Pada pertengahan tahun 1992, terjadi pembantaian warga Bosnia oleh Kroasia. Pada saat itu, seorang reporter TV Inggris Michael Nicholson, berusaha menyelamatkan seorang anak berusia 8 tahun yang telah kehilangan kedua orang tuanya keluar dari Bosnia, dengan cara memalsukan namanya dalam paspor sebagai anaknya. Tindakannya tersebut sangatlah berbahaya, karena ia bisa saja ditangkap oleh pemerintah setempat yang saat itu sangat tidak ramah pada wartawan asing. Selain itu ia juga akan menghadapi masalah besar ketika tiba di Inggris, karena telah menyelundupkan warga asing.[1]
kisah yang serupa juga terjadi pada tahun 1950 tentang seorang tentara Turki yang menyelamatkan gadis kecil asal Korea, yang kemudian kisah ini diangkat menjadi sebuah film yang berjudul, “Ayla: The Daughter ofWarr”. Film asal Turki yang dirilis pada tahun 2017 ini mengisahkan pertemuan antara seorang prajurit Turki dengan gadis kecil asal Korea Selatan bernama Ayla. Film ini memang diangkat dari kisah nyata seorang sersan Turki yang ditugaskan untuk membantu peperangan saudara diKorea Selatan pada tahun 1950an.
Kisahnya bermula saat Suleyman (İsmail Hacıoğlu) datang ke sebuah desa yang seluruh masyarakatnya telah habis dibantai dalam perang. Tanpa terduga, di sana Suleyman menemukan seorang anak kecil yang selamat dari pembantaian bernama Ayla (Kim Seol). Saat itu Ayla tengah menangis sambil menggenggam erat tangan ibunya yang telah meninggal. Melihat keadaan tersebut Suleyman pun bergegas membawa Ayla ke Kamp untuk menyelamatkannya. Pada mulanya pimpinan Suleyman tidak mengizinkan Ayla tinggal di Kamp, namun berkat keteguhan hati Suleyman, sang pimpinan akhirnya memperbolehkannya.
Di Kamp tersebut Suleyman mengasuh Ayla seperti anaknya sendiri, mulai dari mengajak bermain hingga berjalan-jalan, sampai akhirnya Ayla memanggil Suleyman dengan panggilan kata Baba. Usai perang Suleyman bermaksud membawa Ayla pulang ke Turki tetapi tidak diperbolehkan. Dengan berat hati, Suleyman menitipkan Ayla di Panti Asuhan dengan janji akan kembali suatu saat nanti. 60 tahun kemudian, Suleyman tidak lupa janjinya kepada Ayla, ia terus berusaha mencari keberadaannya. Hingga pada akhirnya salah satu stasiun televisi yang mendengar kisah ini dengan usaha kerasnya berhasil mempertemukan Suleyman dan Ayla yang keduanya telah lama berpisah.[2]
Kemudian timbullah pertanyaan dari benak hati yang paling dalam,
Mengapa dua orang tokoh yang sudah kita sebutkan di atas mereka berani mengambil sebuah tindakan yang beresiko tinggi demi menyelamatkan seorang anak yang tidak dikenalnya?
Apa motivasi yang mendasari tindakannya ini?
Apakah demi popularitas semata (karena ia dapat membuat kisah nyata yang sangat menarik) atau memang tindakannya ini didasari oleh niat yang tulus untuk menolong?
Tingkah laku menolong yang tidak sedramatis cerita di atas sesungguhnya merupakan hal yang biasa terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari. Diantaranya; Seperti membukakan pintu untuk orang lain yang sedang membawa banyak barang di sebuah Supermarket, memberi uang untuk pengemis yang ada di jalanan, mengantar seorang kakek/nenek lansia untuk menyeberangi sebuah jalan, dan masih banyak lagi yang lainnya. Tingkah laku menolong, atau dalam psikologi sosial dikenal dengan tingkah laku prososial, adalah tindakan individu untuk menolong orang lain tanpa adanya keuntungan langsung bagi si penolong. Contoh dari tingkah laku menolong yang paling jelas adalah altruisme, yaitu motivasi untuk meningkatkan kesejahteraan orang lain. Pada altruistik, tindakan seseorang untuk memberikan bantuan pada orang lain adalah bersifat tidak mementingkan diri sendiri (selfish).[3]
Jika kita pernah membaca buku cerita sejarah kehidupan Rasulullah dan para sahabatnya, maka kita akan menemukan bahwa mereka adalah orang-orang yang telah memberikan banyak contoh Sifat altruisme ini. Salah satu diantaranya adalah kisah sahabat Rasulullah Utsman bin ‘Affan yang dikenal sebagai saudagar kaya raya dan paling dermawan di kala itu. Pada masa Kekhalifahan Amirul Mukminin Abu Bakar Ash-Shiddiq, kaum muslimin pernah dilanda krisis kekeringan yang begitu dahsyat, akibatnya banyak lahan pertanian yang tidak dapat menghasilkan apa-apa. Dalam kondisi sulit seperti ini, menyebabkan para pedagang melakukan banyak cara untuk melipat gandakan harga-harga yang tak sewajarnya.
Pada suatu hari, kapal-kapal niaga milik Usman bin ‘Affan yang mengangkut komoditas pangan seperti jagung, minyak (mentega), dan kismis yang baru tiba, yang di mana jumlahnya hanya bisa diangkut oleh seribu unta, para pedagang penyalur (distributor) dan broker[4] yang ada pada saat itu mendatanginya untuk menawarkan jasa dengan harga tawaran sepuluh kali lipat dari harga biasanya. Akan tetapi ia menolaknya dan berkata, “Adakah yang berani membeli barang-barang ini dengan harga lebih dari 700 kali lipatnya”?, semua pedagang hanya diam terpana. Mereka membayangkan, jika harga setinggi itu di manipulasi dengan selicik apa pun, tak akan pernah ada orang yang dapat meraih laba dan keuntungan. Kemudian Utsman berkata lagi, “Bila tidak ada yang mampu, maka semua ini akan kujual kepada Allah,” seraya membagi-bagikan barang-barang dagangan miliknya kepada orang-orang miskin begitu saja secara cuma-cuma. Angka 700 yang Utsman sebutkan ialah sebuah isyarat yang merujuk kepada Al-Qur’an Surah Al-Baqarah ayat 261 tentang ganjaran berinfak di jalan yang Allah rida’i.[5]
Sifat altruisme dalam kisah ini menggambarkan begitu sangat luar biasa dermawannya seorang Utsman bin ‘Affan demi mensejahterakan kehidupan orang-orang yang susah dan sedang membutuhkan pertolongan. Bisa kita bayangkan, bila volume satu truk container setara dengan muatan 25 unta, maka lebih kurang ia telah menyedekahkan harta miliknya sebanyak 40 kontainer jumlahnya. Lalu, di zaman sekarang ini, pernahkah kita melihat konvoi container sebanyak itu yang dimiliki oleh hanya seorang pedagang saja?, adakah pernah kita mendengar ada barang import sebanyak itu yang diinfakkan begitu saja oleh pemiliknya?, yang bahkan pada saat itu harga-harga barang sedang melambung tinggi dan suplai dipasar nyaris tidak ada?.
Sosok Utsman adalah manusia langka, seorang saudagar kaya raya yang tidak pernah silau dengan laba di dunia. Karena ia tahu, sebanyak dan sebesar apa pun untungnya, harta itu tak akan pernah bisa dibawa ketika ajal dan keputusan Allahﷻ mendatangi dan menjemputnya. Ia sangat yakin bahwa simpanan yang sejati dan akan kekal selamanya adalah harta benda yang ia infakkan, diwakafkan, disedekahkan, dan dipinjamkan di jalan Allahﷻ.
Kisah ini hanyalah salah satu dari banyaknya contoh sifat kedermawanan yang dimiliki oleh Utsman, hingga tak heran jika Utsman adalah salah satu dari 10 orang sahabat Rasulullah yang telah dijamin masuk Surga. Ibnu Umar r.a pernah berkata, “Saya datang kepada Nabi SAW bersama sembilan orang sahabat, lalu salah seorang sahabat dari Anshar berkata: “Siapakah orang yang paling pandai dan paling mulia Ya Rasulullah?”, beliau menjawab: “Yang paling banyak ingat kematian di antara mereka dan paling sangat persiapannya untuk kematian itu. Merekalah orang-orang yang pandai. Mereka pergi dengan kemuliaan dunia dan kemuliaan akhirat”.[6]
Terakhir, orang yang telah diberi nikmat begitu banyak oleh Allahﷻ dan kemudian menjadi tumpuan bagi orang lain, maka ia akan mendapatkan pahala yang besar, jika ia mau membantu orang lain yang sedang dalam kesulitan dan membutuhkan pertolongan. Membantu kesulitan orang lain dapat dilakukan dengan berbagai cara dan tentu saja dilakukan tanpa pamrih. Lakukan saja apa yang bisa kita berikan secara ikhlas. Ingatlah bahwa Allahﷻ adalah Zat Yang Maha Mengetahui segala hal yang dilakukan oleh setiap makhluk-Nya. Sebagaimana firman Allahﷻ dalam Al-Qur’an Surah Al-Insan ayat 9, “Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih”. Dengan demikian, jika semua hal yang kita lakukan diniatkan hanya untuk mengharapkan rida dari Allahﷻ semata, maka semuanya akan menjadi ringan dan mudah ketika dikerjakan.
[1] Sarlito W. Sarwono, Psikologi Sosial. (Jakarta: Salemba Humanika, 2011), hlm. 122.
[2]https://www.kompas.com/hype/read/2021/07/20/091753466/sinopsis-ayla-the-daughter-of-war-kisah-mengharukan-tentara-turki-dan-gadis?page=all. Diakses pada pukul 11.08 WIB, Minggu 4 November 2022.
[3] Sarlito W. Sarwono, Psikologi Sosial. hlm. 125.
[4]broker/bro·ker/ n pedagang perantara yang menghubungkan pedagang satu dengan yang lain dalam hal jual beli atau antara penjual dan pembeli (saham dan sebagainya); cengkau; makelar; pialang. Lihat https://kbbi.web.id/broker.
[5]Wiwid Prasetyo, Utsman bin Affan Akhir Tragis Sahabat Paling Dermawan, (Solo: Tinta Medina, 2015), hlm. 201.
[6]Asy Syaikh Zuhair Syafiq Al-Kubbiy, Sakaratul Maut wa Syiddatuhu, judul terjemah, Imam Al Ghazali Berbicara Tentang Saakaratul Maut dan Kekerasannya, penerjemah Ahmad Sunarto, (Semarang: CV. Surya Angkasa Semarang, 1995), hlm. 6-7.