Empat (4) Asas dalam berdakwah
Pertanyaan : Ketika membahas hadist tentang keberangkatan Muadz bin Jabal ra ke Yaman, digarisbawahi juga 4 karakteristik dari seorang mubaligh, keteladanan, memancing rasa ingin tahu, kemampuan untuk menjawab rasa ingin tahu, dan runtutan dalam cara penyampaian. Berkenan kah Anda menjelaskannya sesuai dengan kondisi masa kini?
Jawab : Muadz bin Jabal ra adalah salah satu ulama diantara para sahabat. Beliau adalah sosok manusia yang memiliki akhlak dan karakter istimewa yang membuatnya mudah berinteraksi dengan manusia dari berbagai kalangan. Pada waktu itu penduduk Yaman baru saja mememeluk agama Islam. Dimasa yang akan datang, penduduk Yaman akan melakukan hal-hal penting untuk Islam.
Di perang Qadissiyah, tak terhitung banyaknya penduduk Yaman dari suku Bajali yang menunaikan misi penting menegakkan kalimatullah walaupun harus dibayar dengan kesyahidan. Diantara suku Bajali, terdapat sosok Jarir bin Abdullah al-Bajali ra yang merupakan tokoh terhormat dari kabilahnya. Ketika datang kehadapan Baginda Nabi SAW, karena penampilan beliau yang tak ubahnya seperti orang Badui biasa, tidak ada satupun yang memperhatikan dan mengenalnya. Tentu saja semua orang yang datang kehadapan Baginda Nabi SAW sebagai orang biasa, biarlah nyawa menjadi tebusannya SAW. Ia duduk ditempat kosong yang ditemukannya. Akan tetapi Rasulullah SAW mempersilahkannya untuk duduk disampingnya.
Diriwayatkan bahwasannya Rasulullah SAW juga menghamparkan jubah beliau diatas lantai untuk mempersilahkan Jarir ra untuk duduk diatasnya. Demikianlah kabilah ini diperang Qaddisiyah, mereka menunaikan misi yang sangat agung, seperti misi yang pernah diemban para Assabiqunal Awwalun. Mereka habis-habisan dimedan perang itu. Mereka terlibat dalam penaklukan kerajaan Persia dan menjadikan negara adikuasa ini rata dengan tanah dengan izin dari Allah SWT.
Ketika beliau mengirimkan Muadz bin Jabal ra. ketempat yang spesifik seperti ini, menunjukkan ketepatan Rasulullah SAW dalam menugaskan para sahabat. Dengan fatanahnya yang agung, jangan sebut ini sebagai kecerdasan, ataupun jenius, melainkan ini merupakan “min ‘indillah“, dukungan dari sisi Allah SWT, kemampuan mengambil keputusan, kemampuan melihat potensi, kemampuan mengevaluasi. Hal ini tampak juga dalam penugasan sahabat lainnya: ketika beliau mengirim Khalid bin Walid, kemanapun ia selalu pulang membawa kemenangan. Ketika beliau mengirim sahabat yang lainnya pun mereka selalu pulang membawa kemenangan. Belum pernah terjadi sahabat yang beliau kirimkan pulang membawa kerugian kepada masyarakat muslim.
Pertama-tama kita harus menengok kondisi ketika Muadz bin Jabal ra dikirim ke Yaman. Kondisi yang sama juga terjadi ketika Mus’ab ibn Umayr ra. dikirim ke Madinah Al Munawarah, didapati pilihan yang sangat tepat. Seorang pemuda yang baru beranjak dewasa, belum pernah terjerumus dalam kegelapan dosa, berangkat dengan senang hati dan penuh suka cita. Tetapi disana ditemui perlawanan terhadap agama, yakni perlawanan terhadap Islam. Bahkan terhadap petinggi kaum Madinah yang nantinya jadi petinggi diantara kaum muslimin juga seperti Saad ibn Muadz.
Ketika mereka menodongkan senjata dilehernya, meskipun usianya masih muda Mus’ab ibn Umayr tidak canggung untuk menyapa mereka. entah, “wahai abangku” entah “wahai saudaraku“, atau sapaan lainnya yang berlaku saat itu. “kenapa Anda tidak duduk dulu bersamaku, dan mendengarkan penjelasanku. Jika Anda suka, Anda boleh menerimanya. Namun jika Anda tidak menyukainya, silahkan ambil kepala Saya.”
Merekapun duduk dan mendengarkan penjelasan Mus’ab ibn Umayr `. Seketika mereka luluh dan masuk Islam. Ya, orang-orang yang dikirim Rasulullah SAW selalu kembali dengan membawa keberhasilan. Kalau misalnya ada kegagalan sementara yang terjadi, itu disebabkan oleh kekhilafan pribadi dalam pelaksanaan arahan dari Rasulullah SAW. Sebagai contoh, anda bisa melihatnya pada keadaan orang-orang yang meninggalkan bukit pemanah di perang Uhud. Jangan sekali-kali menyalahkan mereka! Karena Al Quran Karim menyatakan: “Innama Tazallawm”, dikatakan :” Zala” dikatakan juga : Bi ba’dhima kasabu.” Disitu dikatakan : “Kasb”, bukan iktisaba,” Al Qur’an tidak menyatakan mereka kalah karena mereka melakukan kesalahan besar.’ Ya, semua mengambil ghanimah, kalau begitu, ayo kita ambil juga . Perangnya sudah berakhir, lawan-lawan sudah melarikan diri.”
Ini adalah sebuah kesalahan ijtihad, dimana mereka mendapatkan satu pahala, alih-alih mendapatkan dua pahala. Sama seperti itu, di Hunain pun kejadian yang sama juga terjadi. Sebagian dari pasukan muslim maju tanpa pengawalan, dan pasukan musuh segera memanah mereka. Dan disini sekali lagi Rasulullah SAW mengembalikan keadaan yang tadinya genting menjadi kemenangan. Sekali lagi dengan izin dan inayahnya Allah SWT, nama agung Rasulullah SAW kembali berkibar. Peristiwa tersebut harus dipahami dengan baik.
Ketika kita membahas hadist tentang peristiwa saat Rasulullah SAW mengirimkan Muadz bin Jabal sebagai seorang pemegang janji dakwah ke Yaman. Digarisbawahi juga empat karakteristik dari seorang mubaligh yaitu :
1. Tamsil (keteladanan)
Adalah seseorang yang melakukan apa yang dia katakan. Kita menyebut hal ini sebagai keteladanan. Salah satu sifat yang penting dari para Anbiya adalah Tabligh. Tabligh adalah hubungan antara Nabi dengan Allah SWT, wahyu yang diterimanya dari Allah SWT. Menyampaikan wahyu yang diterimanya kepada orang lain adalah misi dan tugasnya. Inilah yang disebut dengan tabligh yang sebenarnya. Mereka disebut sebagai mubaligh karena dilihat dari segi ini. Ambil dari satu tempat untuk diberikan ke tempat yang lain. Karena ini adalah misi yang sangat penting. Ini adalah misi yang sangat agung.
Barangkali menyampaikan wahyu adalah hal yang sangat penting, tetapi melakukan apa yang dikatakan sedetail mungkin jauh lebih penting. “Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan.” Yakni jikalau kalian menyatakan sesuatu, maka kerjakanlah.
Penerimaan khalayak terhadap apa yang kamu sampaikan berhubungan erat dengan praktiknya dalam kehidupan sehari-hari. Katakan dan lakukan! Bahkan, katakanlah sekali, lakukanlah dua kali, tiga kali, atau empat kali lipat. Rasulullah membawa wahyu dari Allah SWT. secara objektif kepada ummatnya untuk menunaikan shalat fardhu yang lima waktu. Bahkan menurut mahzab Hanafi shalat witir adalah wajib, walaupun menurut mahzab lainnya hukumnya adalah sunnah. Jika demikian totalnya ada 17 rakaat jika Anda menghitungnya.
Sekian saja kewajibannya. Lalu Jabr-i noksan, diputuskan untuk menutupi jika terdapat kekurangan dalam penunaian fardhu-fardhu itu. Jabr-i noksan bermakna menutupi dan membelit kekurangan dan patahan. Dan buat balutan ini disebut jabirah.
Mungkin ini bukan kewajiban, akan tetapi jika ia ditunaikan bersama dengan yang fardhu, maka sunnah-sunnah ini akan melipatgandakan pendekatan diri kepada Allah SWT. bagi para pelakunya. Jika ia menunaikannya dengan pendekatan fardhu, akan muncul rasa dalam menunaikan sunnah-sunnahnya.
Ini disebut sebagai Qurbu Nawafil, yakni mendekati Allah SWT. lewat ibadah-ibadah sunnah, sebuah pendekatan yang agung.
Demikian agungnya pendekatan ini, Rasulullah memyebutnya : “Allah SWT. akan menjadi mata yang dengannya melihat, menjadi telinga yang dengannya ia mendengar, menjadi lidah yang dengannya ia berbicara, menjadi tangan yang dengannya ia menggenggam.“
Yakni, seolah-olah apa yang ia ingin lakukan adalah hasil dari bimbingan Allah SWT.. Kalau mereka mengulurkan tangannya tidak akan sia-sia. Kalau mereka melangkahkan kakinya ke depan, mereka merasa tidak perlu untuk mundur lagi. Mereka selalu melangkah dari kesuksesan yang satu ke kesuksesan lainnya. Inilah yang disebut sebagai Qurbu nawafil. Oleh karena itulah nafilah perlu ditunaikan.
Ketika Anda menunaikan dhuha, awwabin, tahajud, maka Anda telah menambah kedekatan kepada Allah SWT.. Namun kewajiban seorang manusia, seperti yang disampaikan Bediuzzaman Said Nursi, pelaksanaan shalat dan wudhunya hanya menghabiskan waktu satu jam. Satu jam cukup buat semuanya. Ketika kita melihat cerminan penghambaan dari Sang Kebanggaan Umat Manusia SAW, menunaikan sepuluh kali lipat dari apa yang diwajibkannya kepada kita.
Misalnya, Anda akan melihatnya SAW selalu berpuasa. Seolah-olah beliau SAW berpuasa lebih dari puasa Daud, tetapi beliau tidak memaksa kita untuk melakukannya. Sebaliknya, beliau memudahkan buat mereka yang berusaha mempersulit, mislanya kepada mereka yang berkata: “aku akan berpuasa setiap hari”, dengan berpikir bahwa mereka tidak akan bisa melanjutkannya dimasa tuanya, bahwasannya mereka tidak akan bisa menunaikan hak-hak dari keluarganya. bahwasannya mereka bisa kehilangan kekuatan mereka, barangkali akan tiba tugas lain diluar ibadah personal yang akan diberikan kepada kalian seperti misalnya anda ditempatkan di medan perang.
Dan oleh karenanya Anda tidak bisa meneruskan sepanjang usia Anda. Seperti yang terjadi pada Abu Darda ra, Abdullah Ibn Amr bin Ash, dan Abdullah ibn Umar ra. Misalnya, ada sahabat yang berkata: “Saya akan berpuasa setiap hari.” Tetapi Rasulullah SAW bersabda: “kalau memang kamu ingin berpuasa, berpuasalah setiap hari senin dan kamis. Atau hari ke 13, 14, dan 15 dari setiap bulan.”
Ada yang mengatakan: “Saya bisa lebih dari itu.” Rasulullah SAW: “kalau begitu berpuasalah seperti puasanya Nabi Daud as diluar puasa Ramadhan. Dengan catatan bahwa mereka sebenarnyabtidak berniat untuk menyelisihi saran dari Rasulullah SAW. (bahkan mereka sebenarnya telah menerima saran dari Rasulullah, tetapi dengan niat ingin mendapatkan ganjaran yang lebih besar) mereka tetap melakukan sesuai harapan mereka.
Walaupun mereka tahu bahwa Rasulullah SAW telah memperingatkan dan mempermudahnya, mereka tetap menjalankan niat mereka. Padahal diantara mereka ada sosok seperti Abdulah ibn Amr bin Ash yang notabene putra dari Amr ibn Ash ra. Demikian agungnya sosok dari ayahnya, merupakan salah satu sosok yang paling rasional dan jenius dimasa itu. Kezahidan dan keabidannya tidak perlu dipertanyakan. Diakhir umurnya Abdullah ibn Amr bin Ash menyadari bahwa janjinya ini berlebihan dan menjadi jenuh dengannya.
Ketika kita melihat pada sosok Rasulullah SAW, beliau tidak tidur, shalat hingga bengkak kakinya, puasapun demikian. Lewat penyampaian dari Ummul Mukminun Aisyah ra makan dan minum beliau menyesuaikan puasa beliau. Hal ini dijelaskna dalam hadist-hadist shahib, terkadang 1 bulan lewat, 1 bulan lagi lewat, 1 bulan lagi lewat, selama 3 bulan tiga kalai melihat bulan penuh, dirumah kami tidak ada satupun yang dimasak walaupun air.
Keponkaan Rasulullah SAW, Urwah bin Zubair ibn Awwam ra, cucu dari bibinya Rasulullah SAW, sayyidina Urwah menyampaiakan bahwa dirinya banyak meriwayatkan hadist dari Ummul Mukminin Aisyah ra. Sayyidina Urwah meriwayatkan bahwa ia bertanya kepada bibinya: “Bibi, dengan apa Anda hidup sehari-hari, “bi aswadayin” yakni dengan dua hitam, al ma wa tamr” dengan air dan kurma. Sebagian orang ada yang mengatakan: “kita adalah ummatnya Rasulullah yang mengisi hidupnya dengan air dan kurma, oleh karenanya kita hidup seperti itu.” (kalau memang demikian kehidupanmu) semoga Allah SWT. memberkahi kehidupanmu. Semoga Allah SWT. membuka ufuk ini kepada semua manusia. Ya, shalatnya demikian, puasanya pun demikian.
Ketika terjadi peristiwa yang sangat sulit, misalnya di Perang Badar, pasukan musuh mengepung Rasulullah dan para sahabat. bahkan sampai mencapai tenda beliau SAW. Andai kata tidak ada sahabat yang melindungi beliau, musuh pasti akan melukai beliau. Dan itu pun terjadi, di Perang Uhud gigi Rasulullah SAW pun sampai tanggal, helmnya pecah belah dan melukai wajah mulianya.
Dalam keadaan yang penuh darah seperti itupun, beliau bersikap sesuai kedudukan kenabian beliau dan berdoa: “Ya Allah SWT, anugerahilah ummatku hidayahMu Sesungguhnya mereka tidak mengenalku .” Dalam munajatnya tersebut, Rasulullah SAW tidak merisaukan penderitaannya sendiri, seorang Nabi yang berada dalam kondisi disakiti oleh kaumnya, penuh darah yang mengalir diwajahnya, tetapi dengan ruh itsar yang agung beliau menengadahkan tangannya dan berdoa kepada Allah SWT: “ya Allah mereka tidak mengenalku. Jika seandainya mereka mengenalku, mereka pasti tidak akan melakukannya.
Ya dalam setiap medan berbahaya beliau SAW selalu berada diposisi terdepan. yakni jika Rasulullah SAW tidak berada dalam posisi antara hidup dan mati seperti tadi, maka ummatnya tidak akan memahaminya. Saya duduk dibelakang saja biar yang lainnya saja yang maju dan mati, kemudian berkata kepada orang tua dari jenazah para syahid ini:” betapa bahagianya kalian, lihatlah kalian memiliki banyak syahid”. Sekali-kali bukan demikian! Yang pertama kali akan mempraktikannya adalah Anda sendiri! Jika para komandan berada didepan pasukannya, maka bintang masa depan kita seolah bintang kutub, senantiasa menyinari sekitarnya, tidak pernah berpindah tempat, tidak pernah terbenam, dan bisa jadi bintang-bintang lainnya akan berotasi seakan bertawaf mengelilinginya.
Bintang masa depan kita pada masa dinasti umayyah demikian, tepatnya pada masa Umar bin Abdul Aziz. Demikian pula pada masa Abbasiyah, tepatnya pada masa kepemimpinan Hadi, Wahdi, Harun ar Rasyid dan Mu’tasum. Demukian pula pada masa Utsmani. Bayangkan, Osman Gazi tidak pernah turun dari kudanya dan didalam kemahnyalah ruhnya yang mulia kembali kepada Allah SWT.. Ketika datang dari Asia ke Asia kecil (Anatolia) bagaimana mereka berangkat dari kemah yang satu ke kemah yang lain. di Sogut (wilayah pertama dimana Usmani didirikan) dari kemahnya itu, ia mengisyaratkan penaklukan kota Bursa, meyakinkan para tentaranya. Oleh karena itu tamsil (keteladanan) sangat penting.
Berkhutbahlah kalian dengan kefasihan bahasa seperti Firdaus, atau kehalusan bahasa Jami, atau kedalaman penyampaian Maulana Jalaludin Rumi, itu semuanya tidak akan memberi pengaruh sekuat keteladanan. Demikianlah sosok Osman Gazi. Putranya Orhan Gazi yang melihat keteladanan ini apakah akan turun dari kudanya? Selanjutnya Balkanlah yang ditaklukkan dan Sulaimansyah kepadanya diberikan nama kakeknya, syahid disana. Putranya, Murat Hudavendigar terluka disana. Ketika ruhnya akan kembali ke rahmatullah, kata-kata yang keluar dari bibirnya kepada mereka yang ada disekatnya, juga kepada putranya Yildirim Han, “jangan turun dari kuda!”
Oleh karenanya dalam keteladanan mereka selalu yang terdepan. Ini artinya akan selalu seperti ini. Jika Saya tidak siap mati, Saya tidak bisa meyakinkan orang-orang dibelakang Saya. Kata-kata saja tidak cukup. Yakni, kata-kata Saya walaupun sastranya tinggi hanya akan jadi omong kosong. Dan Saya pun akan gagal dalam meyakinkan orang-orang dibelakang Saya.
Baginda Nabi adalah sosok teladan, demikian juga Abu Bakar, pun Umar dan Utsman serta Ali radhiyallahu an hum alfa marratin, semoga Allah SWT. ribuan kali meridhoi mereka semua. Semoga Allah SWT mendekatkan kita dengan mereka. jika demikian, kita mencium kaki mereka dengan wajah kita, dan jika kita berhasil mendapatkannya kita akan sangat senang.
Ketika Rasulullah SAW mengirim Muadz bin Jabal, artinya beliau benar-benar memilih sebuah karakter, sosok manusia, yang menghayati berkali lipat dari apa yang dikatakannya. Kita menyampaikannya dengan istilahnya Ziya Gokalp hidup dengan mukap (mengatakan satu tetapi menghayati tiga kali lipat).
Muadz bin Jabal pun ketika menasihati orang-orang disekitarnya untuk shalat lima waktu, dia sendiri melaksanakan shalat didua puluh waktu, pada saat itulah ia bisa jadi sosok yang meyakinkan.
Teman-teman Anda dalam kreiteria yang luas, selama kurang lebih 20 tahun berada diberbagai penjuru dunia, Saya tiSdak mau berbuat tidak pantas dengan membandingkan anda dengan para sahabat. Akan tetapi berapa persen yang telah mereka laksanakan, berapa persen yang telah mereka aplikasikan, dengan praktik yang sekedarnya itupun dengan izin dan inayahnya Allah SWT., demikian masuknya mereka ke hati masyarakatnya, sehingga didalam peristiwa yang campur aduk kepala didalam 2-3 tahun ini, mereka memanggil teman-teman kalian dan mengatakan : “jangan perhatikan apa yang mereka katakan, kami hanya tidak ingin merusak hubungan dengan mereka saja, lanjutkanlah pekerjaan kalian!”
Ketika fitnah tentang masalah ini semakin meluas dan makin diperbanyak, disisi lainnya mereka berkata: ” kalau Anda buka beberapa sekolah baru akan jadi lebih bagus.” Selain siswa-siswa yang belajar di sekolah kalian tidak pernah menyesal dengan pilihannya, teman-teman kalian pun tidak di tolak, dengan izin dan inayah Allah SWT. Berapa persen keteladanan ini dipraktikan oleh teman-teman kita, Saya tidak mau bersuudzan, semoga Allah SWT. menyempurnakan praktik keteladanan mereka. Keteladanan sangatlah penting, tak ada satu masalah yang tidak dapat diselesaikan dengan keteladanan.
2. Memancing Rasa Ingin Tahu
Topik ini sangat penting. Pesan yang akan anda sampaiakn harus memancing rasa ingin tahu orang-orang disekitar anda. Anda membahas tentang langit dan bumi, kemanapun anda pergi, anda akan membahas keberadaan sang pencipta. Anda dengan gagasan ini pergi ke para shintois, kepada kaum budhis, brahmanis, konfusius, Saya rasa didalm hati nurani mereka walaupun sebesar zarrah, mereka merasakan adanya sosok pencipta. Diantara kaum musyr’ik pun perasaan ini ada, memang mereka menyembah latta, manna, uzza, isaf dan nayla.
Akan tetapi ketika Al Quran bertanya tentang siapa pencipta langit dan bumi dengan seketika mereka menjawab : “Allah.” Ketika mereka menghadapi sesuatu yang tidak mampu mereka atasi dengan kekuatan mereka maupun berhala-berhala mereka, mereka berpaling kepada Allah SWT. Ini dikatakan sebagai Tauhid Rububiyyah sebagian dari orang-orang salafi dan barangkali ISIS juga melihatnya demikian. Yakni orang yang paling tidak beragama sekalipun juga mempercayai adanya sang pencipta. Jika demikian, dari titik yang beririsan inilah kita harus memulainya. Dari sisi ini, kita memulai dialognya dari sisi yang paling memancing rasa ingin tahu, kita menggugah rasa penasaran mereka.
“Maukah kalian kuberitahu tentang hal yang lebih baik dari apa yang selama ini kalian imani : Laa ilaha illallah.” Dalam hadistnya dikatakan: ketika Rasulullah SAW masih di Mekkah al Mukarramah, beliau bersabda : “Qulu laa ilaaha illallah tuflihu ( katakanlah laa ilaaha illallah dan dapatkanlah keselamatan)” ini terdapat dalam hadist shahih (karena hocaefendi pernah dikritik oleh beberapa orang ketika membahas hadis ini).
Sebenarnya didalam kalimat tersebut secara zimni (tersirat/tersembunyi) terdapat Muhammadar Rasulullah. Ada seseorang yang datang kepada Anda dan berkata: katakanlah Laa ilaaha illallaah dan raihlah kemenangan! lalu kita berpikir: ” bagaimana seseorang bisa berkata demikian, pasti dia mengatakan ini atas sebuah perintah”. ini artinya ia membawa pesan ini dari Allah SWT. berarti dia adalah utusan Allah SWT. Tapi perhatikanlah, dalam kata yang tersirat (zimni) ini terdapat sebuah keunikan. Kenapa? mereka berpendapat tentang Rasulullah bahwa beliau adalah yatimnya Abdul Mutholib, sosok yang besar dibawah bimbingan Abu Tholib. Oleh karena itu, jika beliau mengatakan: “Qulu laa ilaaha illallaah Muhammadur Rasulullah, tuflihu,” maka masyarakatnya akan mengatakan diawal: “Oh, orang ini ingin mengedepankan dirinya atas nama agama.” tetapi beliau memulai dengan sesuatu yang memang mereka sudah yakini. karena mereka pun percaya akan Tauhid Rububiyah (keberadaan Tuhan).
Sedangkan hal-hal yang berhubungan dengan ibadah akan mereka pelajari seiring berjalannya waktu. Oleh karena itu dikatakanlah; Qulu laa ilaaha illallaah tuflihu. Ya dengan penyampaian seperti ini, akan memancing rasa ingin tahu, kemudian ketika akan dikatakan tentang topik berikutnya, penyampaian awal tadi akan menjadi referensi bahwa ia adalah sosok yang bisa dipercaya.
Akan menjadi referensi kalimat berikutnya yaitu: “Muhammadur Rasulullah.” ia akan menjadi referensi ketika diperintahkan untuk tunduk kepada keagungan Allah SWT.. didunia ini ayo sedikit lapar, maksudnya ayo berpuasa, agar diakhirat nanti bisa menikmati berbagai macam kesenangan. Ayo sedikit lapar disini, untuk memahami keadaan laparnya orang fakir dan miskin. Ayolah lapar, untuk memahami makna nikmat yang dianugerahkan Allah SWT, ayo kita lapar, untuk bisa menyadari arti dari kelezatan segelas air dingin ketika waktu iftar tiba, ayolah kita lapar dan haus.
Misalnya mereka bisa saja menanyakan tentang sang pencipta yang pesannya kalian bawa. tetapi Saya tidak yakin apakah ketika itu Heraklius pernah menanyakannya. Ketika Rasulullah menyampaiakn pesan melalui Dihyatul Kalb, beliau menulis : Dari Muhammad Rasulullah SAW kepad penguasa Romawi. (Disini dapat kita lihat bahwa) Rasulullah ketika menulis surat, (kalimat yang disusunnya) bagaikan kunci emas yang menaklukkan hati (pembacanya). Disini Rasululkah mengatakan: ” Dari Rasul Allah SWT. kepada penguasa Romawi,” disini bukan ditulis, “kepada Heraklius ataupun panggilan lainnya. Karena penulisan yang demikian bisa direspon negatif. Ketika surat ini disampaikan, Abu Sufyan juga hadir disitu dengan tujuan berdagang.
Heraklius ketika membaca surat ini berkata: “panggil pedagang yang berasal dari Mekkah itu.” Ketika itu, Abu Sufyan belum memeluk Islam. Tetapi kurasa Abu Sufyan ketika itu lebih jujur dari sebagaian masyarakat muslim masa kini. padahal ketika itu dia masih menyembah berhala dan bermusuhan dengan Rasulullah tetapi kejujurannya diposisi itu adalah sesuatu yang luar biasa. Heraklius : ” ada surat seperti ini datang, bagaimana pendapat anda tentang sosok pengirimnya. Abu sufyan menjawab bahwa dia adalah sosok yang jujur dan benar, sosok yang bisa dipercaya, perbuatannya tidak ada yang bertentangan dengan apa yang dikatakannya. Heraklius berkata: “kalau apa yang anda katakan benar, maka tanah yang kuinjak ini pada suatu hari akan dikuasainya.” Seandainya heraklius-heraklius masa kini memiliki keinsafan (kejujuran) seperti itu juga.
Ya bisa dimisalkan, kalian sudah memancing rasa ingin tahu mereka. kalian menyebut beliau sebagai : “Baginda Rasulullah kita”, tanpa beliau kita tidak bisa membaca kitab alam semesta. Tanpanya kita tidak bisa memahami makna yang ingin dijelaskan oleh kitab ini. Tanpanya kita tidak bisa meresapi asma-asmaNya tanpanya kita tidak bisa menemukan sifat-sifat subhaniyahNya. Tanpanya kita tidak bisa merasakan keheranan akan dahsyatnya Sang Pencipta yang keagungannya tak mampu diraih oleh akal. “Apapun yang dimiliki dunia, itu disebabkan karenanya (Rasulullah); pribadi dan masyarakat berhutang kepadanya: bahkan semua umat manusia berhutang kepadanya.”
Tetapi kalian harus mengetahui dan menguasai apa yang akan kalian katakan, sehingga apa saja yang anda sampaikan selalu tepat dan memiliki landasan yang kuat. Apa yang kalian akan katakan dari sisi uslub (metode penyampaian) tidak boleh menimbulkan reaksi negatif. Saya akan mengulangi untuk menyampaiakn sebuah topik penting dengan kembali ke belakang: pesan Anda bisa jadi sangat berkah, suci, agung, itu adalah asas, dan merupakan hal penting yang berhubungan dengan ushul metodenya. Laa ilaaha illallah adalah sebuah asas, asas yang tidak boleh ditinggalkan, pun Muhammadur Radulullah adalah asas yang tidak boleh ditinggalkan.
Akan tetapi ketika kita menyampaikan asas-asas ini, satu saja kesalahan yang anda lakukan: misalnya bagaimana akan disampaikan, dengan kemasan seperti apa kita akan meletakkanya, bagaimana perasaan lawan bicaranya, yaitu empatinya, kita juga harus tahu. dan jika anda tidak melakukannya, maka artinya anda telah memusnahkan ushul (metode) atas nama uslub (kata-kata, mimik, bahasa tubuh, maksudnya cara penyampaian).
Malapetaka tidak akan bisa dihindarkan dan sekarang narkoba adalah bahaya yang amat serius. Ia menyiangi generasi baru sebagaimana menyiangi tunas yang masih muda, meratakannya dengan tanah, menjadikannya onggokan sampah. Demikian juga dengan alkohol. Pun hal-hal yang bertentangan dengan hukum lainnya. Serta pemenuhan syahwat tanpa kontrol. Jadi misalnya ketika ada anda mengatakan : “ayo kita mulai pembahasan nya dengan riba, menurutku, ketika itu anda sebenarnya tidak berhasil menangkap asas ‘memancing rasa ingin tahu’. Artinya anda gagal memancing rasa ingin tahu mereka. Anda akan langsung nenuai reaksi negatif dari sekitar anda. Pikirkanlah, bahwasannya setiap kata itu sangat berarti, sehingga dikatakan : “kalamu sayyidul basyar, sayyidul kalamul basyar.” Yang artinya: kata-kata dari sayyid (tuan) nya umat manusia adalah sayyidnya kata-kata.
Kata-kata yang Baginda Nabi sampaikan bagaikan mutiara, menaklukan hati para pendengarnya, menundukkan manusia yang mendengarnya. Namun riba dilarang setelah empat tahapan. Tepatnya di kutbah wada, kira-kira 20 tahun kemudian. Lewat empat tahapan, dengan jalan merehabilitasi berkali-kali umat manusia. Dengan memperlihatkan bahaya-bahayanya, dengan menyampaikan bahwa tanpanya pun hidup juga bisa bermanfaat.
Dalam empat tahapan alkohol dilarang. Ada banyak juga yang sudah menyadari bahayanya alkohol sedari awal, sehingga mereka pun tidak pernah meminumnya. Alkohol memiliki manfaat dan bahaya, tetapi bahayanya lebih besar. Apa saja misal manfaatnya? Anda bisa membuat semacam minuman seperti sirup dari buah anggur dan kurma, menjualnya dan anda pun bisa mendapatkan untung darinya. Barangkali, karena masih belum terjadi fermentasi, anda masih bisa meminum dan menjualnya. akan tetapi lewat penjelasan tersirat yang menakjubkan didalam Al Quran, mereka yang cerdas seperti Sayyidina Abu Bakar, Sayyidina Umar, dan sosok-sosok seperti mereka lainnya, penjelasan tersebut sudah cukup membuat mereka meninggalkan minuman tersebut. Hingga tiba waktu dimana larangan tersebut ditegaskan, peristiwa ini terjadi setelah Perang Badar. Bayangkanlah peristiwa ini terjadi setelah Perang Badar tepatnya ditahun kedua hijriyah. Rinciannya, 13 tahun periode Mekkah, 2 tahun periode Madinah. Artinya alkohol dengan tegas dilarang setelah 15 tahun kemudian.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”
Kalau uslubnya demikian, maka ketika kita menghadapi manusia yang sudah terbiasa dalam kerusakan yang tidak terlalu memperdulikan bahaya dari kesesatan, ketika kita menyampaiakn sesuatu yang mungkin tidak terlalu mereka perhatikan, maka kita akan menuai reaksi negatif. Oleh karena itu, kita harus jeli dalam menentukan titik dimana kita akan memulainya.
Pikirkan bagaimana Bediuzzaman ketika memulai pekerjaan ini. Beliau lebih menitikberatkan usahanya pada topik-topik seputar iman kepada Allah SWT, ketaatan beribadah dan shalat. karena Rasulullah SAW juga memulai usaha denga wahyu pertamanya : ” اِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِى خَلَقَ”. perhatiaknlah betapa lembut kalimat ini dikatakan: bacalah! Kalimat ini menjelaskan tajalli (penampakan) dari Dzat yang menciptakan, mendidik dirimu, yang menjadi sebab dari tumbuh kembangnya seorang hamba. اِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ, artinya murabbik.
Dikatakan bacalah dengan nama Rabb-mu yang membimbingmu. Tidak akan ada yang menunjukkan reaksi negatif atas penjelasan ini. Dari sini jawaban yang akan anda berikan setalah anda berhasil memancing rasa ingin tahu, haruslah jawaban yang bisa diterima oleh mereka, yang tidak menimbulkan reaksi negatif yang sesuai dengan uslub kita. Karena sudah berulang-kali diulangi, penjelasan tentang topik ini aya serahkan kepada anda. Jadi ini adalah topik yang juga sangat penting.
Kita lihat, Rasulullah SAW tidak mengirimkan Abu Dzar al Ghifari kesana. Padahal ia adalah sosok ahli ibadah yang paripurna. Dia adalah sosok yang berasal dari suku Ghifar. Dimasa awal periode Mekkah, ketika pertama kali melihat sosok Baginda Nabi SAW, ia pingsan seketika. Dalam kondisi tersebut, ia berlari kehadapan kabah dan berteriak. Teriakannya ini dianggap sebuah protes. Ia pun babak belur dihajar kaum kafir di Mekkah. Sebenarnya tidak pantas dikatakan babak belur dihajar, tidak sopan kepada sayyidina Abu Dzar, jika kita mengatakannya, ini seperti membenarkan tindakan menghajar tersebut, tapi sungguh mereka telah menghajarnya. Padahal sosok ini adalah tokoh disuku Ghifari. Kejadian ini terjadi berkali-kali. Tetapi dia tetap berkata: “Saya tidak bisa diam, Saya harus meneriakkan kebenaran ini! biarlah Allah SWT. menjadi saksi! Anda adalah utusan Allah SWT! Saya akan meneriakkannya!
Kemudian Nabi bersabda kepadanya: “sekarang pulanglah kamu ke suku Ghifari, lalu ketika kamu mendengar kabar kami telah hijrah ke Madinah datanglah kembali.” Perhatikan! Sosok ini adalah sosok yang sangat salih, penjunjung kebenaran, siap berkorban, akan tetapi Rasulullah SAW tidak mengirimkannya sebagai utusan, atau mubaligh ataupun mursyid. Justru yang dikirim adalah Muadz bin Jabal. “janganlah sembarang menyerahkan dirimu ke sembarang mursyid. Serahkanlah dirimu kepada mursyid kamil yang jalannya paling mudah.”
Ya, selain harus mampu memancing rasa ingin tahu, di waktu yang sama harus mampu juga menjawab rasa ingin tahu. Muaz bin jabal menjelaskan Rasulullah SAW sebagai sosok yang bertangan dingin, sosok hamba yang agung, yang tumbuh dalam keyatimannya, Allah SWT. mengambil semua sandaran yang dimilikinya. Allah SWT. benar-benar membungkam semua sebab. Diawali dengan diambilnya ayahnya. lalu ibunya, lalu kakek yang melindunginya, lalu pamannya, yang akan menyebabkan beliau hijrah ke Madinah. Allah SWT. mengambil semua tongkat sandaranya. Akan tetapi beliau tidak pernah goyah. Selalu tegak berdiri tidak ada satupun angin topan yang mampu menggoyahkannya. Beliau adalah sosok yang demikian, jelas sayyidina Muadz bin Jabal. Beliau SAW tidak pernah memikirkan keuntungan duniawi dari semua khidmah yang ditunaikannya walaupun sekedar ujung kuku jari. Beliau Saw menjaga idealisme dari awal sampai akhir penunaian tugasnya.
Memancing rasa ingintahu, lalu penguasaan akan apa yang disampaikan kepada masyarakat dan ia harus disampaikan sesuai denga uslub (tata caranya). Jika tidak, hafizanallah (semoga Allah SWT. menjaga kita) seperti yang telah disampaikan dalam berbagai kesempatan, jangan sampai hidangan pencuci mulut disuguhkan diawal jamuan karena jika tidak, anda akan mengacaukan urutannya. Dan bisa jadi, sebagaian besar dari kita, para ustadz yang memberikan ceramah-ceramah, khususnya penceramah yang tidak tahu diri seperti Saya, seringkali membuat kesalahan dalam memilih uslub (tata cara) dalam berdakwah yang menjadikannya dasar utama dari menjauhnya masyarakat dari masjid.
Seperti yang dikatakan ulama-ulama sepuh kita, kamu pembunuh dari beberapa orang? ini maksudnya berapa orang yang karena kesalahan dalam penyampaian ceramahmu, malahan menjauh dari agama, dan membawa dirinya ke kubangan. Ya harus menguasai ilmu untuk bisa menjawab rasa ingin tahu tersebut kemudian perhatian terhadap uslub yang diambil. Lalu keruntutan dalam penyampaian (selangkah demi selangkah). Uslub melengkapi keruntutan. Yakni dari mana akan dimulai tidak bisa semuanya disampaikan dalam satu waktu. Misalnya al-Quran diturunkan selama 23 tahun. Al Quran tidak diturunkan sekaligus dalam bentuk sebuah kitab. Lalu diserahkan kepada Baginda Nabi SAW kemudian beliau pun menerimanya.
Beliau kemudian juga tidak mengatakan : ambil ini, tulis, dan bagi-bagikan biar dibaca dan menjadi insaf. Al Quran diturunkan berangsur-angsur (sesuai runtutan kebutuhannya) selama 23 tahun, sembari merehabilitasi masyarakat, dengan wasilah berbagai peristiwa, yang kita sebut sebagai asbabun nuzul.
Seperti sebuah proyektor, ia menerangi apa makna wahyu yang turun lewat semua peristiwa yang berhubungan dengannya. Sehingga membuatnya dipahami dengan benar. Keruntutan menjadi pengantar dan sebab yang penting dan kini Anda menanyakan tentang penerapan poin-poin tersebut dimasa kini.
Walaupun usaha Saya dalam menjelaskannya masih belepotan menurut Saya sepertinya asas-asas ini tidak berubah dengan kebutuhan masa kini. Mursyid-mursyid dizaman ini pun ketika pergi ke seluruh penjuru dunia, ketika berusaha menggaet orang-orang disekitarnya, dengan istilah bahasa turkinya dimulai dari tetangga disekitarnya. Mereka mengunjungi para tetangga. Lalu mereka juga menciptakan kondisi agar para tetangga juga membuat kunjungan balasan. Menyuguhkan jamuan kepada para tetangga mereka, menciptakan kondisi agar para tetangga juga berkenan menyuguhkan jamuan balasan dengan memanfaatkan beragam wasilah. Dengan membangun jembatan komunikasi dengan istilah eropanya: membangun jembatan dialog; Anda akan berusaha untuk masuk ke hati mereka. Anda akan berusaha menuangkan ilham dari maknawiyah Anda ke dalam hati sanubari mereka. Anda akan menggaet mereka seperti halnya yang telah Anda lakukan dinegara Anda, Anda akan melanjutkannya dinegara-negara lainnya diseluruh dunia.
Dengan memperhatikan kondisi umum masyarakat lokal, yakni dengan membaca secara benar karakter masyarakatnya; dengan membaca secara benar nilai kultur serts lingkungan budaya mereka, dengan memperhatikan hal apa saja yang dapat mempengaruhi mereka menentukan dari titik mana Anda akan memulainya. Berdasarkan titik mulai tersebut Anda mulai menyampaikan pesan Anda dengan runtut, perlahan-lahan, terkadang Anda mungkin akan menghadapi perlawanan. Tanpa menyerah, tanpa putus asa, dengan mengamanahkan usaha ini pada prinsip keruntutan dengan mengatakan: “barangkali waktu matangnya belum tiba, waktu penerimaannya belum datang, karena semua ini ada ditangan Allah SWT.
Karena jikalau demikian, Rasulullah SAW pun jika menginginkan sesuatu, pasti semuanya akan terwujud. Tetapi ternyata tidak demikian. Sosok agung ini diwaktu yang sama juga menampilkan keteladanan yang sangat penting. Allah SWT. karena yang berlaku kepada Baginda Nabi SAW demikian, kemudian seakan berfirman kepada kita: “perhatikanlah! sosok manusia yang paling Aku cintai, barangsiapa yang melihat wajah Rasulullah langsung mengingat Allah SWT.” Sosok yang agung seperti ini pun, Rasulullah SAW menunaikan pesan ini selama 23 tahun, beliau menghabiskan waktunya untuk meyakinkan umat manusia dengan pesan-pesannya dan potret ini adalah contoh keteladanan.
“لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ” Rasulullah adalah uswatun hasanah buat kalian semua. sebagaimana sang uswatun hasanah melakukannya, begitu juga Anda akan melakukannya. Jalan (yang benar) adalah jalannya. metode yang benar adalah metodenya. selain daripadanya hanyalah kesia-siaan.
Semoga Allah SWT menyelamatkan kita dari mengejar hal yang sia-sia.
Wassalam.