“Perpisahan Terakhir dengan Salat”
Jamaah Muslim yang terhormat! Salat yang merupakan ringkasan segala ibadah, mengandung kabar gembira, keselamatan bagi kaum mukmin. Dengan hati yang penuh rasa takut dan hormat, Kita menunaikan penghambaan kita lewat salat kepada Rabb yang Maha Rahmat dan Karim. Ia mengandung kabar gembira keselamatan serta kebahagiaan dunia dan akhirat. Kabar gembira ini disampaikan Al Quran pada kita. Kabar Qurani untuk mereka yang hatinya penuh rasa takut dan takzim, baik di dalam maupun di luar. Dengan segala macam dosa dan kekurangannya, mereka sadari posisinya di hadapan keagungan Allah. Untuk itu, di antara ibadah-ibadah personal, tak ada ibadah yang bisa menyaingi keutamaan salat.
Salat memiliki makna menyeluruh, ia memiliki ringkasan dari segala macam ibadah lainnya. Ibadah lain wajib dikerjakan saat seseorang jadi mukalaf atasnya. Setelah mengerjakannya maka kewajiban pun gugur. Namun, kewajiban salat terus berlanjut, ia memelihara hubungan antara hamba dengan Allah. Salat memelihara ikatan antara manusia dengan Sang Rahmat. Manusia mengerjakan salat sehari 5 kali, kadang 10 kali, bahkan mereka rela meninggalkan keadaan hidup yang paling manis demi memelihara ikatan ini. Untuk itu salat sebagai kewajiban terbesar ditujukan kepada manusia yang datang dengan tugas teragung.
Baginda Nabi SAW memberikan porsi terpenting kepada salat. Ketika Al Quran menjelaskan urgensi salat dengan sangat serius, Rasulullah SAW tidak menerima sesuatu dari orang yang tidak salat. Beliau juga menghukumi bahwa tidak ada satupun darinya yang akan diterima oleh Allah. Beliau memberikan perhatian khusus terkait permasalahan ini.
عن أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ : سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلَاتُهُ فَإِنْ صَلُحَتْ فَقَدْ أَفْلَحَ وَأَنْجَحَ وَإِنْ فَسَدَتْ فَقَدْ خَابَ وَخَسِرَ ، فَإِنْ انْتَقَصَ مِنْ فَرِيضَتِهِ شَيْءٌ قَالَ الرَّبُّ عَزَّ وَجَلَّ : انْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ فَيُكَمَّلَ بِهَا مَا انْتَقَصَ مِنْ الْفَرِيضَةِ ؟ ثُمَّ يَكُونُ سَائِرُ عَمَلِهِ عَلَى ذَلِكَ
Dari Abi Huraitah R.A Berkata: aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya amal yang seorang hamba yang pertama kali dihisab di hari Kiamat adalah shalatnya. Jika shalatnya bagus, maka ia menang dan sukses. Dan jika shalatnya rusak, maka ia menyesal dan rugi. Maka jika ada yang kurang dari shalat fardunya, Tuhan Azza Wa jalla berfirman, “Lihatlah kalian, apakah hambaKu mempunyai (amal) shalat sunnah, maka itulah yang dapat menyempurnakan kekurangan fardhunya, kemudian semua amalnya (juga) seperti itu.”[1] (H.R Tirmidzi)
.Mungkin ini sudah sering, atau ratusan kali kalian dengarkan. Beliau tidak mencukupkan diri dengan salat yang 5 waktu saja. Beliau ingin melanjutkan munajat dan pertemuan dengan Rabbnya di malam yang gelap, dan beliau berusaha melakukannya. Andai beliau sedang tidak bisa menunaikan salat malam yang dianggap wajib bagi dirinya, beliau meng-qadhanya di siang hari untuk menambal lubangnya. Tidak ada ibadah yang sudah beliau mulai kemudian diberi jeda, apalagi ditinggalkan. Kecuali untuk memberi umatnya kemudahan, maka beliau kadang meninggalkan yang kiranya bisa ditinggalkan. Kekosongan dari yang ditinggalkan itupun diganti berkali lipat dengan ibadah di malam hari. Beliau hidup dengan semangat dan kesadaran ini. Beliau selalu merentangkan sayap dan berusaha terbang naik menuju Allah.Tak mungkin saat wafat beliau memikirkan hal lain.
Mari kita pelajari menit-menit akhir kehidupan mulianya dari Sayyidah Aisyah ra. Pintu rumah mulianya terbuka ke arah pintu masjid. Beliau memikirkan satu kaki di rumah, di dalam keluarga, satu kakinya lagi di masjid. Ketika beliau memasuki masjid untuk itikaf, terkadang beliau mengulurkan kepala atau kakinya ke dalam rumah. Seakan tubuh mulianya dibagi dua, separuh di rumah, separuhnya lagi di masjid yang penuh berkah. Ketika berangkat kerja beliau melewati masjid. Beliau salat lalu pergi Sebelum masuk rumah beliau mampir ke masjid. Salat, kemudian baru masuk ke rumah. Baginya salat menjadi sebuah jalan, sedangkan masjid menjadi tempat beliau mampir. Tempat melejit baginya adalah derajat antara Pencipta dan yang dicipta. Beliau maju di atas jalan ini tanpa henti. Beliau SAW melewati menit-menit akhirnya dengan semangat atau impiannya tersebut, yaitu salat.
Para sahabat tidak ingin menunaikan salat tanpa kehadiran Beliau SAW. Setiap sahabat mendenyutkan harapan ini di hatinya, Allah menerima ibadah setiap hamba tanpa perlu perantara. Akan tetapi, salat di belakang Sang Pembimbing Kamil adalah suatu kebahagiaan luar biasa. Saat bertawajuh pada Mihrab Abadi SWT, seakan kita berlindung di belakang Rasul SAW, seakan kita menyuguhkan ibadah lewat bimbingan dan naungannya SAW. Tanpanya, kita tak akan mampu merasakan. Apa yang kita dengar saat beliau ada di sisi kita tak akan bisa kita dengar saat dirinya tak ada. Saat itu, waktu salat telah masuk, dan hampir habis. Para sahabat tetap tidak mau menunaikan salat tanpanya. Sahabat selalu melihat Rasul di depan mereka, dan mereka terbiasa salat di belakang Sang Rasul.
Harmoni sedih kadang berlalu-lalang, mereka seakan kehilangan kesadaran dan segera bersujud. Untuk itu mereka tidak ingin berpisah dari Sang Nabi SAW. Beliau pun berpikir untuk mengimami mereka salat. Akan tetapi, rasa sakit yang dahsyat membuatnya lelah dan tak sanggup untuk datang ke masjid. Demam tinggi betul-betul melingkupinya. Ia tidak membiarkan Sang Nabi untuk menapakkan langkahnya.
Di Sahih Bukhari, Sayyidah Aisyah:”Saat Nabi sedikit sadar, beliau langsung berseru:’Salat!’ “
“Tolong siramkan air seember agar aku dapat sadarkan diri”
“Kepala beliau lalu kita siram. Beliau sedikit sadar dan bangkit, tetapi akhirnya beliau pingsan lagi”
Para sahabat menunggu imam di masjid, sedang imam menunggu waktu ia mampu bangkit ke masjid. Walaupun seperti itu, itu adalah kebangkitan dan pingsannya yang terakhir. Beliau tidak akan bisa mengimami dan sujud bersama jamaahnya lagi. Beliau sedang di menit akhir kehidupannya.
“Tolong siramkan lagi air seember!” sabdanya.
Ember demi ember air menumpahi kepala mulianya. Para sahabat pun menumpahkan air matanya ember demi ember. Imam tidak datang, tidak datang, tidak datang. Jamaah merindukan kehadiran imam. Imam pun menahan nyeri demi salat berjamaah. Demikianlah potret jamaah dan imamnya. Kita mengetahui dan mengenal jamaah dan imam yang seperti itu. Semoga Allah menganugerahi kita makna salat seperti itu walau hanya sebesar zarah.
Hari terakhir, hembusan ajal sudah mengelusnya. Takdir langkah demi langkah mendekatinya, sangkakala bagi beliau mulai terdengar. Semua tanda-tanda kiamat kecil bagi Rasulullah mulai muncul. Jamaah masih menanti. Saat tirai diangkat, wajah-wajah pun tersenyum. Karena terangkat, mereka pikir imam akan datang, sehingga mereka pun mulai gembira. Beliau mengangkat tirai kamarnya. Telah dikatakan kepada beliau bahwa waktu kembali telah tiba. Para penghuni langit telah menunggunya dengan segala sambutan perhiasannya. Kini giliranmu memberi kemuliaan kepada langit. Duhai manusia bumi & langit, bumi telah cukup.
“Waktumu telah tiba!”
Nuraninya mendengar seruan ini. Beliau mengangkat tirainya, dilihatnya keadaan jamaah amat sempurna. Di mimbar ada Abu Bakar sebagai imam yang mulia. Ia mengangkat tangan untuk takbir dan mengimami salat.Rasulullah bergumam: “Jamaah ini bisa mengatasi segala permasalahan.” Beliau tersenyum seperti mawar yang merekah. Beliau menurunkan tirai dan tak ada yang bisa melihat wajah indahnya lagi.Hanya Abu Bakar yang dapat melihatnya, beberapa jam setelah kembali dari desanya, Sunh. Itupun ketika mengangkat penutup jasad mulianya. “Ya Rasulullah, engkau indah saat hidup maupun saat wafat!” dan mencium kening mulianya.
Rasulullah di akhir kehidupannya pun merasakan semangat salat. Beliau saat hidup mengatakan “Salat! Salat!” Di akhir hidupnya, Beliau minta disiram air dan kembali menyeru salat saat sadar. Ketika beliau pulang ke Rabbnya pun berseru, “Salat…! Salat…!”
Sayyidina Umar dadanya ditusuk belati, beliau meregang nyawa. Lalu suara azan terdengar dari menara. Diserukan “Salat, wahai Amirul mukminin!!”
“Inilah aku sudah sadarkan diri!” jawabnya.
Beliau berdiri dengan susah payah. Setiap bergerak, darah keluar darinya, membuatnya tak mampu lagi menggerakkan bibirnya. Dengan bibirnya yang pucat, beliau berseru dengan semangat “Salat…!” Sambil menggeliat ia berseru “Salat…!” Beliau menggeliat seakan bisa bangkit, padahal ia tak mampu.Sayyidina Umar juga menyerahkan ruhnya kepada Allah sambil berseru: “Salat…!” Belati menusuk dada Sayyidina Umar pun ketika beliau sedang salat. Pecinta salat, menemui takdirnya juga di saat salat. Sayyidina Umar ketika meletakkan wajahnya, yaitu di waktu yang terdekat dengan Tuhannya.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ :أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ
Dari Abi Hurairah R.A, Sesungguhnya Rasulullah S.A.W. Bersabda: “Waktu paling dekat dengan Tuhan adalah saat bersujud. Maka perbanyaklah doa di dalamnya” (H.R Muslim)
Ketika bibirnya dihiasi oleh senyum ini, dadanya ditusuk belati. Mungkin saja saat segala sebab diam membisu, ia berteriak: “Ya Allah!” Siapa yang tahu teriakan ini terdengar dan memantul di langit serta alam lahut, kita tak bisa membayangkannya. Ia pun berseru:”Salat!” lalu masuk ke majelis, berseru, “Salat!” dan menjalankan hidup. Ia juga masuk ke hadapan Ilahi dengan berseru: “Salat!”
Siapa pun yang berseru “Salat..!”, kalian akan menemukan profil yang sama. Salat bukanlah sebuah beban yang hendak kita singkirkan dari diri dan bahu kita. Salat adalah ungkapan kedekatan dengan Tuhan. Tak ada hal yang lebih manis selain mendekatkan diri kepada Tuhan lewat sujud secara tersembunyi. Sujud secara tersembunyi, di lokasi dimana tak ada orang yang melihat. Ketika dadamu menggeliat, ketika kalbumu telah mengenal Allah, maka seperti itulah kedekatanmu dengan Allah saat sujud. Saat Anda dekat dengan Allah, setan akan berteriak dan menjauhkan diri.
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: إذا قرأ ابن آدم السجدة فسجد اعتزل الشيطان يبكي يقول : يا ويلي ، أمر ابن آدم بالسجود فسجد فله الجنة ، وأمرت بالسجود فأبيت فلي النار
Rasulullah SAW bersabda: “Saat seorang mukmin membaca ayat Sajdah dan mendekatkan diri kepada Rabb dengan bersujud, setan akan melarikan diri sambil berteriak histeris” Manusia diperintahkan sujud dan mereka pun sujud sehingga menjadi ahli surga. Mereka meraih rida Sang Rabb. Sebelumnya saya diwajibkan tetapi mengingkarinya. Akibatnya saya ditakdirkan sebagai penghuni neraka.[2] Mereka akan berteriak, menangis, dan menjauhkan diri
Wahai Mukmin! Janganlah kalian tinggalkan salat yang dapat mendekatkan diri kalian dengan Rabb. Berilah keutamaan kepada sujud. Sebenarnya tidak ada sunah dan mustahab seperti ini. Tetapi carilah alasan untuk bersujud dan menyungkurkan kepala di hadapan keagungan Ilahi, untuk menjelaskan keadaanmu.
“Dengarkanlah Ya Rabb! Tak ada yang memahami perasaan ini.”
“Dengarkanlah Ya Rabb! Tak ada yang mendengarkan jeritanku ini.”
“Dengarkanlah Ya Rabb! Tak ada yang mampu menjawab permasalahanku.”
Bukalah kalbumu kepada Tuhanmu!
“Rabbi, tak ada yang bisa mengampuniku selain diriMu, Aku telah menzalimi diriku, mengotori dahiku.
Tanpa melihat kecilnya diriku, aku telah berbuat dosa besar.
Maka aku masuk dalam keagunganMu, kuremukkan rasa banggaku, Kuletakkan kepalaku di tanah dan kumohon ampunanMu.
Aku tak tahu pintu yang lain. Andai ada, aku akan meletakkan kepalaku di depannya. Andai ada, aku akan bersujud padanya.
Padahal Engkau Maha Menyaksikan dan Mengetahuinya Walau saya pendosa, aku tak pergi ke selainMu untuk meletakkan kepala dan memohon ampun.
Aku tak pernah mengetuk pintu yang lain, demikian juga aku tak sujud dan rukuk kepada selainMu
Andai ada yang mencampuri urusanku, aku berusaha tak memalingkan sujudku kepada selainMU
Ketika setan berteriak dan melarikan diri, Aku mendengar seruan “Fa firra ilallah” dan aku mentaatinya
Aku pun berlari menujuMu, aku berlindung kepadaMu
Semoga dengan keberangkatan, perjalanan, mikraj, dan kenaikan menuju Allah ini
Semoga dengan salat, Allah perdengarkan kalimat suciNya kepada hati nurani kita. Semoga Allah mengenyangkan hati kita dengan semangat ibadah. Semoga mereka yang asing dari ketaatan beribadah, dan yang menunaikannya secara formalitas, Allah beri kesadaran agar menemukan makna sejati salat.
Aamiin!
[1] (Al-Jami’ Al-Kabir At-Tirmidzi Juz 1 Hadis Nomor 413)
[2] Shahih Ibn Huzaymah cetakan AL-Maktab Al-Islamy 1424 H. Juz 1 Halaman 303