Tujuan penciptaan alam semesta adalah beriman kepada Allah.
Seorang hamba, jika ia bisa istiqamah dalam tujuan ini, maka ia akan damai di dunia dan lebih bahagia di akhirat. Orang yang malas berjalan ke arah tujuan penciptaan, yang berjalan dengan berat dan yang tidak menunjukkan upaya apapun ke arah itu, maka ia akan menjadi malang, tidak bahagia, gelisah di dunia ini, dan menjadi sasaran murka Allah di akhirat.
Menghormati Allah, tergantung pada mengenal-Nya dengan sangat baik. Merasa terhubung dengan-Nya dengan sangat baik pun bergantung pada mengenal-Nya juga. Tidak terguncang, terkejut atau tersentak dari hal-hal yang datang dari-Nya, itu juga tergantung pada mengenal Allah dengan sangat baik.
Siapapun yang telah meninggalkan keislaman, di satu sisi dia juga meninggalkan al-Quran, merekalah yang tidak mengenal Allah dengan baik. Mereka tidak mengenal Al-Quran, oleh sebab itu ketika merasa sulit mereka pergi meninggalkan Al-Quran. Ketika Allah menguji mereka, mereka pun gagal dalam ujian tersebut.
Namun, jika seseorang yang benar-benar mengenal Allah, bahkan jika dia tidak menemukan satu tumbuhan dan langit tidak memberikan setetes air pun, jika ia memiliki iman kepada Allah, ia selalu akan melihat tanda-tanda Nya pada segala hal, dan mengikatkan diri kepada-Nya dengan jiwa dan hatinya maka dia tidak akan menyimpang dari-Nya.
Orang yang memiliki pemahaman dan berwawasan, hanya berpaling sekali dalam hidupnya. Itu pun dia akan kembali ke fitrahnya, dia kembali ke arah tujuan penciptaannya, yaitu kepada Allah dan Al-Quran, orang itu tidak akan pernah memikirkan untuk meninggalkan-Nya. Apapun bala musibah menimpa dirinya, walaupun alam semesta melawan dan menimpa dirinya, setelah dia kembali kepada Allah, dia tidak akan lagi meninggalkan-Nya dan berpaling kepada sesuatu yang lain.
Di balik pengabaian kita terhadap apa yang telah kita miliki sekarang adalah karena ada ketidakmampuan dalam iman (lemah iman). Dalam menghadapi peristiwa-peritiwa yang kecil lengan kita kendur, karena iman kita tidak produktif. Itu karena ada ketidakmampuan untuk percaya kepada Allah seutuhnya. Karena ada ketidakmampuan untuk mengenal-Nya sesuai dengan kebesaran-Nya. Jika kita memiliki semua itu dalam arti yang sebenarnya, kita akan terikat dengan iman yang sempurna kepada Allah yang Maha Sempurna, dan kita akan melakukan apapun yang diperlukan untuk menjaga ikatan ini dengan-Nya. Semoga Allah yang Maha Esa menganugerahkan iman yang sempurna kepada semua orang. Izinkan saya uraikan kepada anda semua beberapa contoh untuk menjelaskan masalah ini.
Seorang muslim sejati, Ketika merasa semua cahaya padam dalam dirinya bahkan ketika kemampuan alami otaknya berhenti, dia segera kembali kepada Allah yang Maha Kuasa.
“Ada sesuatu yang aneh dalam diriku. Ada sesuatu yang membuatku kewalahan dan mencekik, saya kewalahan. Oleh karena itu, “saya meninggalkan agama!” ini adalah perkataan orang kafir.
“Saya telah kewalahan, jantungku telah berhenti berdetak, semua kemampuan alami di kepala saya telah berhenti, oleh karena itu saya kembali kepada Pemilik mutlak yaitu hanyalah Allah!” Ini adalah perkataan orang yang beriman.
Seorang muslim akan kembali bersama Allah bahkan Ketika semuanya berakhir, semuanya terkuras habis dan habis.
“Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.” (An-Nahl: 128).
Mereka yang berlindung kepada-Nya, mereka yang mengharapkan bantuan dari-Nya, jangan lupa bahwa Allah menyertai mereka. Mereka akan terguncang, akan merasakan musibah, akan ditempa ujian demi ujian entah berapa kali dan jika mereka bertahan dan tidak menyimpang, maka mereka akan melihat rahmat Allah yang luar biasa, dan mereka akan mendengarnya dengan jiwa mereka, mengalaminya dengan perasaan mereka, dan mereka akan mampu menjalani kehidupan seperti surga bahkan ketika masih di dunia ini.
Izinkan penulis mempersembahkan sesuatu, percayalah dengan keyakinan mutlak. Rasulullah Saw telah mengungkapkan hal itu, bisa kita ketahui siapa yang paling besar ujiannya melalui hadits berikut; Allah mengirimkan ujian terbesar kepada hamba-hamba Nya yang terkasih, dengan kata lain, kepada nabi-nabi Nya. Kemudian kepada para ulama atau wali-wali Nya. Setiap orang mendapat ujian ini sesuai dengan derajat keimanan mereka masing-masing.
Yang imannya paling kuat, maka momoknya paling berat dan paling keras. Yang imannya lemah maka ujian-ujiannya lebih sedikit.
Banyak ujian yang menimpa Rasulullah. Rumah beliau telah berubah menjadi rumah di mana masalah datang dan berlalu. Setiap hari, satu masalah menggantikan yang lain. Setiap hari masalah baru bertengger di satu sisi rumah. Setiap hari, Rasulullah menghadapi kesulitan. Ia menanggung penderitaan, menderita di sini untuk membawa kebahagiaan sejati dan damai untuk orang-orang yang menderita. Ia bukan satu-satunya yang mengalami musibah tersebut, bahkan anggota keluarganya, istri-istrinya juga mendapatkan bagiannya.
Siti Aisyah adalah mahkota dunia wanita. Saya akan menggosok wajah saya dengan tanah yang dia injak dan seandainya kuambil tanah itu, dan kucium aroma terbaik itu, saya berharap dari belas kasihan Rabbku. Allah tidak akan membuat hidungku yang telah mencium bau tanah terinjak oleh siti Aisyah mencium aroma neraka. Jika aku tidak mencintainya lebih dari ibuku, jika aku tidak memberinya tahta/tempat yang mulia di hatiku, maka saya akan memiliki kesimpulan bahwa saya tidak menghormatinya. Hanya saya yang tahu betapa senangnya saya saat mengucapkan “ibuku”. Jika saya adalah orang Muslim yang paling rendah derajatnya, maka kedudukan siti Aisyah di hati semua Muslim sangatlah agung, dan sangat tinggi. Tapi tolong perhatikan bahwa karena dia adalah anggota rumah tangga Rasulullah, dia juga tidak bisa terhindar dari ujian itu.
Hidup mereka penuh dengan ujian. Begitu dia selesai dengan satu ujian, maka ujian yang lain akan menangkapnya. Beliau waktu itu masih muda, masih masa berbunga, dan beliau telah mengabdikan dirinya kepada Allah dan Rasul-Nya dengan semua indranya. Beliau mengabdikan diri sedemikian rupa sehingga ketika beliau dan istri Rasulullah lainnya telah diberi kesempatan untuk memilih salah satu dari dua pilihan,
Rasulullah memanggil dan berkata kepadanya: “Aku akan menyampaikan sesutu kepadamu. Tapi jangan memutuskan itu tanpa berkonsultasi dengan ayah dan ibumu!”
“Apa itu wahai Rasulullah?”
“Intinya adalah bahwa Allah memerintahkan saya untuk meninggalkan kalian jika kalian mau, tetapi jika kalian tidak mau, kalian boleh tinggal dengan saya. Apakah kamu lebih memilih Allah dan Rasulullah atau dunia?” kata Rasulullah kepada istri-istrinya.
“Apakah ini yang saya tanyakan kepada ayah saya?” tanya Siti Aisyah.
“Demi Allah, aku lebih memilih Allah dan Rasul-Nya” katanya.
“Tiga bulan dapur di rumah kami tidak menyala, kami tidak menemukan seteguk air untuk diminum.” Siti Aisyah lebih memilih Rasulullah terlepas dari semua hal itu.
Tapi ujian musibah datang bersamanya, karena dia adalah orang yang hebat, dan dia memiliki tempat yang ditinggikan setelah Rasulullah.
Ketika Al-Quran bebicara kepada Rasulullah, itu memerintahkan bahwa Nabi lebih disukai daripada dirimu sendiri dan istrinya lebih berharga daripada ibumu sendiri. Siti Aisyah, wanita yang lebih berharga dari semua ibu Muslim. Dia ikut pergi bersama Rasulullah untuk Perang Bani Mustaliq, dia kehilangan kalungnya dalam perjalanan itu. Saat dia mencarinya, tentara sudah bergerak ke tujuan lain. Jadi dia memutuskan untuk menuju tempat peristirahatan semula. Ketika siti Aisyah kembali bersama tantara bagian belakang pemeriksa yang bernama Safwan, orang-orang munafik mengamuk, menghina dan memfitnahnya. Mereka juga tahu bahwa siti Aisyah lebih bersih dan lebih cerah dari matahari langit.
Mereka juga tahu kepantasannya menjadi istri Rasulullah, tetapi mereka tetap mengolok dan menghinanya. “Lemparlah lumpur, meskipun sedikit pasti ada yang menempel!”
Sampai Allah membebaskan siti Aisyah dari tuduhan, situasi ini menyebabkan tekanan batin di hati Rasulullah, dan gelombang penderitaan di hati siti Aisyah dan di rumah Abu Bakar.
Hari-hari telah berlalu, dan siti Aisyah tidak menyadari apapun.
Saat berjalan dengan ibu dari salah satu kerabatnya, salah satu dari mereka yang telah mencaci dirinya. Siti Aisyah mendengar klaim itu darinya dan darah di pembuluh darahnya membeku. Dia datang ke rumah Rasulullah dan dia merasa tidak dapat pujian seperti sebelumnya. Ketika Rasulullah masuk ke biliknya, dia meminta izin kepada Rasulullah, untuk mengunjungi rumah orang tuanya.
Penafsir hebat hukum Islam yang akan menerangi umat manusia di bidang Hadits dan hukum Islam ini melebur seperti lilin. Rasulullah SAW telah berkonsultasi dengan banyak orang. Sayyidina Ali mengusulkan kepadanya untuk berkonsultasi dengan seorang wanita yang bisa mengatakan sesuatu yang paling benar.
“Ya Rasulullah, bicaralah dengan wanita itu. Dia akan mengatakan kebenarannya, membebaskan siti Aisyah” katanya. Dan Zaynab binti Jahsh membebaskan siti Aisyah dari tuduhan tersebut.
Sayyidina Umar menunjukkan kepintarannya, dengan mengatakan kebenaran yang paling indah: “Waktu itu kita sedang salat, Ya Rasulullah! Saat melaksanakan salat, Anda melepas sepatu Anda sebelum melakukan ruku’, dan para sahabat di barisan belakang juga melepas sepatu mereka. Kami bertanya setelah salat. Anda mengatakan: “Jibril telah memerintahkan dan karena itu saya melepaskannya”. Anda telah mengetahuinya dari Jibril dan memberi tahu kami. Ada sedikit kotoran di sepatumu dan Jibril telah memberitahumu agar itu tidak membatalkan salat, hingga Anda melepaskannya. Bukankah Allah telah memberi tahu Anda tentang kotoran kecil yang mengotori sepatu anda. Apa mungkin Allah Swt tidak memberitahu Anda tentang pencemaran nama baik yang dilemparkan pada keluarga Anda? Kata yang sangat menusuk, analisis yang sangat bagus walaupun sanadnya lemah. Perkataan ini membuat Rasulullah, menjadi sedikit lebih tenang.
Rasulullah berkata kepada para sahabatnya di masjid: “Apakah tidak ada orang yang bisa menghapus fitnah ini dari keluargaku?”.
Para sahabat sudah siap. Sahabat agung Saad bin Muadz mengaum seperti singa: “Perintahkan, akan kupenggal siapapun yang menfitnahmu”.
Namun semua itu tidak cukup untuk meringankan luka ini sampai wahyu Allah datang. Nabi yang terluka, Nabi yang berduka pergi ke rumah yang penuh duka itu. Abu Bakar membaca Al-Quran tanpa henti dan bertawajuh kepada Allah. Ummi Ruman, ibu dari siti Aisyah merasa seolah-olah ada api di dalam dirinya. Istri Rasulullah difitnah -hasya wa kalla-
Siti Aisyah berada di Kasur seolah-olah dia sedang menunggu kematiannya. Rasulullah menghormati rumah suci itu dan membawa kebahagian padanya. Ketika siti Aisyah menyampaikan peristiwa tersebut kepada kami.
Rasulullah datang dan berkata kepada saya: “Ya Aisyah, saya tahu bahwa anda baik dan suci, tetapi jika seseorang membuat kesalahan dan kemudian kembali kepada Allah, Allah akan mengampuninya.”
Ketika saya mendengar kata ini dari Rasulullah, saya mengerti bahwa ada sesuatu yang melawan saya. Kedengarannya seperti ada keraguan. Wallahi, aku berkata aku hanyalah seorang perempuan belia: Saya tidak tahu banyak tentang Al-Quran. Saya tidak tahu harus berkata apa.
Saya menoleh ke ibu saya dan berkata: “Jawablah kepada Rasulullah!”
Dia berkata: “Saya tidak tahu harus berkata apa kepada Rasulullah”.
Saya menoleh ke ayah saya dan meminta hal yang sama. Dia juga tidak menjawab. Saya sudah sangat binggung. Sehingga saya ingin melafalkan surat Yusuf, saya lupa nama Nabi Yakub juga dan kemudian saya teringat nama anaknya Yusuf, lalu saya berkata: “Wallahi, cerita kita sama seperti cerita Yusuf dan ayahnya. Ketika dia melepaskan diri dari asbab, dia berkata: “Jadi jalan yang tepat bagi saya adalah, menjadi kesabaran yang bertahan tanpa keluhan. Allah lah yang dimintai pertolongan seperti yang telah kamu gambarkan.” (Q.S Yusuf – 18).
Saya pun mebacakan ayat ini atas nama dunia Islam:
فَصَبْرٌ جَم۪يلٌۜ وَاللّٰهُ الْمُسْتَعَانُ عَلٰى مَا تَصِفُونَ
Tapi di mana semuanya berakhir, ada yang mengawasi segalanya. Ada Allah yang Maha Mendengar dan Melihat. “Darahku membeku, air mataku telah mengering, aku kembali ke kamar, punggungku menghadap kiblat, dan berbaring di pembaringan lalu aku bertawajuh kepada Allah.
Saat berada di posisi itu, tiba-tiba terjadi badai petir, sepertinya Jibril berlari untuk membantuku. Akhirnya, Allah menurunkan wahyu kepada Nabi Saw. Tubuh beliau bergetar. Begitulah keadaan beliau ketika menerima wahyu.
Setelah selesai (menerima wahyu), ayat-ayat berikut dicurahkan dari bibirnya yang diberkati: “Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu.” (Q.S. Nur – 11).
Duhai kekasihku, Ya Rasulallah! Mereka memfitnah keluargamu. Mereka mengatakan kebohongan tentang keluargamu. Mereka lempar lumpur kepada keluargamu yang suci. Janganlah kamu kira bahwa semua itu buruk bagimu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Dengan ujian berat ini kalangan munafik, orang tidak berkarakter dan berkepribadian lemah sudah ketahuan. Dengan ujian ini Allah mengangkat derajat keluarga Sayyidina Abu Bakar.
Nabi Muhammad Saw dengan ujian ini akan diangkat oleh Allah ke tempat dan kedudukan yang dipuji (Maqam Mahmudah) Siti Aisyah dengan suka cita kembali ke rumah Nabi di mana merupakan tempat kebahagian. Abu Bakar juga senang, dan Ummi Ruman juga senang.
Siti Aisyah, -yang menjalani kehidupan seperti surga di dunia dan di akhirat- juga bahagia, Rasulullah juga sangat bahagia. Bahkan ketika semuanya sudah berakhir, orang yang beriman selalu bertawajuh kepada Allah, dan mereka tidak tersinggung, patah hati karena Allah tidak memberikan apa yang mereka minta.
Sebaliknya, mereka kembali kepada Allah sesuai dengan hadits; “Aku bersama mereka yang hatinya hancur”.
Menurut hadits qudsi, saat mereka merasa patah hati, mereka akan bertawajuh kepada Allah. Allah menyertai mereka.
Allah akan memegang tangan mereka dengan keselamatan. “Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang ihsan (berbuat kebaikan) ” (Q.S. an Nahl – 128)
Walaupun mereka tidak dapat melihat-Nya, tetapi mereka hidup seolah-olah mereka melihat-Nya.