Orang-orang yang memiliki atusiasme tinggi akan menceritakan kondisi mereka, kegembiraan dan keadaan hati mereka. Mereka akan memproyeksikan superiotas perasaan mereka ke sekitar. Mereka akan melakukannya baik dengan kata-kata atau perilaku mereka. Dalam pembahasan sebelumnya, kita telah menyebutkan bahwa yang pertama adalah tentang pandai berbicara. Kita juga telah menyebutkan bahwa mereka yang menjalankan misi dakwah dengan kata-kata, mereka disebut pandai berbicara. Jika perilaku tidak sejalan dengan perkataan, dengan kata lain berwajah dua, mereka akan mencoba untuk membungkam lawan bicaranya atau menipu orang lain.

Ketika perilaku sesuai dengan perkataannya, maka segala sesuatu yang ingin diceritakan masuk ke dalam hati dan diterima. Hanya dengan begitu lingkaran cahaya akan terbentuk di sekitarnya seperti yang terjadi pada masa Nabi Muhammad Saw. Karena alasan inilah perilaku dan kemurnian hati dianggap sebagai faktor terpenting dalam menceritakan kebenaran. Hal itu membutuhkan struktur hati dan struktur spritual yang bebas dari dendam, permusuhan, amarah, iri hati dan hanya memikirkan Allah yang Maha Esa. Untuk itulah, Guru kita Ustad Said Nursi memberikan kabar gembira:

“Bila kita memperlihatkan kesempurnaan akhlak Islamiyah dan hakikat keimanan dengan perilaku, maka pasti para pengikut agama lain akan masuk Islam secara berbondong-bondong.”

Suatu ketika, Umar r.a. naik ke atas mimbar. Tanpa harus menunggu untuk khutbah di hari jumat, Umar r.a terkadang memanfaatkan waktu naik ke mimbar. Ia menjelaskan dan menceritakan beberapa masalah agama kepada publik seperti yang telah dilakukan Rasulullah Saw. Suatu hari ia naik ke mimbar dan berpidato kepada jama’ah: “Jamaah! Dengarkan dan pahami”, dia berkata. “Setelah anda mempelajarinya, bertindaklah sesuai dengan itu!”. Tiba-tiba terdengar suara yang merobek keheningan di dalam masjid. Pertahian seluruh masyarakat tertuju kepada pemilik suara. Seorang sahabat ini berdiri di depan mimbar menentang Umar: “Tidak! aku tidak akan mendengarkan dan aku juga tidak mau memahaminya!” katanya. Tidak ada yang tahu mengapa dia menolak Sayyidina Umar dan mengatakan semua hal ini. Tetapi hanya beberapa menit kemudian semuanya akan terungkap. Umar mengenakan kemeja mewah hari itu. Umar r.a sedang memberikan khutbah kepada publik dengan kemeja pertamanya. Kain baju itu adalah salah satu potongan kain yang dibagi dari hasil ghanimah perang sehari sebelumnya. Sahabat yang menolak Umar juga diberi selembar kain itu. Tapi dia tidak bisa menjahit kemeja itu karena tidak cukup untuk kemeja. Mungkin dia hanya bisa menjahit kemeja untuk salah satu anaknya. Ketika sahabat itu melihat baju utuh dipakai Umar, dia keberatan. Ini merupakan sebuah ketidakadilan, ia telah menyaksikan perlakuan penghinaan terhadap keadilan. Karena alasan ini, dia tidak mau mendengarkan Umar dan menyatakan bahwa dia tidak akan mendengarkan. Dia berkata “Saya tidak akan mendengarkan.” “Kenapa kamu tidak mau mendengarkan”, kata Umar. Khutbah tidak lagi didengarkan. Mereka fokus pada dialog antara salah satu sahabat dengan Umar. “Wahai Umar, takutlah kepada Allah”, katanya. “Kamu melakukan kezhaliman”, katanya. “Kemarin kamu memberiku sepotong kain, kamu juga mengambilnya. Kenapa saya tidak bisa menjahit kemeja untuk diri sendiri, sedangkan kamu bisa jadikan satu kemeja? Kemudian kamu berdiri di depan saya dan berkata “dengarkan saya dan pahami”. Saya tidak akan mendengarkan maupun memahami”. Umar r.a adalah orang yang tidak diam terhadap ketidakadilan. Dia sangat senang melihat sahabat seperti itu, yang blak-blakan mengatakan yang sebenarnya. Tapi dia perlu mengklarifikasi masalah tersebut. “Putraku Abdullah, berdiriilah, ceritakan tentang kisah baju ini”, kata Umar kepada putranya. Abdullah r.a pun berdiri dan menjelaskan kepada jamaah: “Ayahku mendapatkan sepotong kain, begitu pun saya, tetapi tidak ada yang cukup untuk menjadi sebuah kemeja. Oleh sebab itu, saya memberikan bagianku kepada ayahku agar dia punya baju baru saat memberikan khutbah kepada jamaah pada hari jumat. Inilah yang terjadi. Kalau tidak, bagian kain yang diperoleh ayahku tidak cukup untuk menjadi kemeja”. Sahabat yang tadi berkata dengan nada yang sama “Bicaralah Umar! Aku sedang mendengarkan sekarang” katanya. “Saya mendengarkan karena saya melihat kebenaran anda, karena saya melihat keadilan anda”, katanya.

Umar r.a menjalankan apa yang dia katakan. Satu yang dia katakan tetapi 10 yang ia lakukan. Perilakunya lebih benar dari pada perkataannya. Mungkin ada beberapa kesalahan dalam perkataannya, tetapi perilakunya adalah ekspresi, monumen kebenaran. Kita harus menjadi orang yang pandai bersikap, berteladan. Maka orang akan percaya pada kita, maka kebenaran akan menunjukkan efek yang diharapkan darinya. Maka hati akan menerima kebenaran yang mereka butuhkan dan akan menerimanya. Ketika perkataan kita ada di suatu lembah dan perilaku kita di lembah yang lain, tidak ada yang akan percaya pada kita selama kita hidup dengan cara munafik, berwajah dua, orang-orang tidak akan mengikuti kita.

Ya, saya ulangi sekali lagi perkataan yang sama. Para nabi telah meyatukan kata-kata dan perilaku. Mereka telah mempraktikkannya dalam kehidupan mereka sendiri apa yang mereka sampaikan kepada orang lain. Mereka tidak berwajah dua. Karena itu orang-orang mengikuti merekadan membentuk komunitas besar dan jamaah di sekitar mereka. Itu telah terjadi sampai abad ini. Orang-orang yang perilakunya sama jujurnya dengan perkataannya telah memobilisasi komunitas. Saat ini, jika ada seorang remaja yang kejujuran bisa dilihat dari wajah mereka, ini karena mereka yang tindakannya sama jujurnya dengan perkataannya. Ini telah disadari oleh mereka yang telah meninggalkan kesenangan duniawi, meninggalkan keinginan-keinginan mereka. Mereka yang tidak dapat menemukan apapun selain kardigan tua (pakaian yang dirajut) untuk dikenakan di punggung mereka, mereka yang meninggalkan kenikmatan duniawi, mereka yang sama sekali tidak melakukan ketidakadilan, mereka yang tindakannya bahkan lebih jujur dari perkataannya telah melakukannya dengan berkat dan pertolongan Allah SWT.

Jika anda ingin kata-kata anda memberi ruang di hati, -mungkin saya tidak akan bisa melakukannya sama sekali- tetapi jika anda benar-benar menginginkannya, maka anda harus memperhatikan penyatuan perilaku dan perkataan anda. Hindari sifat munafik dan mencoba untuk hidup dalam persatuan internal & eksternal. Jangan lupa bahwa Allah tidak mencintai mereka yang menjalani kehidupan ganda. Dalam Al-Quran mereka disebut dengan munafik. Semoga Allah SWT melindungi kita dari sifat munafik, berwajah dua, menjalani kehidupan ganda. Semoga Allah menganugerahi kita hidup dalam persatuan saat kita pergi menghadap-Nya.

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You may also like

More in Dawai Kalbu