan dengan orang-orang yang ada bersamanya dalam ukuran yang akan meretakkan kedewasaan dan keseriusan itu, tidak masuk kedalam perbincangan yang sia-sia. Namun di sisi lain layaknya malaikat yang penuh dengan kasih sayang selalu berada disamping mereka dalam segala jenis derita dan permasalahan dan bergetar diatasnya. Misalkan, ketika kamu sadar bahwa mukanya terlihat masam di saat salah satu diantara mereka datang ke kantor, segera mendekatinya dengan sebuah kasih sayang yang lebih dari kasih sayang orang tua; berusaha untuk mempelajari begitu memahami apakah ada masalah dengan istri, anak atau masalah dengan salah seorang atau juga sebuah hutang. Yang mana ia akan menyikapinya dengan penuh perhatian dalam ukuran yang orang tuanya pun sendiri tidak akan mampu menyikapinya seperti itu, membakar hatinya dan mencari jalan solusi alternatif. Dan sikap ini tidak hanya sekali, tetapi mengetahuinya sebagai tugas yang harus dilakukan dalam setiap derita dan permasalahan.

Kita bisa memperbanyak contohnya. Jika kalian seorang guru, kalian bisa mengatur jarak tertentu terhadap siswa kalian, kalian tidak akan bersama dengan mereka dalam permainan dan hiburan yang akan meretakkan sikap kedewasaan dan keseriusan kalian. Karena yang berbagi sikap kelalaian dengan siswa-siswanya dengan jalur permainan, dalam artian yang bersikap kekanak-kanakan seperti mereka, sangatlah sulit untuk menjaga sikap keseriusan, sulit membuat mereka mendengarkan perkataan di kesempatan lain begitu menjaganya. Namun dihadapan derita dan permasalahan mereka layaknya malaikat pelindung segera menunjukan dirinya disamping mereka dan mengepakan sayap kedalam diri mereka. Ketika kalian melihat seorang siswa yang memasamkan mukanya kalian akan mengelus rambutnya dan meluapkan kasih sayang dan kehangatan yang dapat membuka permasalahannya kepada kalian. Yang mana ia akan membuka dengan mudahnya kepada kalian derita dan permasalahan yang bahkan ia tidak sampaikan kepada ayah ibunya, kalian akan dijadikan sebagai teman penjaga rahasia dan memiliki derita yang sama. Dalam setiap unit apapun ia berada, jika seorang pemimpin dapat membawa dua masalah ini dengan seimbang berarti ia telah berhasil dalam kepemimpinan di ukuran tersebut. Jika permasalahan hanya bergantung dengan keseriusan dan kekerasan kalian, akan dianggap oleh para lawan bicara sebagai bentuk kebencian, terbesit komentar aneh berhubungan dengan yang kalian lakukan, menghubungkannya kedalam bait negatif seperti “gila kerja” dan pada akhirnya kalian akan jatuh kedalam posisi seorang pemimpin yang tidak didengar perkataannya sambil merasakan kehilangan kewibawaan. Yang mana meski kalian dalam kondisi berlari mati-matian, apa yang kalian lakukan akan tertindas kedalam pandangan yang negatif begitu tersohor dengan sifat-sifat yang negatif pula.

Selain itu, ketika seseorang melakukan kesalahan saat tidak mampu menjaga keseimbangan ini ia pun seharusnya tidak bersikap keras kepala dalam kesalahannya dan seharusnya mencoba untuk memperbaiki kesalahannya itu. Mari kita katakan bahwa, kalian telah memarahi siswa kalian karena kesalahan yang ia lakukan, ketika kalian sebenarnya mampu untuk memperingatinya dengan bujukan yang logis, kalian telah mematahkan hatinya dengan sikap yang keras. Dihadapan kondisi yang seperti ini, pertama yang harus dilakukan, kalian perlu membuka dompet kalian dengan murah hati begitu menggandengnya dengan segera, menjamunya dan berusaha mengambil hatinya dengan cara memberikan uang jajan dan kalian harus mampu mengatakan “Maafkanlah saya.” Kalian akan mengatakan “Jika kamu tidak memaafkan saya, saya tidak akan meninggalkan kamu!.” Dengan ini, jika kesalahan yang dilakukan segera diperbaiki, hati yang terpatahkan itu pun akan kembali terangkul dan hubungan dengan kalian akan tersegarkan kembali. Ya, salah satu asas yang paling penting tugas kita adalah kasih sayang. Kasih sayang disamping kedisiplinan, kasih sayang disamping etika kerja, kasih sayang disamping hidup secara teratur… kasih sayang, kasih sayang, kasih sayang…

Apakah kalian tidak melihat kedalam kehidupan Nabi Muhammad SAW! Ia selalu mengatakan apa yang ia katakan kepada khalayak umum, ia tidak pernah berbicara menjurus langsung kepada seseorang. Ketika melihat seseorang dikucilkan ia segera bergerak melindunginya. Misalkan, suatu hari seseorang yang baru masuk Islam, meminta bantuan dari Nabi Muhammad SAW begitu datang kehadapan Beliau. Rasulullah memberikan apa yang orang tersebut inginkan. Namun ia, mengungkapkan ketidakpuasannya sambil merasa tidak cukup dengan hal ini. Oleh karena itu beberapa dari para sahabat bergerak untuk memberi hukuman akan ketidakhormatannya ini, mereka berjalan menuju orang itu. Namun Nabi Agung yang dikirimkan sebagai rahmat untuk seluruh alam, menghalangi mereka dan membahagiakan orang tersebut sambil memberikan sesuatu yang lain. Setelah itu Beliau memberikan sebuah contoh begitu kembali kepada para sahabat seperti ini : “Seseorang melepaskan seekor unta dan orang-orang berlari untuk menangkap unta tersebut. Namun unta yang bergairah itu semakin menjadi-jadi dan lari sekuat tenaga. Pemilik unta datang dengan segenggam rumput ditangannya dan berkata : ‘Jangan mencampuri urusanku dengan untaku!.’ Setelah itu mendekati untanya secara perlahan, memasang tali ke lehernya dan membawanya begitu mengambilnya.” Nabi Muhammad SAW, setelah memberikan contoh ini ia kembali ke para sahabat dan bersabda: “Jika kalian tidak membiarkan orang itu kepada saya, kalian pun akan semakin menjauhkannya dan kalian telah melemparkannya kedalam api. Janganlah kalian ikut campur urusan ummatku!.”

Dari segi ini kita bisa mengatakan bahwa jika kita menunjukkan kebencian dan amarah begitu berkata, “kita akan bersikap disiplin, kita akan membawa orang-orang kedalam barisannya begitu bersikap disiplin” kita akan membuat mereka lari dari kita dan menjauh. Daripada itu, tanpa harus menjauhkan sikap keseriusan dari genggaman, kita harus memeluk mereka dengan rasa cinta yang dalam dan kasih sayang yang luas dan mengepakkan sayap untuk mereka. Yang mana, mereka harus melihat kedalam mata kita dan membuat mereka menunggu dari kita apa yang mereka tunggu dari ayah-ibu mereka.

Pada akhirnya, dalam pemahaman ahlak yang kita miliki secara mutlak harus ada sebuah kedisiplinan, secara pasti harus menjaga sikap keseriusan, namun di sisi lain harus memiliki rasa kasih sayang dan rangkulan yang luhur. Ketika kedua ini dibawa dalam ukuran yang seimbang itu berarti telah meletakkan sebuah kepemimpinan yang ideal. Karena sebuah sanjungan akan menghasilkan sanjungan. Ini adalah ahlak Ilahi. Allah SWT bersabda: فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ “Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu.” Dari segi ini jika kita memeluk orang-orang yang ada dibawah tangan kita, membukakan hati kita, merangkul mereka dengan kasih sayang dan kedekatan, mereka pun akan memaparkan kesetiaan dalam ukuran yang diinginkan dan berusaha untuk menunaikan tugasnya semampu mungkin dalam bentuk yang sempurna.

(Diterjemahkan dari artikel berjudul “İdarecilikte Ciddiyet ve Şefkat” dari buku Kırık Testi 10; Cemre Beklentisi)

mengembangkandiri.com pexels-eugene-golovesov-14762148

CARA MENGHINDARI DOSA

Pertanyaan: Apa saja yang harus kita perhatikan terhadap sebuah dosa?                                   Apa langkah-langkah kita untuk bertaubat dari dosa-dosa?

Taubat adalah benteng perlindungan kita yang paling besar ketika kita berhadap-hadapan dengan dosa. Dalam hal ini, kita sangat perlu memperhatikan hal-hal berikut untuk kehidupan kalbu dan jiwa kita:

1. REAKSI DI HADAPAN DOSA

Hal ini berkaitan erat dengan keadaan ruhani manusia pada saat itu. Kadang hal seperti ini terjadi. Yaitu ketika Anda melakukan dosa, maka kepala Anda tertunduk, lalu Anda mulai berdoa dan memohon-mohon agar dosa Anda diampuni. Terkadang juga, tangisan dan rintihan yang Anda lakukan tidak juga menenangkan kalbu Anda. Teriakan yang Anda suarakan pun tidak dapat memadamkan api di dalam hati Anda. Tapi semoga saja rasa sedih yang selalu mengganggu batin Anda untuk sebuah taubat akan lebih makbul dan lebih valid di sisi Allahﷻ.

Ketika melewati pasaran dan pekan, jika tanpa disengaja mata Anda tergelincir dan membuat Anda berpikiran seperti ini: “Aduh! Apa yang telah kulakukan! Harusnya aku bertawajjuh kepada Allahﷻ di setiap saat sebanyak partikel tubuhku, aku malah melihat sesuatu yang tidak seharusnya dilihat dan berbuat dosa. Sedangkan aku bisa saja menutup mata. Harusnya aku bisa memilih jalan yang lebih selamat dan aman meskipun jalannya jauh dst.” dan Anda segera menghamparkan sajadah serta bersujud sembari merintih memohon ampunan atau dengan kesedihan yang menyelimuti batin membuat dunia Anda semakin menghimpit, artinya pada saat itu Anda telah mencapai taubat yang hakiki. Ya. Taubat sebenarnya adalah sebuah penyesalan dan api yang membara di dalam hati.

Dalam hal ini yang terpenting adalah mampu menerima dan menganggap hidup bersama dosa-dosa sama dengan hidup bersama ular dan kelabang. Pandangan seorang Mukmin terhadap dosa adalah seperti ini dan harus seperti ini. Sebaliknya, ini berarti ia memiliki keraguan atas akibat dan konsekuensi dari dosa.

Kemampuan untuk merespon setiap dosa dalam bentuk perubahan arus dan perputaran darah di dalam ritme dan pembuluh darah hati dengan sebuah penyesalan batin adalah sangat penting.

2. DOSA BERUMUR PENDEK

Ketika Anda jatuh pada sebuah dosa dan terpeleset dalam atmosfer dosa, maka Anda harus segera bangkit dan melakukan pembersihan diri dengan taubat dan istighfar. Anda harus segera membersihkan diri dan mestinya tidak menunda-nunda. Karena satu jam setelahnya tidak ada dalil dan kepastian bahwa kita tidak akan menghadap ke hadirat Rabb. Jiwa-jiwa yang bersih tidak akan mendapatkan kenyamanan dan tidak akan bisa tidur jika tidak membersihkan dulu dosa-dosa yang telah diperbuatnya.

Meskipun memberikan kesempatan selama satu detik untuk sebuah dosa, sama dengan melakukan sesuatu yang menyerang diri sendiri. Dan yang terpenting dari ini adalah berusaha menunjukkan rasa hormat terhadap ketidak-adaan rasa hormat kepada Allahﷻ. Tidak ada hak untuk melakukan sebuah dosa bahkan untuk sedetik pun. Karena jika tidak segera dihapus dengan taubat, dosa akan seketika berubah menjadi seekor ular beracun yang menggigit kalbu. Dan ketika hati telah ternodai sekali, maka kalbu akan terbuka untuk noda-noda yang baru. Dengan demikian manusia akan jatuh ke dalam ruangan keburukan. Setiap satu dosa melahirkan dosa baru yang lain. Pada akhirnya rahasia ayat, “Tidak, tidak, kalbu mereka telah berkarat.” (QS. Al Muthaffifin 83/14) akan muncul.

Oleh karena itu, perasaan dan pemikiran yang ada dalam diri manusia harus ditarik ke pemahaman ini. Menjelaskan hakikat kepada mereka dan berusaha menyadarkan mereka di hadapan dosa-dosa adalah suatu hal yang sangat penting. Bahkan jika Anda memiliki kekuatan yang mencukupi atau sebuah makam kewalian pun, Anda harus menunjukkan sisi buruk dari sebuah dosa. Hal ini harus dilakukan, hingga Anda benar-benar dapat menghentikan mereka untuk melakukan dosa tersebut.

Ya, orang-orang yang memiliki kalbu yang terjaga dan jiwa yang peduli seolah-olah seperti orang yang mencium bau aneh ketika sedang dekat dengan setiap dosa.

3. MEMBENCI DOSA

Salah satu hal terpenting dalam taubat yang akan kita lakukan adalah melihat dosa dengan kebencian.  Jika dosa tersebut tidak dibenci, maka keinginan untuk menghindari dosa tidak akan pernah terlihat seperti menghindar dan lari dari ular maupun kelabang. Ketika tidak bisa lari dari dosa maka taubat dengan keinginan dan kesungguhan kuat untuk tidak melakukan dosa pun tidak mungkin terjadi. Misalnya, ada sebuah vas kristal yang sangat langka di tangan Anda. Kemudian Anda menjatuhkannya dan pecah. Anda pun akan sangat menyesali dan merintih karenanya. Sama seperti itu. Setiap dosa yang Anda kerjakan akan mengotori dan memecahkan lentera kehidupan Anda. Maka setidaknya Anda perlu bisa merasakan pengaruh seperti pecahnya sebuah kristal materi, ketika berhadapan dengan sebuah dosa. Jika tidak Anda berarti meremehkan dan mengabaikan sebuah dosa.

4. KESEIMBANGAN DOSA DAN TAUBAT

Dosa sangatlah dalam, kotor, dan menjijikkan. Setiap dosa memerlukan taubat yang setimpal. Karena setiap dosa seperti jatuh ke dalam sumur yang penuh dengan kotoran. Sangatlah mudah untuk jatuh ke dalam sumur seperti ini. Namun membutuhkan usaha yang besar untuk mentas darinya.

5. MELIHAT SEBUAH DOSA SEBAGAI DOSA

Setiap pemikiran yang terlintas di benak kita tentang kritikan pada hukum dosa paling tidak sama seperti mengerjakan dosa itu sendiri.

Misalnya, seseorang yang melakukan perzinahan, suatu waktu terlintas: “Mengapa Allah melarang zina? Betapa indahnya kita menikmatinya!” atau seseorang yang terbiasa makan dan minum tanpa mempertimbangkan halal-haram berpikiran, “Andai saja tidak ada hak manusia, alangkah indahnya!” adalah dosa yang lebih besar daripada melakukan dosa tersebut.

Oleh karena itu kita perlu mengambil sikap tegas terhadap dosa. Kita harus menanamkan prinsip seperti ini: “Hai dosa, kau tidak perlu lelah-lelah. Pintu-pintu telah terkunci. Kau tidak akan bisa masuk!”

Dalam hal dosa perumpamaan yang telah disampaikan Ustaz Badiuzzaman sangat penuh dengan makna: “Larilah kamu dari dosa seperti kamu lari dari ular maupun kelabang. “Mengapa menggunakan ungkapan ular dan kelabang, tidak menggunakan ungkapan kata singa dan harimau yang bahkan sangatlah menarik. Karena, singa dan harimau akan menyerang dengan berani dan gagah. Sebelum kedatangannya Anda bisa merasakan dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan. Tapi ular dan kelabang tidak seperti itu. Kapan dan dari mana mereka menyerang tidak diketahui dengan jelas. Maka seperti itulah dosa, licik seperti ular dan kelabang.

Kesimpulannya, selalu waspada dan sadar terhadap dosa-dosa. Jangan pernah lupa: Kewaspadaan terhadap dosa sama dengan kesetiaan kepada Allahﷻ.

Kita bisa melihat permasalahan dosa sebagai dosa dalam hadis, “Adznaba ‘abdii dzanban”.  Yaitu, hadis yang menjelaskan bahwa seorang hamba mengerjakan dosa berkali-kali dan Allahﷻ pun akan mengampuni setiap ia melakukan itu. Maksudnya: “Zanb” dan “Zanab” berasal dari satu akar kata yang sama. Zanb artinya dosa. Sedangkan Zanab artinya ekor. Dengan begitu: Seorang hamba yang berkata, “Ya Rabbi aku telah melakukan dosa.” “Ya Allah, aku kembali memperpanjang ekorku. Dalam kondisiku yang seperti ini lihatlah aku, baik aku sebagai seekor rubah yang berekor atau seekor kalajengking yang menyengat manusia, ataupun seekor ular yang merupakan ekor itu sendiri! Itulah aku.” Yaitu seorang hamba mengakui dosanya. Tingkatan manusia yang mulia dan diberikan kepadanya seolah dilempar ke sebuah sudut dan terhina. Ia mengakui dirinya telah menjadi hewan dan jatuh ke tingkatan ini.

Sedangkan orang yang telah melakukan dosa dan tidak menyadarinya, ia sebenarnya telah mendapatkan tamparan “kal an’ami balhum adhall” (QS. Al A’raf 7/179) dan terjatuh pada tingkatan yang lebih rendah dari hewan. Pada sebuah hasil survei di kalangan anak muda di Eropa di tahun-tahun sebelumnya menggambarkan sebuah perumpaan yang cocok dengan hal ini. Dalam hasil tersebut, spesifikasi yang dimiliki anak muda Eropa sama dengan spesifikasi anjing jalanan yang liar. Karena sesungguhnya jalan dan cara selain hakikat akan membawa pada hasil di luar hakikat…

(Diterjemahkan dari artikel yang berjudul ‘Günahlardan Çıkış Yolları’ Dari buku ‘Prizma – 1’)

mengembangkandiri.com tiga manusia dalam gua

TIGA MANUSIA DI DALAM GUA

Sekelompok manusia melakukan perjalanan bersama, mereka berjumlah tiga orang. Setelah berjalan selama berjam-jam sampailah mereka pada suatu wilayah pegunungan. Matahari sudah hampir terbenam, letih dan lelah sudah mereka rasakan. Nasib, awan hitam juga mulai nampak dan hujan mulai turun. 

Salah seorang dari mereka berkata:

“Kita sudah cukup jauh berjalan hari ini. Sekarang sudah mulai gelap dan hujan mulai turun. Kita bisa melanjutkan perjalanan esok hari saja. Ada sebuah gua di atas gunung ini, kita bisa makan dan berteduh di sana untuk malam ini.”

Dengan bersusah payah mereka bertiga pun sampai ke gua tersebut. Baju mereka basah kuyup. Tanpa basa-basi lagi, mereka segera menghidupkan api. Tiba-tiba terdengar suara sangat keras yang membuat mereka terkejut. Awalnya mereka mengira terjadi gempa bumi.

Ternyata, telah jatuh sebongkah batu yang sangat besar dari atas gunung karena hujan yang deras. Bongkahan batu tersebut menutup akses keluar dari gua. Dikarenakan besarnya batu dan gelapnya situasi di luar gua, tidak nampak sedikitpun cahaya dari luar gua. Tiga orang tersebut sangat ketakutan. Namun karena lelah yang mereka rasakan, mereka memutuskan untuk tidur terlebih dahulu dan mencari jalan keluar dari gua pada esok harinya.

Pagi hari pun datang, sinar tipis cahaya matahari pagi merangsek masuk diantara celah bongkahan batu dan dinding gua. Tiga orang tersebut mencoba mendorong batu dengan sekuat tenaga, namun bongkahan batu tersebut tidak bergeser sedikitpun. Mereka mencoba lagi, lagi, dan lagi, namun tetap saja bongkahan batu tersebut tidak bergeser.

Mereka mulai khawatir. Mereka mencoba berteriak, namun tidak ada yang mendengar mereka. Daerah tersebut sangatlah sepi dan tidak umum untuk dilewati manusia. Persediaan makan dan minum mereka hanya cukup untuk kebutuhan dua hari. Semua cara yang mereka lakukan untuk keluar dari gua tidak berhasil.

Salah seorang diantara mereka memiliki sebuah ide:

“Berserah diri kepada Tuhan yang Maha Kuasa adalah kesempatan terakhir kita. Jika setiap dari kita mempersembahkan suatu itikad baik yang pernah kita yakini akan diterima Tuhan, dan kemudian dengan rahmat tersebut, kita berdoa agar batu besar ini bergeser, Tuhan mungkin akan memberikan belas kasih-Nya kepada kita.”

Mereka pun setuju, mengingat harapan yang mereka miliki hanyalah dengan berserah kepada Yang Maha Kuasa, yang menciptakan semua hakikat dan solusi kehidupan.

Yang pertama dari mereka berkata:

“Ibu dan Ayahku  sudah sangat tua. Aku tidak pernah mengizinkan anak-anakku untuk makan sebelum orang tuaku makan. Suatu hari, aku pergi untuk mengumpulkan kayu bakar. Itu memerlukan waktu lebih dari yang aku perkirakan, aku pulang ke rumah terlambat. Setibanya di rumah, aku langsung memeras susu kambing dan menyiapkannya untuk orang tuaku. Namun, karena sudah larut malam, mereka sudah tertidur. Mereka tertidur sangat nyenyak, aku tidak tega untuk membangunkan mereka, lalu aku duduk disamping mereka sambil membawa semangkuk susu tersebut dan menunggu. Aku duduk disana hingga pagi keesokan harinya. Mereka pun terbangun dan aku suguhkan susu tersebut untuk mereka minum. Ya Tuhanku, aku lakukan itikad baik tersebut untuk meraih rida-Mu. Aku memohon kepadamu, Ya Tuhan, gerakan batu besar ini dengan kuasa dan rahmat-Mu dari itikad baik yang telah aku lakukan.”

Mereka melihat bongkahan batu tersebut bergeser sedikit. Mereka sangat senang dan segera berlari menuju ke arah keluar gua. Mereka memastikan bahwa batu tersebut telah bergeser, namun masih tidak mungkin untuk mereka keluar gua.

Kemudian orang kedua berkata:

“Pamanku mempunyai anak perempuan, aku sangat terpesona oleh putrinya dan aku mengharapkan hubungan yang lebih dekat dengan dia. Namun, setiap kali aku berjumpa dengan dia, dia menolak diriku. Beberapa waktu setelahnya, terjadi kekeringan di daerah kami. Pamanku sudah sangat miskin, dan dengan kurangnya ketersediaan makanan, mereka menjadi semakin miskin lagi. Putrinya terpaksa untuk mendatangiku dan meminta bantuan. Aku dalam kondisi berkecukupan waktu itu. Waktu itu adalah kesempatan emas bagiku, aku katakan kepada dia bahwa aku dapat membantu keluarganya dengan syarat dia mau menyerahkan dirinya kepadaku dan aku tidak akan membantunya jika dia menolakku lagi. Wanita malang itu tidak punya pilihan lain kecuali dengan menerima tawaranku atau dia dan keluarganya tidak mungkin akan bertahan. Saat diriku sedang berdua dengan dirinya, disaat terakhir itu dia berkata: “Takutlah kepada Tuhan! Kamu paham benar dengan apa yang akan kamu lakukan itu salah, dan tugas kita untuk menjauhi apapun larangan Tuhan.” Imanku tergerak karena ucapannya, meskipun aku memiliki kesempatan untuk memenuhi hasratku, aku berubah pikiran. Aku memberinya uang dan menyuruhnya pulang, aku katakan kepada keponakanku itu untuk tidak mengembalikan uang tersebut sepeserpun. Ya Tuhanku! Aku lakukan perbuatan tersebut hanya demi ridha-Mu. Aku bersimpuh memohon pertolongan-Mu, dengan rahmat-Mu dari perbuatan baik yang aku lakukan, selamatkan kami dari gua ini. “

Tiba-tiba bongkahan batu tersebut bergeser lagi, namun sayang, mereka masih tidak bisa keluar dari gua dengan celah sekecil itu.

Kemudian orang ketiga bercerita juga:

“Aku mempekerjakan beberapa orang untuk beberapa waktu kala itu. Aku memberikan upah setiap dari mereka segera setelah pekerjaan mereka selesai, kecuali ada satu pekerja yang tidak mengambil upahnya. Dengan asumsi bahwa dia akan kembali dalam waktu dekat untuk mengambil upahnya, aku membelikannya seekor sapi dengan uang tersebut. Beberapa tahun pun berlalu, dari seekor sapi sudah beranak pinak menjadi beberapa sapi. Dari keuntungan beberapa hewan ternak tersebut, seekor sapi sudah menjadi satu peternakan besar. Beberapa tahun kemudian, pekerja tadi datang kembali dan menagih upahnya yang belum dia ambil dariku. Dengan menunjukan sebuah peternakan yang besar, aku katakan kepadanya bahwa semua hewan ternak ini adalah miliknya. Pekerja itu kaget dan berkata, “Tolong jangan bercanda. Aku tahu ini sudah lewat beberapa tahun, tapi aku hanya ingin mengambil upahku yang lalu.” Aku membalasnya, “Tidak, kamu sudah salah paham. Aku sedang tidak bercanda. Aku sudah membelikan seekor sapi dengan upahmu dahulu. Setelah bertahun-tahun, jumlah hewan ternaknya terus bertambah, dan sudah berubah menjadi peternakan yang besar. Semuanya adalah milikmu. Ambil semuanya dengan ridaku.” Maka pekerja beruntung tersebut mengambil semua hewan ternaknya, berterima kasih kepadaku, dan pergi meninggalkanku. Ya Tuhan, aku lakukan itu semua tulus karena hanya mengharap rida-Mu. Aku bersimpuh, berdoa kepada-Mu, tolonglah kami dengan rahmat-Mu dari perbuatan baikku ini.”

Setelah doa dan pengharapan mereka, bongkahan batu yang menutup akses keluar gua tersebut bergeser lagi. Celah untuk keluar dari gua sekarang sudah cukup besar untuk mereka keluar dari gua. Dengan penuh rasa syukur mereka keluar dari gua dan merasa sangat lega.

Refleksi diri

  • Ayah dan ibu kita telah diamanahi anak-anak seperti kita oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Menghormati mereka adalah kewajiban untuk kita, selain itu, kita sebaiknya sadar bahwa membuat mereka rida juga berarti bahwa kita sedang mencari rida Tuhan.
  • Dalam kondisi yang mendorong kita untuk melakukan dosa, menghindari perbuatan dosa tersebut karena takut kepada Tuhan dapat membuat kita semakin dekat dengan Tuhan. Kita dapat menjadi lebih terpuji dihadapan Tuhan dan hamba-Nya yang mulia.
  • Seorang pengusaha sebaiknya memberikan hak-hak para pekerja yang dimilikinya, dan jangan sampai menyudutkan mereka. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda, “Jangan menahan hak orang lain.”1 dan “jangan menuntut yang bukan hakmu.” Seorang pekerja harus menyelesaikan tugas-tugasnya, dan sebaiknya diberikan upah sebelum keringatnya kering. Seorang pengusaha harus melihat pekerjanya sebagai saudaranya sendiri, dan memastikan mereka mendapatkan manfaat atau imbalan dari keuntungan yang dihasilkan usahanya.

Masing-masing pengusaha dan pekerja harus yakin bahwa mereka selalu dalam pengawasan Tuhan. Setiap modal dan aset pengusaha sekaligus tenaga setiap pekerja akan menjadi nilai yang saling menguntungkan. Perselisihan tentang eksploitasi tenaga dan laporan kehilangan karena pencurian seharusnya tidak terjadi.

Pada akhirnya, masing-masing dari kita harus merenungi diri sendiri. Jika saja, kita yang berada dalam kondisi malang di dalam gua seperti ketiga manusia dalam cerita, adakah perbuatan mulia yang dapat menjadi perantara antara kita dan pertolongan Tuhan? Jika kita rasa sudah memiliki perbuatan yang mulia dan bisa menjadi perantara itu, kita harus tetap terus memperbanyak dan meningkatkannya lagi. Jika kita rasa belum cukup tulus dalam melakukan perbuatan baik, dan dirasa mungkin tidak ada yang bisa kita jadikan perantara, kita tidak boleh putus asa, kita harus lebih keras lagi dalam mendapatkan rida Allah SWT.

Diterjemahkan dari buku Essence of Wisdom – Kemal Turan

1 Bukhari, Adab, 86,; Tirmidhi Zuhd 64.