fbpx
Karya PembacaNutrisi Karakter

Perasaan dan Pergerakan

Karya Pembaca: Mahir Martin

Perasaan dalam Pemikiran dan Pergerakan

Setiap pemikiran akan bermakna ketika ada pergerakan, sebaliknya pergerakan juga akan lebih bermakna ketika menghasilkan pemikiran-pemikiran baru. Pemikiran dan pergerakan, seolah, silih berganti saling menguatkan, memiliki hubungan timbal balik satu dengan yang lainnya.

Pemikiran dan pergerakan akan terhubung lebih erat dengan perasaan. Perasaan dapat berperan sebagai bumbu penyedap racikan pemikiran dalam suguhan pergerakan. Tanpa adanya perasaan, pemikiran dan pergerakan akan terasa hambar.

Memahami Perasaan

Bagaimana kita memahami perasaan, dalam pemikiran dan pergerakan di kehidupan nyata?

Bayangkan ketika kita memiliki pemikiran untuk menjadikan anak-anak kita sebagai generasi emas penerus bangsa. Pastinya, pemikiran kita ini harus diimbangi dengan pergerakan memberikan pendidikan terbaik kepada anak-anak calon generasi emas tersebut.

Pemikiran dan pergerakan ini saja tidaklah mencukupi. Keduanya harus juga dilengkapi dengan perasaan. Perasaan yang dikemas dalam bentuk keikhlasan, dedikasi, dan rasa syukur dalam mendidik. Keikhlasan, dedikasi, dan syukur membuat sebentuk rasa yang memberi makna ketika kita mendidik anak-anak kita menuju generasi emas anak bangsa. Beginilah kita memahami perasaan. Intinya, perasaan memainkan peran hati ketika kita berpikir dan bergerak.

Ya, perasaan memang sedikit berbeda dengan pemikiran dan pergerakan. Pemikiran bisa saja dibuat dalam bentuk tulisan. Kita biasa menuangkan pemikiran kita dalam bentuk perencanaan, program kerja, konsep, atau rancangan yang kita persiapkan dengan matang.

Di sisi lain, pergerakan bisa dilihat dengan kasat mata karena dilakukan dalam dimensi fisiknya. Pergerakan biasanya dilakukan untuk mengusung sebuah pemikiran melalui sebuah wujud aksi nyata dan tindakan fisik di lapangan.

Lantas, bagaimana dengan perasaan? Apakah perasaan juga bisa dituliskan atau dilihat secara kasat mata?

Sulit untuk bisa mengatakan “Ya”. Perasaan memang sejatinya dirasa, tidak dapat dituliskan atau digerakkan secara fisik. Bahkan, rasa itu terkadang tidak disadari keberadaannya oleh seseorang yang sebenarnya memiliki rasa tersebut.

Orang yang ikhlas, tidak merasa dirinya ikhlas. Orang yang berdedikasi, tidak merasa dirinya berdedikasi. Orang yang bersyukur, terkadang tidak merasa dirinya sudah cukup bersyukur. Jadi, perasaan seseorang apakah ikhlas, berdedikasi, atau bersyukur biasanya tidak diakui keberadaannya oleh dirinya sendiri.

Biasanya, perasaan pada diri seseorang dirasakan keberadaannya dan diakui oleh orang lain. Namun terkadang, ketika perasaan dirasakan keberadaannya oleh orang lain, maka interpretasinya bisa sangat berbeda dan memiliki subjektivitas yang tinggi. Artinya, perasaan yang dirasa mungkin akan memberikan rasa yang berbeda bagi setiap individu yang berbeda.

Misalnya saja perasaan ikhlas. Terkadang kita bisa sangat merasakan keikhlasan melekat pada diri seseorang dalam pemikiran dan pergerakannya, tetapi ternyata orang lain tidak merasakan hal yang sama dengan kita. Bahkan mungkin saja, orang lain itu justru merasa orang yang kita anggap ikhlas itu malah tidak cukup memiliki keikhlasan. Jadi, perasaan itu sulit untuk bisa ditebak keberadaannya.

Perasaan dan Pandangan Hidup

Dari tataran filosofis, perasaan sebagai bumbu pemikiran dan pergerakan itu sangat tergantung dengan bagaimana kita memandang kehidupan. Jika kita memandang kehidupan hanya dengan pemikiran nihilisme, maka perasaan dalam bentuk rasa ikhlas, berdedikasi, dan rasa syukur tidak perlu lagi kita kedepankan. Kehidupan kita akan lebih mementingkan kesenangan dunia, dan gaya hidup kita pun menjadi hedonis dan materialistis.

Penganut paham nihilisme ini berpikir bahwa adanya pemikiran dengan menggunakan akal dan rasionalitas dan adanya pergerakan dengan menggunakan fisik, sudah sangat cukup untuk bisa mengarungi kehidupan di dunia.

Bagi mereka, kehidupan dunia adalah satu-satunya kehidupan. Setelah kehidupan di dunia orang akan berhadapan dengan kematian, kenihilan, atau ketiadaan. Setelah kematian tidak akan ada ada lagi kehidupan. Kematian adalah akhir dari segala-galanya, batas akhir kehidupan.

Sebaliknya, jika kita memandang kehidupan dunia ini hanyalah sebagai salah satu bagian dari dua sisi kehidupan, dan bahwasanya akan ada sisi kehidupan lain setelah kematian, maka segala hal di dunia ini akan kita lakukan dengan tujuan mendapatkan sebuah makna. Makna untuk menggapai kehidupan hakiki kelak. Makna seperti inilah yang akan memberikan sebuah rasa dalam pemikiran dan pergerakan kita. Makna seperti inilah yang membuat kita sadar akan pentingnya mengedepankan perasaan.

Oleh karenanya, perasaan tidak boleh terlupakan dalam kehidupan kita. Meskipun perasaan bersifat immaterialistik dan tak terlihat, tetapi perasaan bisa saja diberikan penguatan agar lebih bisa kita perhatikan keberadaannya.

Ibarat rasa masakan yang bisa dikuatkan dengan menambah bumbu lebih banyak, begitu juga dengan perasaan ikhlas, berdedikasi, dan bersyukur juga bisa dikuatkan dengan membumbuinya dengan nilai-nilai yang benar.

Perasaaan dikuatkan dengan nilai-nilai spiritualisme yang dijalani dengan penuh penghayatan. Ibadah, doa, dan mendekatkan diri kepada Tuhan dapat memupuk perasaan agar bisa menghidupi pemikiran dan pergerakan.

Pemikiran dan pergerakan yang dikuatkan dengan perasaan akan mampu memberikan warna baru bagi dunia yang kita tinggali ini. Dunia yang sejatinya bisa diisi dengan perasaan yang diliputi kedamaian, ketentraman, dan kemaslahatan.

Sebuah Refleksi

Terkait perasaan dalam pemikiran dan pergerakan, ulama Muhammad Fethullah Gulen Hojaefendi dalam bukunya Bangkitnya Spiritualitas Islam menuliskan, “Sebenarnya, setiap pemikiran merupakan titik awal atau proses yang akan digunakan untuk melewati jalan menuju tujuan yang diwujudkan melalui sebuah pergerakan… Dalam rangkaian proses ini, pemikiran memiliki peran seperti layaknya benang merah yang menghubungkan antara yang awal dengan yang akhir, sementara perasaan adalah bagaikan ukiran yang menghiasi rangkaian ini.”

Ya, dari pemikiran menuju pergerakan adalah sebuah proses. Proses seharusnya memang dihiasi dengan perasaan sehingga terhindar dari kejumudan. Disinilah peran penting perasaan untuk membumbui dan memberi cita rasa dalam berproses. Yang lebih penting lagi, perasaan bisa membuat proses tersebut memiliki makna yang lebih mendalam.

Alhasil, untuk mengarungi dunia yang semakin berkembang dari segala sisinya ini, kita memang memerlukan sebuah pandangan hidup yang jelas. Pandangan hidup yang akan diterjemahkan menjadi sebuah pemikiran dan pergerakan yang dibumbui dengan perasaan.

Mari kita pikirkan kembali apa sebenarnya pandangan hidup kita, dari mana kita berasal, apa yang harus kita lakukan di dunia ini, dan kelak kemana kita akan kembali. Hiasilah itu semua dengan perasaan ikhlas, dedikasi, dan rasa bersyukur kepada-Nya.

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Dapatkan artikel baru setiap saat!    Yees! Tidak Sekarang