DITULIS OLEH: MUHAMMAD FETHULLAH GÜLEN HOCAEFENDI
Jika seorang da’i ingin berhasil dalam usaha dakwahnya, maka hendaklah ia menyesuaikan qalbunya seiring dengan petunjuk-petunjuk Al-Qur’an dan Al-Sunnah. Sebab, hubungan antara qalbu dengan tuntunan Al-Qur’an dan Al-Sunnah sangatlah dekat. Dengan kata lain, Al-Qur’an ini sangat erat hubungannya dengan qalbu yang bersih dan sadar diri. Sebagaimana telah disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya berikut ini: “Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mau menggunakan fungsi akalnya, atau yang mau menggunakan pendengarannya, sedang ia menyaksikannya” (QS Qâf [50]: 37).
Al-Qur’an adalah kitab suci yang Allah Azza wa Jalla turunkan bagi umat Islam. Di dalamnya mengandung berbagai petunjuk, nasihat yang baik, dan sekaligus peringatan. Syarat utama agar bisa meresapi seluruh kandungan Al-Qur’an ke dalam sanubari adalah qalbu kita harus terbuka atau bersedia menerima ajaran Al-Qur’an. Oleh karena itu, setiap pembaca Al-Qur’an hendaknya memusatkan pandangan dan pendengarannya kepada kandungan Al-Qur’an.
Bahkan, sangat dianjurkan agar ia menfokuskan seluruh perhatian kepada isi Al-Qur’an. Karena, tidak mungkin seseorang dapat mengambil pelajaran dari Al-Qur’an jika ia juga bersedia menerima petunjuk dari sumber yang lain atau mengikuti jalan yang bertentangan dengan jalan yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an. Sebab, siapa saja yang perhatiannya tidak sejalan dengan ajaran Al-Qur’an, maka ia tidak akan menikmati ketinggian nilai mukjizatnya. Bahkan, ia akan berani menyamakan Al-Qur’an dengan ucapan manusia biasa dalam perlakuannya terhadap Al-Qur’an. Siapa pun yang menilai Al-Qur’an dengan penilaian seperti itu, maka ia tidak akan bisa mengamalkan ajaran Al-Qur’an, meski ia banyak berbicara tentang Al-Qur’an. Sebab, Al-Qur’an sendiri menyatakan sebagai berikut: “Alîf lâm mîn, Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa” (QS al-Baqarah [2]: 1-2).
Kitab suci Al-Qur’an berisikan firman-firman Allah Swt., Tuhan seluruh alam semesta. Di dalamnya tidak ada yang perlu diragukan, dan kitab tersebut tidak dapat memberi petunjuk apa pun, kecuali kepada orang-orang yang bertakwa hanya kepada-Nya.
Dari penjelasan firman Allah di atas, dapat disimpulkan bahwa orang-orang yang bertakwa adalah manusia yang paling mulia, dan mereka paling mengerti dengan syari’at Islam yang sangat cocok dengan fitrah manusia. Perlu diketahui pula bahwa seseorang yang tidak peduli dengan ajaran Al-Qur’an, maka ia bukanlah orang yang bertakwa, karena qalbunya tidak dapat menerima petunjuk apa pun dari Al-Qur’an. Bahkan, qalbunya telah tertutup rapat (mati), sehingga tidak dapat melihat kebenaran Al-Qur’an. Sebagaimana telah disebutkan oleh Allah Swt. dalam Al-Qur’an berikut ini: “Dan orang-orang yang beriman bertanya, mengapa tiada diturunkan suatu surah?” Maka apabila diturunkan suatu surah yang jelas maksudnya, dan disebutkan di dalamnya perintah berperang, maka akan engkau lihat orang-orang yang ada penyakit di dalam qalbunya memandang kepadamu seperti pandangan orang yang pingsan karena takut mati. Dan kecelakaanlah bagi mereka” (QS Muhammad [47]: 20).
Bagaimana pendapat Anda jika seorang yang sedang tidak sadarkan diri akibat ketakutan mampu mengerti ajaran Al-Qur’an dan Sunnah Rasul-Nya? Tentu, tidak mungkin sama sekali. Akan tetapi, seorang yang sanubarinya terfokus dan peduli kepada ajaran Al-Qur’an, maka ia akan mampu memerhatikan segala kejadian yang ada di alam semesta ini sebagai ciptaan Allah Swt. Sebaliknya, jika seseorang tidak dapat memerhatikan segala kejadian yang ada di alam semesta ini sebagai ciptaan Allah, maka ia tidak akan bisa menerima petunjuk apa pun yang bersumber dari Al-Qur’an.
Jika kita tinjau masalah ini dari sisi yang sedikit berbeda, maka dapat kita simpulkan bahwa ketika seorang da’i ingin berhasil dalam dakwahnya, maka hendaklah sanubarinya selalu disesuaikan dengan petunjuk-petunjuk Al-Qur’an. Apabila ia mampu menyesuaikan sanubarinya dengan petunjuk-petunjuk Al-Qur’an, maka dijamin ia akan berhasil dalam dakwahnya. Jika sebaliknya, maka usaha dakwahnya akan mengalami kegagalan. Karena, seorang da’i akan mampu mengambil pelajaran dari petunjuk-petunjuk Al-Qur’an, jika ia bisa menyatukan qalbunya dengan tuntunan Al-Qur’an. Sehingga diharapkan ia akan bisa menjadi seorang yang mempunyai sanubari lembut, bersih, penuh kasih sayang yang mulia, dan berbagai sifat terpuji lainnya. Lalu ia akan menjadi seorang Mukmin yang sejati.
Segala perwujudan dari sifat orang yang bersikap ingkar pada masa sekarang ini tidak selalu menunjukkan bahwa ia sebagai seorang yang kafir. Demikian pula halnya dengan sifat orang beriman yang tidak selalu menunjukkan bahwa ia sebagai orang yang beriman. Adakalanya sifat-sifat seorang mukmin diwarnai dengan sifat-sifat mereka yang kafir pada tampilan lahiriahnya. Oleh karena itu, pada masa sekarang ini banyak kaum mukmin yang kemudian menjadi lemah karenanya. Sebab, setiap mukmin dituntut untuk mempunyai segala sifat yang berlaku sebagai seorang mukmin, terutama para da’i yang harus memiliki sifat-sifat seorang mukmin secara penuh. Karena, seorang Mukmin adalah cerminan dari sikap seorang yang berjiwa lembut, bersih, ramah, dipenuhi kasih sayang, sehingga ia mampu menyaksikan alam semesta ini sebagai karunia Allah Yang Maha Memberi.
Hendaknya pula seorang mukmin mempunyai kehidupan yang teratur dalam segala aspeknya, sehingga tidak satu saat pun yang ia lewati melainkan ia terlihat sebagai seorang yang terpimpin dan mendapat petunjuk kebenaran. Seorang mukmin tidak boleh membuang waktunya sia-sia di tempat-tempat yang tidak mendatangkan manfaat. Sebab, tempat-tempat dimaksud tidak akan menisbahkan kebaikan apa pun baginya. Sebaiknya, seorang mukmin keluar dari rumah menuju ke tempat-tempat yang baik seperti masjid, majelis ilmu, dan tempat-tempat untuk berdakwah. Jika seorang da’i telah mempunyai sifat-sifat terpuji yang sejatinya dimiliki oleh orang mukmin, maka ia menjadi seorang penuntun ke jalan yang baik.
Kini kita dapat membuktikan mengapa sebagian orang di wilayah Barat lebih unggul daripada orang-orang Islam di wilayah Timur. Karena, mereka mau melaksanakan apa yang menjadi dasar pijakan dari ajaran Islam dengan baik. Sehingga mereka mendapatkan kemajuan yang luar biasa. Sedangkan umat Islam sendiri mengalami kemunduran di berbagai bidang, karena mereka justru melupakan atau menjauh dari ajaran Islam yang sejati. Sehingga dapat kita simpulkan di sini bahwa siapa saja yang bersedia melakukan ajaran Islam dengan baik, maka ia akan mendapat keunggulan di berbagai bidang kehidupan. Dan jika sebaliknya, maka mereka akan mengalami kemunduran di berbagai bidang kehidupan ini. Oleh karena itu, tidak ada pilihan lain bagi seorang mukmin untuk menyelamatkan dirinya di kehidupan alam dunia ini dan alam akhirat kelak, kecuali dengan berpegang-teguh terhadap ajaran Al-Qur’an.