Ditulis Oleh: Armizal Amin Nurdin
Manusia diciptakan dengan sempurna, dikaruniai akal untuk berpikir dan kalbu untuk merasakan kondisi sekitar. Dengan panca indera, manusia dapat merasakan keindahan alam semesta ini dengan sempurna. Tentunya, penciptaan manusia bukan tanpa sebab. Allah menciptakan manusia ke dunia ini bukan semata-mata untuk mengisi bumi yang kosong tanpa makna, melainkan dengan tujuan agar makhluk hidup, termasuk manusia, beribadah kepada Sang Pencipta alam semesta yang Maha Agung, yaitu Allah SWT.
Dengan mengagungkan asma-Nya di setiap helai nafas, mentafakkuri ciptaan-Nya di setiap keyakinan kalbu, mentadabburi ayat-Nya di setiap cakrawala kehidupan, dan mensyukuri nikmat-Nya di setiap sujud dan perbuatan, manusia memenuhi tujuan utamanya diciptakan. Inilah alasan utama mengapa manusia diciptakan.
وَإِذۡ قَالَ رَبُّكَ لِلۡمَلَٰٓئِكَةِ إِنِّي جَاعِلٞ فِي ٱلۡأَرۡضِ خَلِيفَةٗۖ قَالُوٓاْ أَتَجۡعَلُ فِيهَا مَن يُفۡسِدُ فِيهَا وَيَسۡفِكُ ٱلدِّمَآءَ وَنَحۡنُ نُسَبِّحُ بِحَمۡدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَۖ قَالَ إِنِّيٓ أَعۡلَمُ مَا لَا تَعۡلَمُونَ
Artinya : Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.
Penciptaan manusia yang disaksikan langsung oleh para malaikat dan penduduk langit lainnya membuktikan bahwa manusia bukanlah makhluk biasa. Allah memberikan tugas yang sangat mulia kepada manusia, yaitu untuk menjadi khalifah atau pemimpin di muka bumi yang luas ini. Allah mempercayakan tugas mulia dan agung kepada manusia bukan tanpa sebab, melainkan karena manusia memiliki kedudukan dan derajat yang tinggi, bahkan melebihi malaikat sekalipun. Malaikat adalah hamba yang selalu taat kepada-Nya dan tidak pernah melakukan kesalahan atau kemaksiatan kepada Allah.
Mengapa demikian? Dengan menggunakan akalnya, manusia bisa meyakini bahwa alam semesta ini diciptakan bukan tanpa sebab, melainkan ada makna yang terukir dari setiap ciptaan Tuhan. Dengan menggunakan kalbunya, manusia bisa merasakan kehadiran Tuhan dalam setiap sujud dan doanya. Selain itu, panca inderanya dapat merasakan kehadiran Tuhan dalam setiap perjalanan cakrawala kehidupannya.
Dengan memanfaatkan kesempurnaan yang Allah berikan, manusia memiliki derajat yang agung, bahkan melebihi malaikat yang jelas-jelas tidak pernah bermaksiat kepada Allah SWT. Cinta Allah kepada setiap makhluk-Nya, yang menjadi dasar penciptaan alam semesta beserta isinya, merupakan bukti bahwa semua yang ada, termasuk manusia, hewan, tumbuhan, langit, bumi, dan segala isinya, diciptakan karena rasa cinta dan kasih sayang-Nya. Maka, dasar dari tujuan tugas mulia yang diemban manusia adalah cinta dan kepercayaan Allah kepadanya.
Hadirnya tugas agung dan mulia ini tentunya harus diterima sebagai sebuah amanah besar yang Allah percayakan kepada manusia untuk menjadi pemimpin di muka bumi. Dalam akhir ayat yang Allah sampaikan, disebutkan bahwa kita, sebagai makhluk-Nya, termasuk malaikat dan jin, tidak sepenuhnya memahami rahasia di balik kelayakan manusia untuk menjadi khalifah. Jawabannya terungkap ketika manusia, yang paling mulia di alam semesta ini, diciptakan dengan derajat yang lebih tinggi daripada semua makhluk, termasuk malaikat. Cahayanya menyelimuti jagat raya, bumi, dan seisinya. Kasih sayangnya meliputi seluruh alam semesta, dan penciptaannya menjadi alasan mengapa alam semesta diciptakan. Cahaya inilah yang menjadi sebab diciptakannya Adam AS hingga keturunannya saat ini.
Keindahan akhlak dan kasih sayangnya seperti mentari yang menyinari alam semesta, cerah seakan-akan menutupi pandangan manusia pada zaman itu. Amanah yang sangat agung dan besar di muka bumi ini adalah untuk memberikan kesejukan dan kasih sayang kepada seluruh alam dan seisinya. Membawa agama Islam sebagai simbol keselamatan untuk seluruh manusia tentu bukan tugas yang mudah, namun inilah nilai agung dan mulia yang Allah berikan kepada Nabi dan Rasul akhir zaman, Nabi Muhammad SAW. Hal ini menjadikannya manusia yang paling mulia dengan derajat yang melebihi malaikat dan penduduk langit lainnya, karena menjalankan tugas yang amat mulia dan penting: mengagungkan asma Allah Yang Mahakuasa serta menjadi pemimpin bagi umat.
Islam, yang menjadi risalah agung dan pondasi kehidupan manusia serta seluruh alam semesta, diemban di atas pundak Nabi Muhammad SAW. Hal ini memberikan arti penting bahwa tugas manusia di bumi bukan hanya untuk bersenang-senang dan bersuka ria, melainkan untuk menjadi contoh dan panutan bagi semua manusia. Tugas agung dan mulia yang diemban oleh Nabi dan para Rasul Allah dalam menyerukan kebaikan, menggaungkan asma-Nya dalam setiap aktivitas, dan menjadi teladan bagi umatnya patut kita contoh dan teladani. Sejatinya, manusia yang paling mulia di sisi Allah SWT tidak jauh dari sifat Nabi dan Rasul-Nya, yakni dengan berdakwah, menyebarkan agama-Nya, menggaungkan asma-Nya, menyebut-Nya dalam setiap aktivitas, dan mencintai makhluk-Nya.
Tujuan utama Nabi Muhammad SAW dan para Nabi lainnya adalah membangun kehidupan yang saling mencintai dan menyayangi dalam kegiatan sehari-hari, mengisi aktivitas hidup dengan beribadah kepada Rabb-nya melalui berbagai kegiatan ibadah yang diajarkan oleh para Nabi dan Rasul yang diutus oleh Allah ke muka bumi ini. Ini adalah kewajiban dan tanggung jawab yang patut kita lanjutkan dan teruskan sebagai umat Islam yang mengakui bahwa Nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah SWT sebagai nabi dan rasul terakhir. Dengan Islam di dada, Nabi Muhammad SAW siap menerima tanggung jawab untuk berdakwah dan menyebarkan Islam demi menciptakan kehidupan yang sesuai dengan tujuan diutusnya, yaitu rahmatan lil’alamin.
Sudah sepantasnya kita sebagai umatnya memiliki sensitivitas yang tinggi dalam mengikuti jalan Nabi yang agung dan mulia dengan melanjutkan estafet dakwah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW, tentunya dengan metode dan tata cara yang tepat dan benar. Dakwah ini harus ditanggapi oleh berbagai kalangan umat Islam sebagai tugas yang mulia dan agung, sehingga setiap menjalani dakwah serta melanjutkan estafet jalan suci Nabi Muhammad SAW dilakukan dengan penuh keikhlasan dan rasa tanggung jawab yang amat tinggi. Hingga timbul rasa sensitif untuk selalu mengagungkan nama Allah dan Nabi Muhammad SAW.
Menempuh dan mengarungi samudra dakwah Islam yang rahmatan lil’alamin ini tidaklah mudah dan penuh tantangan, seperti dakwah Nabi saat fase sirr atau secara diam-diam. Mengapa demikian?
Di zaman saat ini, banyak dari kita yang telah menormalisasi dosa-dosa, baik kecil maupun besar, yang menyebabkan penurunan kualitas iman setiap insan. Akal tertutup dari terang benderangnya ayat-ayat Ilahi, mata buta terhadap karunia dan nikmat-Nya, lisan hanya diam melihat keindahan alam dan keagungan-Nya, dan panca indera pun sudah mati rasa terhadap ayat-ayat yang mengingatkan tentang kehidupan Islam yang sebenarnya. Tantangan dakwah Islam saat ini semakin besar karena semua hal tersebut. Oleh karena itu, perlunya dakwah melalui cinta, menaburi setiap langkah kita dengan serbuk cinta dalam dimensi dakwah yang kita jalani saat ini.
Kondisi saat ini hampir sama dengan kondisi yang dihadapi Nabi Muhammad SAW ketika pertama kali berdakwah di kalangan kaum jahiliyah Arab pada awal kedatangan Islam. Ini seharusnya menjadi tantangan bagi insan yang berakal bahwa kondisi Islam saat ini sedang dalam fase kelemahan iman dalam qalbu. Hendaknya kita bersama-sama sadar akan hal ini dan bertanya pada diri sendiri, apa yang bisa kita kontribusikan untuk agama Allah, menjaganya, dan mengagungkan agamanya dalam hati kita.
Setiap insan memiliki potensi yang berbeda sesuai dengan kemampuannya dan memiliki kelebihan masing-masing. Maka, ambillah bagianmu untuk menjadi salah satu insan yang rela mendedikasikan dirinya di jalan dakwah yang mulia. Jadilah dokter yang memiliki kinerja baik dan berakhlak mulia, jadilah pengusaha agar bisa menjadikan hartanya sebagai ladang dakwah baginya, jadilah ulama yang dengan ilmunya memberikan manfaat bagi banyak orang, diiringi akhlak mulia yang menghiasi dirinya. Jadilah mata air yang banyak memberikan manfaat bagi sekelilingnya, menjadi sumber kehidupan utama bagi semua makhluk di bumi, dan jadilah lilin yang selalu menyinari sekelilingnya.
Sejatinya, hidup bukan semata-mata untuk foya-foya dan menikmati kesenangan saja. Harus ada rasa sensitif dan kepedulian dalam menyikapi kondisi akhir zaman ini.