
MASA DEPAN DAN KEWAJIBAN KITA
Masa Depan dan Kewajiban Kita
Tanya: “Di antara perubahan di masa depan, suara yang paling tinggi dan paling lantang akan berupa suara Islam”. Usaha apa yang harus kita kerjakan agar pernyataan ini dapat terwujud?
Jawab: Sebelum hal lainnya, marilah kita berdoa kepada Allah SWT agar umat Nabi Muhammad tidak menanti lebih lama lagi dan semoga nikmat ini segera dianugerahkan-Nya kepada kita. Terkait permasalahan ini, di satu sisi merupakan tugas bagi seorang hamba, di sisi lainnya merupakan keharusan dari perwujudan sifat Rububiyah Allah SWT. Kita akan berusaha menjawab pertanyaan ini dari sisi kedua.
Pertama-tama, di antara perubahan di masa depan, suara yang paling tinggi dan paling lantang akan berupa suara Islam merupakan kabar yang disampaikan Allah SWT di dalam al Quran. Dalam sebuah ayat yang mulia, Allah SWT berfirman bahwasanya nikmat yang dianugerahkan-Nya kepada Nabi Daud dan Sulaiman juga akan dianugerahkan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW. Allah berfirman:
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الأرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى
“Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman dan yang mengerjakan kebajikan, bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh, Dia akan meneguhkan bagi mereka dengan agama yang telah Dia ridhai (QS An Nur 24:55).
Ini adalah aturan Ilahi. Demikianlah, terkait permasalahan tersebut, ketika hal-hal yang diinginkan Allah dapat kita penuhi, suara teragung dan terlantang yang akan terdengar dalam perubahan-perubahan masa depan akan berupa suara Islam. Ayat mulia lain yang menguatkan makna tersebut di antaranya adalah:
يُرِيدُونَ أَن يُطْفِـُٔوا۟ نُورَ اللَّهِ بِأَفْوٰهِهِمْ وَيَأْبَى اللَّهُ إِلَّآ أَن يُتِمَّ نُورَهُۥ وَلَوْ كَرِهَ الْكٰفِرُونَ
”Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, tetapi Allah menolaknya, malah berkehendak menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang kafir itu tidak menyukai (QS at Taubah 9:32).
Tanpa bersandar pada asas yang kokoh, dengan slogan kosong yang hanya bergulir di lidah, mereka berusaha memadamkan Islam ad dinul mubin (Islam, agama yang jelas). Allah sama sekali tidak mengizinkan hal itu untuk terjadi. Walaupun orang-orang kafir tidak menyukainya, kehendak Allah adalah menyempurnakan cahaya-Nya walaupun mereka ingin memadamkannya dengan segenap daya, upaya, gagasan, dan ungkapan.
Allah SWT, mengirimkan Sang Habibi SAW dengan hidayah-Nya yang murni, dengan asas-asas yang akan mengeluarkan umat manusia menuju cahaya, dengan agama yang benar dan sangat cocok dengan fitrah manusia, serta dengan prinsip-prinsip yang cocok dengan agama, tabiat, dan syariat fitriah. Allah mengirim dan di waktu yang sama menjaganya. Allah pun melanjutkan penjagaan-Nya. Sebagaimana bintang-bintang lenyap setelah terbitnya matahari, ketika pemiliknya telah merentangkan sayap agungnya, agama ini dengan maknanya yang hakiki akan mengalahkan segala macam ideologi. Dengan istilah lain, saat Allah mengecambahkan benih di suatu tempat, saat Allah menyiapkan telur-telur untuk dierami dan kemudian menetaskan anak-anak ayam, Allah akan menjaga mereka dari kekuatan-kekuatan jahat. Penjelasan lain dalam makna yang sama terdapat pada ayat mulia lainnya:
هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ
“Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar, untuk memenangkannya di atas segala agama meskipun orang-orang musyrik membencinya” (QS Ash Shaf 61:9)”.
Suatu hari Baginda Nabi SAW bersabda, ”Seandainya aku bisa menyaksikan saudara-saudaraku!”. Para sahabat dengan sedikit heran bertanya kepada Baginda Nabi, ”Ya Rasulullah, bukankah kami adalah saudara-saudaramu?”. Baginda Nabi menjawab, ”Kalian adalah sahabat-sahabatku, saudara-saudaraku belum datang, mereka akan datang setelahku…”[1]. Dari sini dapat dipahami bahwasanya Allah SWT akan menganugerahkan kemuliaan-kemuliaan yang setara baik kepada umat terdahulu maupun untuk umat yang akan datang kemudian.
Di hadits lainnya, Baginda Nabi bersabda, “Jihad dimulai denganku dan akan berlanjut hingga datang hari pertempuran umat terakhirku dengan Dajjal.”[2] Dari hadits ini dapat dipahami bahwa umat terakhir yang memanggul kewajibannya kepada Allah di pundaknya akan menjunjung tinggi agama ini. Mereka akan melawan orang-orang yang mengingkari keilahiatan Allah, orang-orang yang mengaku sebagai nabi, orang-orang yang menentang kenabian, baik dari kalangan orang-orang lugu maupun dari kalangan mereka yang telah keluar dari agama. Dengan demikian, representasi agama ini sekali lagi akan berlanjut dengan kecemerlangannya. Ya, Baginda Nabi lewat haditsnya membahas tentang adanya kumpulan orang yang akan terus mendukung agama ini hingga datangnya hari kiamat. Tidak bisa dibayangkan jika orang-orang yang demikian tidak ada. Komunitas itu mungkin di suatu periode waktu tertentu melemah, tetapi seiring berjalannya waktu kekuatan mereka akan kembali terpulihkan. Mereka akan memikul agama ini hingga sangkakala kiamat dibunyikan.
Jika kita melihat semua sisi tersebut, di tengah-tengah terjadinya pergolakan masa depan, akan nampak bahwa suara Islam akan menjadi suara yang teragung dan terlantang, keadaan yang ada saat ini pun seakan membenarkan dan mengonfirmasinya. Kita telah menjadi saksi terurai dan mundurnya dunia Islam di abad ke-18 hingga abad 19. Angin topan nilai-nilai asing betul-betul bertiup kencang dan orang-orang kita selangkah demi selangkah menjauhi nilai-nilai mulianya sendiri. Ada banyak intelektual yang menganggap tindakan menjauhi agama sebagai kemuliaan dan kebajikan. Sedangkan sisanya, yaitu mereka yang terpengaruh oleh intelektual-intelektual itu sayangnya kemudian terperangkap oleh perasaan rendah diri dan lebih memilih untuk mengikuti langkah para intelektual tersebut. Akan tetapi, di seperempat akhir abad ke-20, kita melihat kecemerlangan dari sebagian kilatan cahaya menuju arah kita. Orang-orang beriman sekali lagi bersatu dan bangkit untuk melawan ateisme dan keingkaran terhadap keilahiatan Allah. Kaum muslimin yang ada di masa ini bukan lagi sosok seperti kaum muslimin di abad 18-19. Kaum muslimin di masa ini, walaupun sendirian, mereka memiliki iradat, merasa kuat, dan memiliki harapan untuk memanggul tugas dakwahnya Baginda Nabi SAW.
Penjelasan saya adalah salah satu sisi dari permasalahan yang sedang kita bahas. Sisi lainnya adalah sebagai berikut: Kita memiliki kewajiban untuk menghidupkan Islam yang menjadi garansi kebahagiaan kita di dunia dan akhirat. Inilah yang disyaratkan oleh keikhlasan kepada kita. Kewajiban kita adalah menunaikan tugas, sedangkan untuk hasilnya kita tidak memiliki ruang untuk ikut campur. Kita tidak bisa mengetahui apa saja yang terjadi dan diperdebatkan di alam malaikat. Baginda Nabi bersabda, ”Saya bangun pada suatu malam dan salat semampu saya, kemudian saya mengantuk dan merasa berat. Tiba-tiba Rabb-ku muncul dalam bentuk yang sebaik-baiknya dan berfirman: Wahai Muhammad, tahukah kamu tentang apa para malaikat itu berdebat? Aku menjawab: Tidak, Ya Rabb. Kemudian tangannya diletakkan di antara dua bahuku, aku merasakan kesejukan di antara dua belikat atau di dadaku. Peristiwa itu terjadi di antara waktu magrib dan isya. Setelahnya, aku jadi mengetahui segala macam hal. Kemudian datang suara: ”Wahai Muhammad!” Aku jawab: ”Aku dengar dan aku taat, wahai Tuhanku”. Dia melanjutkan firman-Nya: ”Saat ini apakah kamu tahu hal apa saja yang diperdebatkan di alam malaikat?” Aku menjawabnya: ”Derajat dan kafarat, berjalanlah menuju jamaah dan masjid, mengambil wudu dengan sempurna walaupun kondisinya amat sulit, dan tentang menantikan salat dengan penuh semangat setelah menunaikan satu waktu salat.” Barangsiapa yang mengerjakannya, ia akan hidup dalam kebaikan, mati di dalam kebaikan, dia akan disucikan dan dibersihkan dari beragam kesalahan dan dosa, seperti bayi yang baru dilahirkan oleh ibunya.”[3]
Seorang manusia akan menunjukkan gairahnya untuk mati di jalan Allah dan dalam semangat tersebut ajal akan menemuinya sehingga ia pun bisa bertemu dengan Tuhannya. Mereka yang melewati kuburnya tidak akan lewat tanpa mengirimkan pahala surat Al-Fatihah untuknya. Balasan dari derajat yang diraihnya tersebut akan diberikan di akhirat. Sedangkan orang lainnya mungkin tidak bisa selamat sepenuhnya dari dosa-dosa. Akan tetapi, sedari awal ia bagaikan bara dari api unggun, ia memeluk erat agamanya, ia mungkin akan kehilangan pangkat dan jabatannya, perniagannya mungkin akan merugi, beberapa di antaranya mungkin akan menerima perlakuan buruk. Walaupun demikian, ia tetap memegang erat agamanya dengan sisa kekuatan yang dimilikinya. Ia tidak sekali-kali berkenan untuk melepaskan agamanya begitu saja. Terkait mereka, pembahasannya juga akan dilakukan oleh Allah dan para malaikatnya. Baik kita ketahui ataupun tidak, itulah yang akan terjadi. Kewajiban kita adalah berusaha dan berikhtiar sebaik-baiknya. Itulah tugas kita satu-satunya.
Diterjemahkan dari artikel berjudul “Istikbal ve Bize Dusen” di buku Bahar Nesidesi, hlm. 161-165
[1] HR Muslim, bab taharah, 39; HR Nasai, bab taharah, 113
[2] HR Abu Daud, Jihad 35
[3] HR Tirmizi, bab tafsirul quran, surat Shad