Karya: Cemil Tokpınar
Di hari ketika agenda duniawi dan politik membuat sibuk banyak orang, tanpa disadari kita semakin dekat dengan bulan Ramadhan. Kami berharap kita dapat memahami urgensinya dan menghidupkan kembali Malam Nisfu Sya’ban pada jumat malam ini sebagai pelita terakhir dari tiga bulan suci yang penuh berkah sebelum memasuki bulan Ramadhan.
Di malam ini terdapat kesempatan untuk meraih ampunan dan magfirah universal. Untuk itu, mari kita memahami nilai dan urgensi dari malam ini untuk kemudian menyambutnya dengan beragam persiapan beberapa hari sebelumnya seperti berpuasa serta merencanakan program ibadah semalam suntuk di malam tersebut dan berpuasa di pagi harinya. Karena negara kita dan dunia Islam sedang menggeliat dalam beragam masalah serius, maka malam-malam penuh fadilah dengan puluhan ribu keutamaan ini merupakan kesempatan yang tak ternilai harganya.
Aku mempunyai kebiasaan yang mungkin terdengar aneh bagi sebagian orang. Yang pertama kali saya lihat ketika kalender baru datang adalah mengecek hari-hari penuh berkah bertepatan dengan tanggal dan bulan apa. Jika keesokan hari setelah malam penuh berkah ini adalah hari libur, saya akan bergembira. Kebetulan keesokan hari setelah malam nisfu sya’ban pada tahun ini adalah hari sabtu. Jadi saya memiliki kesempatan untuk menghidupkan malam nisfu sya’ban hingga pagi tiba.
Malam Takdir
Terkait malam ke-15 bulan Sya’ban atau disebut juga dengan istilah Lailatul Bara’ah, Allah SWT berfirman:
“Demi Kitab (Al Quran) yang menjelaskan, sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah” (QS Ad-Dukhan: 2-4).
Beberapa ulama menyatakan bahwa malam yang dimaksudkan dalam ayat ini adalah lailatulqadar, sedangkan sebagian lagi berpendapat bahwa malam yang dimaksud adalah nisfu sya’ban. Jika digunakan metode jam’ur riwayat, yaitu mengumpulkan beberapa riwayat lain dan berusaha memberi jalan tengah pemahaman, maka pernyataan ulama bahwa takdir dan ketetapan Allah diputuskan serta dicatat di malam Nisfu Sya‘ban bisa dibenarkan.
Dari Ibnu Abbas, “Sungguh Allah menetapkan putusan dan takdir pada malam Nisfu Sya‘ban dan menyerahkannya pada para pengampunya pada malam Lailatul Qadar”.
Menurut Ibnu Abbas r.a., dipisahkannya pekerjaan penuh hikmah yang satu dengan pekerjaan hikmah lainnya berarti:
- Semua peristiwa yang akan terjadi dari tahun ini hingga tahun depan ditulis satu demi satu pada buku catatan takdir oleh malaikat.
- Hal-hal seperti rezeki, ajal, kekayaan, kemiskinan, kematian, kelahiran dicatat selama periode waktu ini. Bahkan jumlah orang yang akan berhaji pada tahun tersebut pun ditetapkan pada periode waktu tersebut. Nasib setiap orang dan segala sesuatu yang akan terjadi di tahun itu dicatat pada periode ini (Khulasatul Bayan, 13:5251).
“Adakah orang yang meminta ampun di malam ini?”
Malam ini disebut sebagai lailatul bara’ah karena orang-orang yang beriman berharap untuk menyucikan dirinya dari kotoran dosa serta memperoleh ampunan dan magfirah dari Sang Pencipta.
Terdapat beberapa hadis di mana Baginda Nabi memberikan perhatian khusus pada beragam berkah dan keutamaan dari Malam Nisfu Sya’ban:
“Berjagalah kalian dalam keadaan beribadah ketika malam kelima belas bulan Sya’ban datang. Berpuasalah pada siang harinya. Setelah matahari pada malam itu terbenam, Allah melalui rahmat-Nya akan termanifestasikan dan bertajali ke langit dunia dan berseru:
‘Adakah orang yang meminta ampunan-Ku di malam ini, niscaya mereka akan Aku ampuni dan Aku maafkan. Adakah orang yang meminta rezeki-Ku di malam ini, niscaya mereka akan Aku beri rezeki. Adakah orang yang meminta pertolongan dari musibah yang menimpanya di malam ini, niscaya mereka akan Aku beri kesehatan dan afiyah.’ Begitulah keadaannya hingga pagi tiba.” (HR Ibnu Majah, Iqamah: 191).
Pada suatu malam nisfu Sya’ban, Sayyidah Aisyah yang terbangun tidak menemukan Nabi SAW di sampingnya. Ummul Mukminin Aisyah kemudian bangun dan keluar untuk mencari beliau. Ia akhirnya menemukan Sang Rasul di pemakaman Jannatul Baqi.
Nabi SAW kemudian menjelaskan keutamaan Lailatul Bara’ah kepada istrinya yang mulia:
“Sesungguhnya (rahmat) Allah Tabaraka wa Taaala turun ke langit dunia pada malam Nisfu Sya’ban. Dia kemudian memberi ampunan bagi beberapa orang yang jumlahnya lebih banyak dari jumlah bulu domba milik bani Kalb” (HR Tirmizi, Saum: 39).
Ungkapan “bulu domba” di sini merupakan kinayah dari jumlah yang sangat banyak. Jadi, Allah SWT pada malam ini akan mengampuni semua hamba-Nya yang dengan tulus menginginkan maaf dan pengampunan. Ampunan akan diberikan selama seorang hamba memenuhi syarat-syarat tobat dan istigfar serta melakukannya dengan benar.
Siapa Saja Yang Tidak Akan Dimaafkan pada Malam Ini
Siapa saja yang tidak mendapatkan ampunan pada malam ini dijelaskan dalam beberapa hadis berikut ini:
“Allah memandang semua makhluk-Nya pada malam Nisfu Sya‘ban kemudian mengampuni dosa mereka kecuali dosa musyrik dan dosa kemunafikan yang menyebabkan perpecahan dan permusuhan” (HR Imam At-Thabrani dan Ibnu Hibban dari Mu‘adz bin Jabal).
“Malam ini telah dibukakan 300 pintu rahmat dan pintu ampunan. Allah SWT mengampuni dosa sekalian orang yang tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu. Kecuali seorang ahli sihir, tukang ramal, orang yang suka bermusuhan, orang yang suka mengadu domba, pemabuk, orang yang durhaka pada kedua orang tuanya, dan orang yang memutuskan silaturahim. Mereka tidak akan diampuni Allah.” (Ibnu Majah, iqamah: 191).
“Terdapat Ganjaran 50 Tahun Ibadah Bagi Mereka yang Menghidupkan Malam Nisfu Sya’ban”
Ustaz Badiuzzaman dalam surat yang ditulis untuk murid-muridnya menceritakan tentang keutamaan malam Nisfu Sya’ban sebagai berikut:
“Lailatul Bara’ah ibaratnya sebuah benih suci dari satu tahun yang komplit. Dari segi di mana ia merupakan masa diprogramkannya takdir umat manusia, nilainya setara dengan kesucian Lailatul Qadar. Apabila setiap kebajikan yang dikerjakan di Lailatulqadar memiliki nilai ganjaran sebesar tiga puluh ribu, setiap amal saleh yang dikerjakan di Lailatul Bara’ah dan setiap huruf Al-Qur’an yang dibaca memiliki nilai ganjaran sebesar dua puluh ribu. Apabila di waktu lain kebajikan yang dilakukan dibalas dengan 10 pahala, pada syuhuru tsalatsah (tiga bulan suci) ganjarannya naik menjadi seratus bahkan seribu. Pada malam-malam suci yang terdapat dalam bulan suci ini ganjarannya akan naik lagi menjadi sepuluh ribu, dua puluh ribu, atau hingga mencapai tiga puluh ribu. Beribadah di malam-malam yang mulia ini nilainya setara dengan beribadah selama lima puluh tahun. Untuk itu, ia harus dihidupkan dengan membaca Al-Qur’an, beristighfar, dan salawat sebanyak mungkin. Beribadah di Lailatul Bara’ah akan memberikan seorang ahli iman lima puluh tahun umur ibadah.” (Syualar, Syua ke- 14).
Bagaimana cara menghidupkan malam yang mulia ini?
Sebisa mungkin malam-malam yang penuh berkah ini dihidupkan dengan ibadah semalam suntuk hingga pagi tiba. Aktivitas ibadah yang dikerjakan seorang diri akan memudahkan nafsu dan setan menghembuskan kantuk dan mengganggu semangat kita. Oleh karena itu, sebaiknya ia dihidupkan dengan berkumpul di masjid atau suatu majelis ilmu bersama para sahabat terdekat. Dengan demikian, para peserta bisa saling memotivasi. Mereka juga bisa saling bahu-membahu dalam menyelesaikan pembacaan doa-doa.
Seperti yang telah disebutkan dalam artikel sebelumnya, ada lima ibadah penting yang dapat dilakukan pada malam-malam ini:
- Bertobat dan beristigfar: Tobat dan istigfar yang paling singkat adalah “Astaghfirullah wa atubu ilaih…” Ada juga istigfar-istigfar lainnya yang lebih panjang lagi beragam variasinya.
- Membaca Al-Qur’an: Khususnya surat-surat pilihan seperti Yasin, Al-Fath, Ar-Rahman, Al-Mulk, An-Naba, dan sebagainya.
- Mendirikan salat: Di samping menunaikan salat fardhu secara berjamaah, mari kita tunaikan juga salat sunah awwabin, tahajud, tobat, tasbih, dan hajat.
- Membaca salawat kepada Rasulullah sebanyak-banyaknya.
- Berdoa: Membaca doa yang terdapat pada Al-Qur’an dan hadis, jausyan, doa-doa yang dibaca wali-wali agung, serta menyampaikan munajat dari lubuk hati kita yang paling dalam.
Berpuasa di pagi harinya sangatlah utama. Waktu puasanya bukanlah sehari sebelum datangnya malam nisfu sya’ban, melainkan keesokan harinya.
Diterjemahkan dari: https://www.tr724.com/berat-af-ve-kader-gecesi/