Bagi sebagian orang, memeluk Islam dan menjalankan tugas sucinya adalah sama seperti proses pertumbuhan pohon bambu. Mungkin ada yang bertanya-tanya, kenapa dan bagaimana bisa? Kita dapat dengan baik menjawab pertanyaan ini dengan memperhatikan langsung bagaimana pohon bambu itu tumbuh dan berkembang. Pertama, benihnya ditabur, disirami dan diberikan pupuk. Tidak ada perubahan yang bisa diamati pada benih tersebut selama satu tahun pertama. Kemudian benih disirami dan diberikan pupuk lagi. Hasilnya tetap sama, benih bambu itu tetap tidak muncul ke permukaan selama tahun keduanya. Langkah yang sama terus diulangi pada tahun ketiga dan keempat, benih bambu terus disirami dan diberikan pupuk, tapi ia tetap pada kondisinya semula, tidak ada tanda-tanda pertumbuhan padanya.
Sang petani tetap lanjut memberikan penyiraman dan pupuk yang cukup dengan kesabaran tinggi selama menjalani tahun kelima bambunya. Hingga pada akhirnya, menjelang akhir tahun kelima, bambu tersebut mulai tumbuh dan muncul ke permukaan, dan dalam waktu yang sangat singkat, yaitu sekitar enam minggu, ketinggiannya mencapai 27 meter. Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah, manakah yang lebih tepat dan lebih diterima akal, bambu itu tumbuh dan berkembang hingga mencapai ketinggian 27 meter dalam waktu hanya enam minggu atau lima tahun? Jawaban untuk pertanyaan ini adalah, sudah barang tentu lima tahun. Jika saja benih tidak disirami dan diberikan pupuk selama lima tahun, jika saja kesabaran dan ketekunan yang tinggi tidak diterapkan, mestinya kita sama sekali tidak membicarakan tentang pertumbuhannya, alih-alih bambu tersebut tidak menemui wujudnya. Oleh karena itu, masa tunggu selama lima tahun diisi dengan perlakuan perlahan tapi pasti, yaitu dengan terus memberikan makanan bagi unsur kimia dan fisika yang terkandung dalam tanah, terus menyirami, serta membiarkan matahari menghangatkan benih yang selanjutnya membentuk embrio dari bambu tersebut.
Tentu saja, hal ini tidak bisa terjadi secara spontan. Bisa dipastikan itu terjadi dan terus terjadi karena adanya Yang Maha Pemberi Sebab, Allah SWT, yang telah membawa sebab-sebab tersebut bersama-sama dan memberikan urutan waktu tumbuhnya. Dialah yang telah memberikan nafas kehidupan yang menyebabkan benih bambu tersebut tumbuh.
Beberapa kepribadian mirip dengan bambu ini: sangat keras, kasar, mereka menunggu, menciptakan satu masa tunggu, yang namun pada akhirnya mereka menebus keterlambatannya dengan sangat cepat. Periode ini bisa berlangsung 3 sampai 30 tahun, mereka menunggu yang lain, atau pun barangkali mereka sedang menunggu dirinya sendiri. Mereka menyerap airmata kita, usaha dan keringat kita, seperti halnya vacuum yang tiada hentinya. Hingga waktu yang tepat datang dan mereka muncul dengan kecepatan tinggi yang bahkan bisa melangkahi mereka yang di depan. Sama seperti atlet, begitu dia mendekati garis finish, usahanya yang begitu besar sudah cukup untuk menutupi berbagai jarak dan mereka pun menyelesaikan lomba sebagai yang pertama.
Tingkat kelamaan seseorang menunggu orang lain atau orang tersebut menunggu dirinya sendiri sebelum menerima kebenaran adalah tergantung pada keinginan, karakter dan situasi yang sedang dijalani. Sudah barang tentu, bahwa karakter memainkan perannya di sini. Jika seseorang tidak dididik dengan apa yang mereka butuhkan dimana hal itulah yang menjadi dominan dalam karakternya, mereka tidak merasakan kepuasan. Sebagai contoh, jika karakter dominan seseorang adalah sebagaimana dicerminkan oleh asma Allah, Yang Maha Mengasihi dan Maha Mencintai, sebelum mereka bisa menerima sesuatu atau mengundang yang lainnya ke hati mereka, mereka membutuhkan dan mendambakan kasih sayang. Inilah kunci mereka untuk membuat perubahan. Mereka hanya akan mengalah ketika kasih sayang sudah cukup ditunjukkan bagi mereka. Sebaliknya, jika tidak, maka mereka tidak akan menyerah.
Ini bisa diamati dari konversi sebagian orang ke Islam. Kadang ada kejutan yang luar biasa, setelah waktu berinvestasi yang lama, orang tersebut memeluk Islam hanya dengan hal-hal yang sepele. Sebuah permasalahan kecil sanggup menyebabkan perubahan yang besar ini, dan itu bukanlah keharusan kita untuk mengetahui apa kuncinya. ​Fokus perhatian kita hanya untuk melanjutkan investasi, terus menyirami dan memberi makan, serta memeliharanya dengan menampilkan pokok-pokok ajaran agama kita. . .
Hampir bisa dipastikan, diantara mereka yang pertama sekali melaksanakan aksi-aksi tersebut adalah mereka yang telah mengeluarkan tenaga yang besar dan banyak mengalami penderitaan. Terdapat banyak pahlawan tanpa tanda jasa, merekalah yang telah menyirami benih masa depan dengan air mata dan kucuran keringat dari pundak mereka. Orang-orang tersebut tidak disebutkan dimana-mana, mereka tidak pernah didengarkan keberadaannya. Mereka tidak beristirahat, mereka tidak menghabiskan waktu hanya sekedar untuk mencium aroma bunga atau memakan buah usahanya, mereka hanya melakukannya demi Allah semata. Sebuah pergerakan kecil dengan usaha yang ringan terkadang bisa membuahkan hasil, namun tidak hanya orang yang memetik buah yang akan mendapatkan penghargaan. Semua yang terlibat dalam proses pertumbuhan pohon dan mematangkan buah akan diberikan penghargaan. Allah Yang Maha Adil dan Maha Bijaksana tidak menghukumi hanya dengan penampilan fisik saja, Dia menghukumi berdasarkan esensi dan realitasnya. Dengan alasan ini, Dia tidak membiarkan serta mengabaikan siapa pun, Dia tidak melupakan apapun, Dia memberikan imbalan atas usaha yang dilakukan setiap orang dengan adil.
Penduduk Makkah yang menjadi Muslim setelah Penaklukan Makkah pada 11 Januari 630 M atau bertepatan dengan 20 Ramadhan 8 H adalah sejalan dengan bambu Islam. Nabi mengajak mereka beriman selama 13 tahun di Makkah, yaitu dari tahun 610 sampai 622. Dia menyirami hati mereka dengan air mata sucinya dan keringat dari keningnya. Kemudian, dia menunggu di Madinah dengan penuh kesabaran selama delapan tahun. Pada akhirnya, di tahun 630, yaitu berselang 21 tahun dari awal mula kenabian, di dalam hati keras mereka yang telah dipelihara dan disirami oleh Nabi dan para sahabat yang mulia dengan usaha dan semangat pantang menyerah, benih keimanan mulai tumbuh, bercabang dan bunganya bermekaran hingga menghasilkan buah. Sudah dikatakan bahwa bambu membutuhkan waktu lima tahun untuk tumbuh, tapi orang-orang yang semula tidak beriman tersebut membutuhkan hampir 21 tahun untuk tumbuh berkembang. Alhamdulillah mereka mulai tumbuh dan bisa mempelajari Islam langsung dari Nabi.
Sebagai kesimpulan, kita menuai apa yang kita tanam. Kita tidak seharusnya memposisikan diri sebagai orang yang mengumpulkan buah, itu bukanlah peran kita. Kita adalah orang yang harus merawat benih dan menyiraminya penuh kasih sayang. Memberikan usaha dan meluangkan waktu untuk membimbing orang lain ke jalan yang benar akan membuat Allah ridha, inilah yang seharusnya menjadi pokok tujuan kita. Mereka yang dipersiapkan untuk menunggu orang-orang agar menjadi matang, yaitu selama 21 tahun, dengan penuh kesabaran berharap menaklukkan hati untuk membawa mereka ke jalan yang benar yang sesungguhnya merupakan usaha mengikuti jalan Nabi, jalan memberikan penerangan dan ajakan. Seseorang yang beranjak dari perjalanan ini tanpa adanya kesabaran akan sia-sia belaka.