Mutiara HatiNutrisi Karakter

Kewajiban Mencari Hakikat dan Tanggung Jawab yang Diemban Setelahnya

Hakikatleri Duyma ve Mesuliyet, Sohbet Atmosferi, s.42-45

 

Apakah mereka yang mengetahui sebuah hakikat nanti akan diminta pertanggungjawaban atas apa yang diketahuinya? Ataukah dengan mengetahui hakikat tersebut berarti dia sudah menunaikan sebagian kewajibannya?

***

Kebodohan adalah hal yang tidak disukai Allah,  Al Quran, dan Islam. Ada pepatah:  “Alhamdulillah aku diciptakan sebagai babi, dan tidak diciptakan sebagai orang bodoh!”. Menurut Islam, bodoh berarti tidak mengetahui Keagungan Allah. Misalnya Abu
Jahal, walaupun ia dikenal sebagai orang yang berbudaya di tengah masyarakatnya, tetapi ia disebut sebagai Abu Jahal  yang berarti Bapak Kebodohan.

***

QS Ankabuut  [29.20] Katakanlah: “Berjalanlah di (muka) bumi, maka perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian Allah menjadikannya sekali lagi. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”  Di ayat ini, kita diperintahkan untuk membaca, mentafakkuri alam, dan menemukan kehidupan kalbu kita.

            Di ayat lainnya, [QS Abasa 80.24] : “maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya.”  Di ayat ini, kita perhatikan bahwa makanan kita yang berasal dari hewan maupun tumbuhan didapatkan atau berasal dari siklus hidrologi, yang notabene menjelaskan bagaimana Allah menganugerahkan air hujan dari langit agar tumbuhan dan hewan dapat tumbuh berkembang. Selain itu juga ada proses fotosintesis yang terjadi saat tumbuhan hijau mensintesa CO2, air, dan sinar matahari yang dijaga oleh Allah lewat siklus karbon, lalu dimakan oleh aneka hewan yang nantinya juga akan dikonsumsi manusia.

Di ayat lainnya, [QS Adz Dzaariyaat 51.22] “Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezkimu dan terdapat (pula) apa yang dijanjikan kepadamu.” Yang turun dari langit tidak hanya hujan, melainkan beragam mineral, angin, dan nikmat lainnya yang mengokohkan kehidupan di bumi. Ketika ditanyakan, untuk apa Allah menciptakan semua hal ini dan harmonisasinya, Allah menjawabnya dalam [QS Abasa 80.32] “untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu.”

***

Al Quranul Karim di banyak tempat banyak sekali menarik perhatian  kita lewat ayat-ayat takwiniyah, dengan maksud memperluas ufuk irfan kita, yang penting peranannya dalam memberikan pencerahan kalbu dan ruh. Mereka yang tidak mengetahui atau mengabaikan ayat-ayat, akan menyia-nyiakan umur kehidupannya, dan di akhirat nanti hanya dapat menikmati kenikmatan surga senyampang ufuk irfannya di dunia. Bahkan ia hanya dapat menatap ‘Wajah Keridhoan Allah’ senyampang ufuk irfannya selama di dunia. Oleh karena itu, tafakkur dan tahlil, membaca Al Quran dan maknanya, serta ketaatan beribadah kepadaNya menjadi sesuatu yang tak boleh kita abaikan

 

***

Imam Gazzali tak bisa dibandingkan dengan manusia kebanyakan. Jika ditimbang, berat ufuk irfan beliau akan membawa timbangannya jatuh, sedangkan kita terbang ke langit (karena terlalu ringannya). Dalam bermuamalah pun demikian. Mereka yang ufuknya sempit, bisa saja melakukan banyak dosa tetapi tidak menerima musibah apapunSedangkan mereka yang ufuk irfannya luas jika berkata: “Apa salahnya saya melihat hal yang haram ini barang sedikit,” walau hanya di dalam kalbunya, ia akan segera mendapatkan tamparan kasih sayang.  Jika ia lupa membaca doa semisal muawwizatayn, ayat kursi, dan ayat terakhir Al Baqarah sebelum tidurmya, maka ia segera mendapatan tamparan kasih sayang baik saat tidurnya maupun saat bangunnya. Wallahu’alam

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You may also like

More in Mutiara Hati