Dunia merupakan tempat bagi seorang mukmin untuk mengabdikan diri kepada Tuhan-Nya. Selain sebagai ladang amal bagi kehidupan kekal di akhirat kelak, dunia juga menjadi tempat ujian yang harus dilalui dalam rangka memantaskan diri meraih predikat taqwa. Karena itu, seorang mukmin selalu mengaitkan segala macam perilakunya agar sesuai dengan tuntunan Allahﷻ. Dalam setiap gerak-geriknya, ia memiliki kesadaran utuh bahwa Allahﷻ senantiasa mengawasinya dan akan dimintai pertanggungjawaban kelak di hari kemudian.
Kesadaran semacam ini akan mengantarkan seorang mukmin kepada tingkatan ihsan. Ia selalu berhati-hati dalam menjalani kehidupan di dunia. Ia selalu saja menjaga diri agar tidak terjerumus ke dalam hal yang dilarang-Nya. Karena ia percaya bahwa tidak ada satupun yang luput dari pengawasan Tuhannya. Bahkan dalam suasana spiritual seperti ini, ia tidak pernah berkata sia-sia atau menginjak seekor serangga karena takut akan tanggung jawab kelak di hadapan Tuhannya. Bagi mukmin seperti ini, jelas orientasinya adalah mencari rida Ilahi.
Sejarah membuktikan bahwa sosok-sosok agung seperti inilah yang telah mewarnai zaman keemasan Islam. Mereka merupakan sosok pelita yang ditunggu kehadirannya untuk menerangi dan memajukan peradaban. Mereka adalah pribadi-pribadi yang telah berhasil menempatkan kepentingan Allahﷻ, Rasul-Nya serta umat manusia jauh melebihi keunggulan dirinya. Mereka bukanlah pribadi egois dan oportunis yang hanya mengharapkan pujian dan tepuk tangan manusia, bahkan sebaliknya sosok-sosok agung itu mampu merangkul manusia zamannya untuk bersama menggapai rida Allahﷻ.
Dalam sejarah perjalanannya, bukan berarti mereka tanpa halangan dan cobaan. Jauh sebelum mereka bergerak, mereka sadar bahwa tugas yang diemban tersebut merupakan perkara agung dan akan menghadapi risiko yang harus dilalui. Dengan memantapkan diri dan berserah diri di hadapan Tuhan, mereka terus bergerak menyebarkan nilai-nilai luhur Islam yang mereka yakini. Padahal ada banyak para penentang yang tidak menginginkan keagungan nilai-nilai itu tersebar dan membumi. Namun sosok agung itu berujar tegas, “Apapun pendapat mereka tentang kita, dengan izin dan inayah Allahﷻ, kita tetap berpikir tentang Islam.”
Mereka tidak sedikit pun terpengaruh oleh halangan-halangan itu, bahkan tidak ada rasa dendam dan permusuhan yang justru menghalangi gerak niatnya mencari rida Allahﷻ. Sebaliknya mereka tetap menjalankan tugas untuk menegakkan keharmonisan di bumi, membangun perdamaian, memberantas kebodohan, dan mengembalikan nilai-nilai kemanusiaan ke tengah-tengah umat. Harus kita akui, mereka telah menjalaninya dengan sukacita dan penuh cinta kepada sesamanya.
Sungguh dengan kondisi umat yang ditinggal berantakan selama beberapa abad sekarang ini, betapa kita merindukan sosok-sosok agung itu. Mereka adalah ksatria cinta yang memenuhi relung batin kita yang saling bermusuhan, penuh kebencian, dan hampa kasih sayang. Mereka adalah mentari yang menyinari dan membakar semangat hidup beragama dan persaudaraan sesama manusia. Dan bagaikan mesin, mereka menggerakkan kejumudan berpikir, kemandekan langkah berbuat, dan kekosongan peradaban seperti yang kita rasakan saat ini.
Sekarang, kita berharap sosok itu adalah kita, kalau bukan kalian atau mereka. Karena itu, tugas kita saat ini adalah memantaskan diri untuk bersama meraih rida-Nya. Mari bersama kita tumbuhkan semangat beragama, serta semangat berbakti kepada nusa dan bangsa. Hingga kita pun dapat meraih kehidupan yang mulia, baik di dunia yang sementara maupun di akhirat kelak yang kekal selama-lama. Wassalam.