Mutiara HatiNutrisi Karakter

Penyesalan Suci

Penyesalan Suci

Manusia masuk ke lubang dosa, terpeleset dan terjatuh ke dalamnya, seperti Hz Otube. Setiap anda mengingat dosa tersebut, anda akan merasakan kepedihan sebagaimana halnya yang terdapat dalam sebuah hadits syarif bahwasanya Allah ta’ala lebih memilih orang-orang yang merasa pedih dengan dosa-dosanya, karena di sisi Allah pendosa yang menderita tersebut bagaikan tak pernah melakukan dosa. Kalau anda tidak melakukan dosa, kemudian masuk ke lubang dosa, akan tetapi ruh anda tidak merasa pedih akan akibat dosa tersebut, maka Allah akan mengganti mereka dengan suatu kaum yang ketika berbuat dosa mereka merasa pedih, bertaubat, yang akan dicintai-Nya, yang akan menerima maghfirah-Nya.

Dalam hadits qudsi Allah berfirman: “Yaa ibaadii… kullukum dhaalluun illa man hadaytuhu, fastahduuni ahdikum yang artinya “Wahai hambaKu”, demikian Allah menyapa kalian dalam hadits qudsi-Nya. “Wahai hambaKu,” sapa Allah, lihatlah bagaimana Allah memanggil hamba-Nya. Ketika saya menjelaskan hadits ini, anda akan merasakan Allah sedang membelai kepala anda. “Yaa ibaadii… kullukum dholluun illa man hadaytuhu”, “Wahai hambaKU, kalian semuanya tersesat, kecuali orang yang Aku beri hidayah”. Artinya adalah “Kalian semua bisa tersesat, akan tetapi barangsiapa yang mendapatkan hidayahKu, barangsiapa yang berada dalam penjagaanKu, maka ia tidak akan pernah tersesat”. “Fastahduuni ahdikum”, “mintalah hidayah kepadaKu, niscaya Aku akan memberi hidayah padamu”.

“Yaa ibaadii…”, “Wahai hamba-hambaKu….”. “Inna kuntukhfahu bil layli wannahar wan naghfiru dzunuba jami’a fastaghfiru nagfirlakum”, “Kalian berbuat dosa di pagi dan malam, pagi dan malam kalian melakukan perbuatan maksiat, dan Aku adalah Al Ghafur dan Ar Rahim, Aku mengampuni semua kesalahan. Janganlah jatuh ke kesedihan tak berujung, janganlah kalian jatuh ke jurang keputusasaan, mintalah maghfirah! Akan Kuampuni semuanya!”.

Ketika anda mengingat tempat, waktu, dan perbuatan dosa yg pernah anda buat, maka anda akan menderita karena penyesalan, penderitaan akan dosa (izdirab) akan menjadi sebuah dimensi ketakwaan. Hz Adam as terpeleset, setelah memahami kedalaman ketaatan akan perintah, beliau pun membungkuk bersimpuh dan berdoa: “Rabbana dzalamna anfusana wa illam taghfirlana wa tarhamna lana kuunanna minal khosirin”, “Ya Tuhan Kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orang-orang yg merugi”. Dan Nabi Adam, menurut sebagian penafsir, selama 30 tahun dan menurut pendapat yang lain 40 tahun setelah datangnya perintah (untuk turun ke bumi) kepada dirinya, beliau senantiasa mengangkat kepalanya ke arah langit, tapi tak mampu melihat (langit).

Hz Adam 30 tahun senantiasa mencari ampunan di bumi, akan tetapi ketika melihat sekelilingnya beliau bagaikan bunga basak yang merunduk. Taubatnya membesar, terisi penuh, bagaikan bunga basak yang gemuk kemudian merunduk ke tanah dan oleh karena memang tempat beliau adalah bumi, maka tempat akan jatuhnya beliau pun adalah tanah. Allah menciptakan beliau sebagai bunga basak, sang bunga pun merunduk jatuh ke tanah dan membusuk, dan dari sana bertunaslah pohon “Nabi Muhammad”. Wazifah (tugas) utama Hz Adam di dadanya memang adalah memang untuk mem”fermentasikan” kelahiran Nabi Muhammad SAW. Dan dia pun menunaikan tugasnya tepat 30-40 tahun beliau mengangkat kepalanya memohon ampunan, tapi tak mampu ia memandang langit. Semua rasa malunya akan dosanya mejadikannya dalam bahasa para nabi “Adam sang Safiyullah”.

Hz Adam adalah hamba Allah yang paling bersih dan murni, sebagaimana firman Allah: “……rabbahu fa ghawa…”. Dalam peristiwa ini, untuk level para nabi, Nabi Adam dihitung tidak mentaati perintah Tuhannya. Apakah yang beliau as perbuat? Mari kita misalkan, anda punya anak dan anda minta kepadanya: “Nak ambilkan ayah segelas air,” dan anak anda menjawab: “hari ini aku lagi enggak mood untuk bawain ayah air minum”. Anda pun pasti akan marah dan berucap: “Dasar keras kepala!”. Sesungguhnya apakah perbuatan itu masuk kategori pemberontakan ataukah ekspresi keras kepala? Bukan! Akan tetapi ketulusan anda kepada putera anda, kedekatan emosi anda dengan anak anda, kecintaan anda kepada putera anda, kebutuhan anda akan keberadaan putera anda. Demi mendengar penolakan kecil dari perintah sederhana anda, anda langsung mengatakan kepadanya: “dasar keras kepala!”

Dia, dengan kata dari Hz Adam (biarlah ruhku kukorbankan untuknya), fa’a sa’a rabbahu (maka Hz Adam berusaha kepada Tuhannya), tidak berbeda dengannya. Akan tetapi beliau as, dengan penderitaan di dalam kerangka ketakwaan sucinya yang bisa membuatnya mati, dari menara-menara kita, kita membaca doa salawat dan salam. Kita katakan: asshalatu wassalamu ‘alayka ya Rasulullah, atau ya Adam safiyullah. Hz Adam adalah Safiyullah, ya Adam safiyullah, Hz Adam adalah hamba Allah yang paling murni,  inti dan induk dari seorang hamba adalah bagaikan sebuah ketekunan dalam ibadah ketakwaan.

Misalnya lagi, Hz Yunus bin Matta meninggalkan kaumnya tanpa izin, dan di satu tempat di tengah lautan beliau dilemparkan ke tengah laut dan ditelan seekor ikan. Marilah kita tidak membuat perdebatan mengenai situasinya ketika itu, akan tetapi tasbih yang membuatnya terlempar ke pantai keselamatan memiliki peranan yang penting di dalam tabir ketersiksaan. Memohon, memanggil, dan mengerang tiada ilah yg wajib disembah selain Engkau. Punahlah harapan akan pertolongan dari sebab-sebab yang lain.

Aku mengetahuiMu, aku mengenalMu, mataku kuhadapkan kepadaMu. Engkaulah yang membolak-balikkan segala sesuatu. Segala sesuatu berputar oleh karena kekuatan dan izin dariMu, tidak ada segala sesuatu pun yang dapat melakukan sesuatu tanpa kehendakMu, dengan tasbih aku mensucikan namaMu. Tidak ada sesuatupun yng menyerupaiMu, senin ziddin yiddin yoktur, tidak ada sesuatu pun yang menyerupai kekuatanMu, tidak ada yang dapat menyelamatkan diriku selain Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang dzalim. Bagaikan seseorang yg menumpakkan susu, bagaikan anak kecil yang melakukan suatu kenakalan, dihadapan Allah ta’ala membungkuk, menyesal, dan menderita karena dosa adalah sebuah kedalam kekhusyuan penghambaan.

Ya Allah sesungguhnya penyakit telah menimpa kami, maka ya Allah kasih sayangilah kami. Ya Allah kasih sayangilah kami. Amiin…Amiin…Amiin…

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You may also like

More in Mutiara Hati