fbpx
KhazanahNutrisi Akhlak

Membesarkan Hati Orang Tua

Dikabulkannya Doa Seorang Anak yang Membesarkan Hati Orang Tuanya

Ibnu Umar meriwayatkan:

Rasulullah bersabda, Ketika tiga pemuda sedang dalam perjalanan, hujan lebat turun dan mengharuskan mereka memasuki sebuah goa di sebuah gunung. 

Tiba-tiba sebuah batu besar  berguling dan menutup mulut gua. Mereka berdiskusi antara satu sama lain, “Marilah kita masing-masing memohon kepada Allah dengan mengingat amalan terbaik yang pernah kita lakukan (dengan harapan Allah akan menyingkirkan batu di mulut goa).” 

Pemuda pertama berkata, “Ya Allah! Orang tua saya sudah lanjut usia dan saya biasa pergi menggembala (hewan-hewan ternak saya). Sekembalinya menggembala, saya akan memerah susu (hewan ternak) dan membawa pulang susu itu dengan bejana untuk diminum oleh orang tua saya. Setelah mereka meminumnya, baru saya akan memberikannya kepada anak-anak, keluarga, dan istri saya. 

Suatu hari saya terlambat pulang, dan sesampainya di rumah, saya dapati orang tua saya sudah terlelap tidur, saya tidak mau membangunkan mereka. Disisi lain, anak-anak saya menangis mendekap kaki saya (karena kelaparan). Keadaan itu berlanjut sampai fajar menyingsing.  Ya Allah! Jika Engkau memandang amalan tersebut saya lakukan hanya demi ridha-Mu, maka tolong singkirkan batu ini agar kami dapat melihat langit.” Lalu, batu itu bergeser sedikit. 

Kemudian pemuda kedua berkata, “Ya Allah! Engkau tahu bahwa saya telah jatuh cinta dengan sepupu saya, cinta yang dalam seperti yang dimiliki seorang pria dewasa kepada seorang wanita, dan dia mengatakan kepada saya bahwa hasrat saya tidak akan bisa tercapai kecuali saya membawa seratus Dinar (kepingan emas). Kemudian, saya berjuang keras untuk itu, hingga saya berhasil mengumpulkan jumlah yang diinginkan, dan ketika saya sudah di antara di kedua kakinya, dia mengatakan kepada saya untuk takut kepada Allah, dan meminta saya untuk tidak merendahkannya kecuali dengan benar (menikah). Lalu, aku bangun dan meninggalkannya. Ya Allah! Jika Engkau memandang bahwa perbuatan yang saya lakukan hanya demi ridha-Mu, tolong geserkan batu ini.” kemudian, dua pertiga dari batu itu bergeser. 

Kemudian pemuda ketiga berkata, “Ya Allah! Tanpa ada keraguan, Engkau tahu bahwa saat itu saya mempekerjakan seorang pekerja dengan imbalan satu Faraq jewawut (1 Faraq setara dengan 3 Sha, jewawut adalah salah satu jenis makanan pokok), dan ketika saya ingin memberikannya, beliau menolak untuk mengambilnya, lalu saya menabur biji jewawutnya dan hasil panennya saya gunakan untuk membeli sapi dan membayar seorang penggembala. Setelah beberapa waktu, pria itu datang dan meminta uangnya kembali. Lalu saya katakan kepadanya: Lihat dan amatilah sapi-sapi dan penggembalanya itu, lalu ambillah itu karena itu semua adalah milikmu. Beliau heran dan menganggap saya sedang bercanda. Saya jelaskan kepadanya bahwa ini semua bukan sebuah lelucon, semua benar bahwa itu miliknya. Ya Allah! Jika Engkau memandang bahwa amalan yang saya lakukan adalah ikhlas demi ridha-Mu, maka tolong singkirkan batu itu.” Lalu, batu itu tersingkir sepenuhnya dari mulut gua.

Seperti yang dijelaskan dalam Hadits Nabi tersebut, bahwa ketiga pemuda yang tidak berdaya memohon kepada Allah dengan mengingat amalan baik nan tulus mereka, yang menjadi perantara atas mereka dan Allah dalam membuka jalan keluar dari permasalahan pelik mereka. Amalan-amalan dari masing-masing mereka merupakan teladan yang paling mulia dan berbudi luhur. 

Secara spesifik, jika kita memperhatikan amalan yang berkaitan dengan orang tua, kita melihat bahwa melayani orang tua dan menyenangkan hati mereka dapat menjadi jalan dalam membuka tabir misteri dikala dihadapkan dengan masalah tersulit. Allah menerima doa seorang hamba yang tidak pernah lalai dalam mengabdi kepada orang tuanya dan yang lebih mengutamakan mereka daripada anak-anaknya sendiri, dan karena itulah mereka terbebas dari goa.

Apa yang diperintahkan Rasulullah tentang Hak Orang Tua

Hadits Nabi berikut merupakan kisah penuh makna yang menunjukan bagaimana kepekaan Rasulullah dalam memenuhi hak-hak orang tua:

Seorang sahabat datang kepada Rasul Allah meminta izin untuk mengambil bagian dalam jihad. Nabi bertanya (walaupun mengetahui jawabannya), “Apakah orang tuamu masih hidup?” Ketika Sahabat menjawab, “Ya,” dia berkata, “Maka berjerih payah lah dirimu demi mereka (melayani mereka)”

Rasulullah mengetahui bahwa orang tua sang Sahabat masih hidup dan membutuhkan perawatan. Sang Sahabat ingin melaksanakan jihad demi mengagungkan dan menyebarkan pesan dan nama Allah SWT.

Namun, ada kemungkinan terbunuh atau terluka di medan perang. Jihad adalah cita-cita agung yang bertujuan berjuang untuk mengagungkan Nama Allah, cita-cita yang tidak ada cita-cita yang lebih besar dari itu.

Kepada orang-orang yang pernah bertanya, “Ya Rasulullah, amal apa yang setara dengan jihad di jalan Allah?” dia menjawab, “Kamu tidak memiliki kekuatan untuk melakukannya.” 

Pertanyaan itu diulang dua atau bahkan tiga kali, tetapi setiap kali Beliau menjawab, “Kamu tidak memiliki kekuatan untuk melakukannya.” Kemudian Beliau bersabda, “Orang yang berjihad (mujahid) di jalan Allah adalah seperti orang yang berpuasa, berdiri dalam shalat, membaca dan mengamalkan ayat-ayat Al-Qur’an dan tidak menunjukkan kelelahan dalam puasa dan yang terus shalat hingga orang yang berjihad di jalan Allah kembali.”

Meskipun memulai perjuangan seperti itu tidak akan ada padanannya, Rasulullah, dengan mempertimbangkan situasi memprihatinkan orang tua yang sakit, memerintahkan sang sahabat yang meminta izin tadi untuk, “Maka berjerih payah lah dirimu demi mereka (melayani mereka)”

Dalam riwayat lain, Muslim, seorang Sahabat berkata, “Aku berjanji setia kepadamu untuk hijrah dan jihad, mencari pahala hanya dari Allah.” Rasul berkata, “Apakah salah satu dari orang tuamu masih hidup?” Ketika Sahabat berkata, “Ya, keduanya hidup,” Nabi berkata, “Apakah Engkau yakin, Engkau ingin mencari pahala dari Allah semata?” Setelah Sahabat berkata, “Ya,” Rasulullah berkata, “Kalau begitu kembalilah ke orang tuamu dan beri mereka perlakuan yang baik (karena keridhaan Allah ada disini).”

Dalam riwayat yang lain, seorang Sahabat berkata. “Saya pergi meninggalkan kedua orang tua saya dalam kondisi mereka berlinang air mata.” Rasulullah bersabda, “Kembalilah kepada mereka dan buatlah mereka riang gembira karena Engkau sudah membuat mereka menangis.” Jiwa yang malang, yang sudah meninggalkan orang tua mereka, harus kembali dengan lapang dada dan harus membahagiakan orang tuanya karena sudah membuatnya berlinang air mata. Mereka tidak boleh memasrahkan orang tua mereka ke suatu tempat yang hampa pelipur lara seperti panti jompo, dan mereka juga harus mendekap kedua orang tuanya, layaknya dahulu mereka sudah dibahagiakan dan dididik waktu kecil. Menjauhkan kedua orang tua mereka dari rasa perpisahan dan kerinduan, harapan orang tua adalah bisa bersama dengan anak-anak mereka, hidup dengan penuh cinta untuk cucu-cucu mereka, dan hidup dengan penuh kehangatan dalam suatu rumah yang mereka bisa terus berbagi berbagai hal. 

Rasulullah sudah bertanya kepada banyak Sahabat-sahabat yang meminta izin untuk ikut berjihad ataupun berhijrah, tentang apakah orang tua mereka masih hidup atau tidak, dan mempertimbangkan kebutuhan orang tua mereka, rasa kesepian dan kerinduan dalam jiwa mereka, usia dan kelemahan mereka. Alhasil, Beliau mengirim beberapa diantara mereka untuk kembali dan memenuhi kebutuhan orang tua mereka, dan memberikan beragam nasihat kepada beberapa yang lain. Seperti kepada Jahima, yang mendekati Beliau dan berucap, “Wahai Rasulullah! Saya juga berkeinginan untuk ikut berjihad dan saya mendatangimu untuk meminta pendapat tentang hal ini,” Beliau membalas bertanya, “Apakah kamu memiliki seorang Ibu?” Jahima menjawab, “Ya.” Rasulullah membalas, “Lalu tetaplah bersama Ibumu, karena surga ada dibawah telapak kakinya.”

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Dapatkan artikel baru setiap saat!    Yees! Tidak Sekarang