fbpx
Karya Pembaca

KUNCI BERBAIK SANGKA KEPADA ALLAH

Terkadang keputusasaan itu datang ketika kita sedang mengejar impian kita, karena rintangan dan hambatan yang sangat berat untuk dilalui. Bayang-bayang rasa takut yang kerap kali menghantui, berupa persoalan-persoalan hidup yang datang tanpa henti. Menghadapi tekanan hidup yang seringkali menghimpit dada, membuatnya terasa sesak dan membuat pikiran menjadi berat. Ketika dalam kondisi ini banyak orang yang kehilangan arah, seakan-akan jalan keluar itu sudah tertutup rapat, cahaya harapan itu sudah menghilang ditelan gelapnya keputusasaan dan tidak ada satu orangpun yang dapat membantu menyelesaikan.

Sebagai orang yang beriman, justru kita harus lebih peka dalam masalah ini. Karena dalam situasi inilah hubungan kita dengan Allah benar-benar diuji. Sebagian orang ketika berputus asa mengejar apa yang diinginkan, mereka berhenti meminta kepada Allah, berpikir bahwa mereka tidak akan mendapatkan apa yang mereka inginkan. Padahal Allah sangat dekat sekali dengan hambaNya. Senantiasa membuka pintu pengharapan dan taubat kepada para hambaNya. Semua masalah dan kesulitan bagaimanapun bentuknya Allah yang  memegang kuncinya dan Allah pasti akan memberikan jalan keluarnya.

Jika seorang hamba menginginkan kebaikan dari setiap musibah atau masalah yang menimpanya, maka hendaknya dia berbaik sangka kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Akan tetapi ketika seseorang memilih untuk berburuk sangka kepada Allah dan menyalahkan Allah atas musibah yang menimpanya, maka keburukan lah yang akan menghampirinya.

Boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui” (Al Baqarah: 216)

Orang yang masih tetap memohon dan berdoa tanpa adanya rasa putus asa. Hanya mereka lah yang berhak masuk golongan orang yang senantiasa berbaik sangka kepada Allah. Lalu, apa makna berbaik sangka kepada Allah?. Hal ini tidak seperti yang kebanyakan orang pikirkan. Mengenal bahwa Allah Maha penyayang dan mencukupkan diri sampai disitu saja. Hal ini tidaklah cukup. Hal yang pertama kali yang harus dilakukan ketika berbaik sangka kepada Allah Subhanahu Wa Taala adalah mengetahui bahwa ( إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ ) Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, kemudian mengetahui bahwa Allah Maha Penyayang kepada seluruh hambaNya. Karena, ketika ujian datang menghampiri, tiada yang dapat membantu menyelesaikan masalah kecuali semua itu atas izin dan kehendak Allah Subhanahu Wa Ta’ala.  Bahkan orang-orang yang terlihat menyayangi dan mengasihi, mereka tidak akan mampu untuk membantu. jadi, masalahnya bukanlah mereka tidak mengasihi dan tidak menyayangi, akan tetapi mereka tidak bisa menolong maupun membantu. mereka tidak bisa mengangkat kesulitan dan diderita yang dialami. Karena kuasa dan upaya hanya milik Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

….dan ketahuilah, bahwa seluruh makhluk (di dunia ini), seandainya pun mereka bersatu untuk memberikan manfaat (kebaikan) bagimu, maka mereka tidak mampu melakukannya, kecuali dengan suatu (kebaikan) yang telah Allah tuliskan (takdirkan) bagimu, dan seandainya pun mereka bersatu untuk mencelakakanmu, maka mereka tidak mampu melakukannya, kecuali dengan suatu (keburukan) yang telah Allah tuliskan (ditakdirkan) akan menimpamu, pena (penulisan takdir) telah diangkat dan lembaran-lembarannya telah kering.” (HR At Tirmidzi).

Seperti halnya Nabi Zakaria Alaihissalam dan istrinya sudah memasuki usia senja, belum juga dikaruniai seorang anak. beliau khawatir terhadap keadaan kaumnya sepeninggalnya. Karena tidak ada lagi yang akan melanjutkan dakwah beliau. Apakah Nabi Zakaria Alaihissalam berputus asa? Tentu sama sekali tidak. Nabi Zakaria Alaihissalam, siang dan malam terus berdoa dan memohon kepada Sang Pemilik alam semesta. Karena hanya kepadaNya lah harapan satu-satunya. Dia yang mengatur hidup dan mati, mengatur rezeki para makhlukNya. Tiada yang mustahil ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala sudah berkehendak. Akhir cerita Allah menghadiahkan seorang anak yang soleh sekaligus seorang Nabi yang diberi nama Yahya. Dimana kelak Nabi Yahya Alaihissalam lah yang akan melanjutkan misi dakwah ayahnya.

Sebagaimana dikisahkan di dalam buku Al-lama’at tentang kisah Nabi Yunus Alaihissalam, yang dimana seluruh alam semesta sepakat untuk menyerang beliau. Ditelan oleh ikan raksasa, berada dalam gelapnya malam, berada dalam cengkaman lautan dan badai yang sedang menggila. Dalam logika manusia, tidak ada seorangpun yang mampu menyelamatkan beliau. Kecuali, Tuhan yang menguasai lautan, ikan besar, badai dan alam semesta ini. Nabi Yunus Alaihissalam tidak berputus asa, Karena dia tahu bahwa Allah sedang mendidiknya dengan kesabaran agar mental dakwahnya kelak semakin kuat, agar hubungannya dengan Allah semakin erat dan Allah pasti akan menyelamatkannya bagaimanapun kondisinya, karena Allah lah yang berkuasa atas segala sesuatu.

Begitulah keadaan nabi Yunus Alaihissalam.  didalam perut ikan Nun, dalam gelap yang mencekik hingga ke uluh hati, dia mengisi kelemahannya dengan menekuni hari-harinya dan mengaku telah berbuat aniaya. Beliau selalu berbaik sangka kepada Sang Pemilik Alam Semesta, memasrahkan semua keadaanya kepada Rabbul Jalla jalaluh, tidak akan pernah berputus asa. Berdoa dengan Takzim dan Syahdu. Indah dan Mesra. Akrab dan hormat. Pada Akhirnya Allah menyelamatkannya dari bahaya yang menimpanya. Dan memberikannya kabar gembira bahwa umatnya telah bertaubat dan beriman kepada Allah Ta’ala.

Sepeninggal Abu Thalib dan Khadijah Radhiyallahu anha, gangguan kaum Quraisy terhadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam semakin meningkat. Rasulullah akhirnya memilih melanjutkan dakwahnya ke Thaif. Namun apa yang terjadi? Masyarakat thaif mencemooh, budak-budak dan anak-anak kecil diturunkan untuk menghina beliau, dan beliau dilempari dengan batu sampai membuat beliau terluka. Malaikat penjaga gunung menawarkan diri untuk menimpakan dua gunung besar kepada masyarakat Thaif. Tapi, beliau memilih memaafkan mereka dan mendoakannya. Semoga suatu saat nanti anak cucu mereka beriman kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

Betapa mulianya akhlak beliau, tidak ingin membalas keburukan dengan keburukan. Terlebih beliau memilih untuk mendoakan kebaikan kepada mereka. Inilah kekuatan husnuzan yang kuat dari Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam. Karena Rasulallah yakin Allah Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu dan hanya Allah lah yang mampu membolak balikkan hati para hambanya.

Jadi, kunci beriman dan berbaik sangka kepada Allah adalah mengetahui bahwa tidak ada satupun baik di bumi maupun dilangit yang dapat melampaui kekuatan dan kekuasaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Ikatlah keyakinan dan kebenaran ini di dalam hati.  Perkara ini tidak bisa dipelajari, dibaca dalam buku atau dipelajari di sekolah-sekolah atau ditemukan di dalam ceramah-ceramah.  Karena perkara ini adalah murni kekuatan dan ikatan hati seorang hamba dengan Tuhan pemilik alam semesta ini.

Sesungguhnya Allah Maha berkuasa atas segala sesuatu ini adalah kunci terbesar dalam beriman kepada Allah. Kunci utama dalam berbaik sangka kepada Allah. Jika keyakinan ini sudah terpatri di dalam hati seseorang. Jika keyakinan bahwa Allah yang punya kuasa atas segala sesuatu. Pada saat itu, apapun dan kapanpun kesukaran dan ketakutan datang menghampiri, kesulitan dan rintangan. ingatlah! Allah akan mengangkat semuanya dan melimpahkan rahmat dan keberkahan Nya.

“Atau seperti orang yang melewati suatu negeri yang (bangunan-bangunannya) telah roboh hingga menutupi (reruntuhan) atap-atapnya, dia berkata, “Bagaimana Allah menghidupkan kembali (negeri) ini setelah hancur?” Lalu Allah mematikannya (orang itu) selama seratus tahun, kemudian membangkitkannya (menghidupkannya) kembali. Dan (Allah) bertanya, “Berapa lama engkau tinggal (di sini)?” Dia (orang itu) menjawab, “Aku tinggal (di sini) sehari atau setengah hari.” Allah berfirman, “Tidak! Engkau telah tinggal seratus tahun. Lihatlah makanan dan minumanmu yang belum berubah, tetapi lihatlah keledaimu (yang telah menjadi tulang belulang). Dan agar Kami jadikan engkau tanda kekuasaan Kami bagi manusia. Lihatlah tulang belulang (keledai itu), bagaimana Kami menyusunnya kembali, kemudian Kami membalutnya dengan daging.” Maka ketika telah nyata baginya, dia pun berkata, “Saya mengetahui bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah [ 2 ] : 259 ).

Wallahu Ta’ala A’lam.

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Dapatkan artikel baru setiap saat!    Yees! Tidak Sekarang