Persahabatan di Dunia Akan Berlanjut Hingga ke Akhirat
Dalam menafsirkan dan menjelaskan ayat tentang sahabat, “Teman-teman karib (di dunia) pada hari itu saling bermusuhan satu sama lain, kecuali mereka yang bertakwa.” (az-Zukhruf, 43:67), penafsir terkenal Qurtubi mengisahkan kejadian berikut dalam Ath-Tha’labi:
Alkisah, ada dua pasang sahabat. Pasangan sahabat yang sama-sama kafir dan pasangan sahabat yang sama-sama beriman.
Hari itu, salah seorang dari pasangan sahabat yang beriman meninggal dan dia mendapat isyarat bahwa dia berhak masuk surga.
Meskipun sudah meninggalkan sahabat karibnya di dunia, dia masih terus mengingatnya, dia berkata:
‘Ya Allah, si fulan adalah sahabat bagiku. Dia menyuruhku untuk menaati-Mu dan Nabi-Mu dan dia melarangku mempunya niat jahat kepada orang lain, dia selalu mengingatkanku akan kabar gembira bahwa aku akan kembali kepada-Mu. Ya Allah, jangan biarkan dia tersesat setelah aku meninggalkannya dan berikan dia rahmat dan nikmat yang Engkau berikan kepadaku. Biarkan dia mendapatkan nikmat-Mu sama seperti aku mendapatkan nikmat-Mu.’
Kemudian, sahabat karibnya yang mukmin meninggal dan jiwa mereka bertemu dan mereka pun diisyarati: ‘Hendaklah masing-masing dari kalian saling bercerita tentang apa yang ingin kalian ceritakan satu sama lain.’ Keduanya menunjukkan kerinduan yang mendalam dan mereka sangat bahagia karena dapat bertemu satu sama lain. Allah pun berfirman, ‘Sungguh baik persaudaraan kalian! Sungguh baik pertemanan kalian! Sungguh baik kedekatan kalian!
Di sisi yang lain, kisah sepasang sahabat yang kafir berlanjut. Hari itu, salah satu dari sahabat ini juga meninggal dunia, dan sang kafir mendapat kabar bahwa ia akan dilempar ke neraka. Dia pun juga mengingat sahabatnya di dunia dan berkata: ‘Ya Allah, teman saya si fulan mengajak saya untuk melawan perintah-Mu dan perintah Nabi-Mu. Dia melarang saya untuk berbuat baik, serta mengatakan bahwa saya tidak akan kembali kepada-Mu. Ya Allah, jangan tunjukkan dia ke Jalan yang lurus sehingga Engkau akan memberinya hukuman yang sama seperti Engkau akan menghukumku.’
Melihat persahabat yang keji seperti itu, Allah berfirman: “Betapa jahatnya kalian! Pertemanan yang jahat macam apa kalian! Betapa jahat persahabatan diantara kalian!’ Kemudian, mereka mulai saling mengutuk.(1)
Maka persahabatan dan persaudaraan di dunia ini akan terus berlanjut hingga ke akhirat. Jadi, kita tidak boleh lupa bahwa persahabatan kita di dunia ini akan berlanjut ke akhirat. Inilah mengapa, kita dapat menyebut persahabatan kita sebagai “persahabatan sehidup semati.”
Anas bin Malik, seorang Sahabat Nabi, meriwayatkan:
Ketika penghuni surga masuk kedalamnya serta menetap di tempat yang telah ditentukan (rumah), mereka merindukan saudara seiman mereka, yang perempuan maupun laki-laki dan mereka sangat ingin melihat mereka. Saat mereka berpikir untuk bertemu mereka, dari tempat duduk mereka pun segera menuju ke rumah teman-teman mereka.
Ketika mereka berkumpul, mereka mulai berbicara tentang kenangan mereka saat di dunia. Salah satu dari mereka berkata: ‘Hai saudaraku, apakah Anda ingat waktu ketika kita berdoa kepada Allah dengan tulus di majelis ini dan itu atau di masjid ini dan itu (kami telah membaca Al-Qur’an; kami telah mendengarkan khotbah)? Allah telah membuat kita bebas kala itu disana.”(2)
Untuk itu, kita harus sangat berhati-hati dalam memilih teman. Kita tidak boleh lupa bahwa pilihan kita tidak hanya berlaku di dunia ini, tetapi juga di akhirat. Mereka yang gagal berteman dengan orang baik mungkin kelak akan menghancurkan kehidupan mereka, baik di dunia maupun di akhirat.
Kriteria Penting dalam Persahabatan dan Persaudaraan
- Kebutuhan manusia akan sahabat yang setia bukanlah hal yang sepele atau sesuatu yang bisa diabaikan. Kebutuhan akan sahabat sama seperti halnya dengan kebutuhan primer lain. Berada di dalam lingkaran teman yang aman dan damai seperti menemukan penjaga dari banyaknya mara bahaya yang akan datang.
- Orang yang bijak, ketika merasa persahabatannya mulai merenggang, ia segera menyelesaikan akar permasalahannya dan mengembalikan hubungan dengan sahabatnya. Bahkan akan lebih bijaksana lagi, ketika dalam suatu persahabatan, ada komitmen untuk memprioritaskan menghindari perselisihan dalam menjalin hubungan tersebut.
- Kasih sayang dan hubungan baik antar sahabat akan terus berlanjut selama mereka saling memahami, saling mengorbankan ego pribadi, dalam koridor yang masih diperbolehkan. Hubungan persahabatan yang tidak bisa meninggalkan kepentingan dan kesenangan individu demi sahabatnya tidak akan bisa bertahan lama.
- Kesetiaan kita kepada sahabat dapat ditandai dari cara kita berbagi kesulitan dan kegembiraan dengan mereka. Jika kita tidak bisa menangis ketika teman kita menangis dan jika kita tidak ikut bergembira ketika mereka senang, maka kita tidak bisa dianggap sebagai teman yang setia.
- Mereka yang mampu mempertahankan persahabatannya, dikala sahabatnya sedang mengalami masa terpuruk dalam kesulitan, adalah sahabat sejati yang setia. Namun lain hal, mereka yang tidak mendukung teman mereka ketika dalam kondisi kemalangan, bukanlah seorang sahabat.
- Mereka yang condong untuk berlawanan dan sering bertengkar dengan temannya dipastikan akan memiliki sedikit teman. Siapapun yang ingin memiliki banyak teman, serta ingin memiliki teman yang setia, harus menahan diri dari pertengkaran yang tidak perlu.
- Persahabatan sangat berkaitan dengan hati dan ketulusan seseorang. Mereka yang berpikir bisa bersahabat dengan orang lain melalui kebohongan dan kemunafikan, mereka hanya akan menipu diri mereka sendiri. Bahkan jika orang-orang lugu dan naif terjerumus ke dalam kemunafikan dan bujukan mereka, persahabatan mereka tidak akan mampu bertahan langgeng.(3)
(1) Qurtubi, Al-Jami li-Ahkam al-Qur’an, 16:109.
(2) Suyuti, Al-Fath al-Kabir, 1:79.
(3) Gülen, M. Fethullah, Pearls of Wisdom, New Jersey: The Light, 2005, hal. 80–81.
tulisan lain tentang sahabat: Nasihat Persahabatan