Karya Pembaca : Imam H.
Mungkin kita pernah berharap pada suatu hari nanti kita bercita-cita ingin menjadi seorang guru, dosen, dokter, insinyur, pelaut, petani dll. Hal tersebut kita lakukan tidak lain agar mempunyai tujuan yang jelas di masa yang akan datang sehingga kita bisa mempersiapkannya dengan lebih matang.
Akan tetapi pada akhirnya mungkin kita akan bertanya-tanya, masa depan itu apa?
Atau apakah masa depan itu mempunyai batas?
Kalaupun iya, lalu apa puncak dari masa depan itu?
Ada yang mendefinisikan bahwa masa depan itu adalah: (1) Periode kehidupan yang akan kita jalani dan berakhir ketika kita meninggal nanti. (2) Periode mendatang yang membutuhkan perencanaan yang bisa dipersiapkan dan bisa dirancang untuk mencapainya.
Semua itu mungkin saja benar karena setiap orang mempunyai definisi yang berbeda akan masa depan. Yang jelas masa depan adalah suatu kejadian yang akan terjadi.
Masa depan berkaitan erat dengan keinginan dan harapan. Terkadang harapan dan keinginan itu menjadi benang merah tolak ukur tercapainya masa depan yang kita dambakan. Apapun yang kita lakukan di detik ini adalah demi terwujudnya masa depan yang lebih baik, ntah apa yang kita ingin dan harapkan akan terwujud atau tidak. Yang jelas setiap detik kedepannya adalah masa depan yang akan kita lalui.
Akan tetapi setiap kali kita mencapai apa yang kita inginkan di masa depan, semua itu pun menjadi masa kini, baik itu hari yang sedang kita jalani, kepuasan yang sedang kita nikmati, harapan-harapan masa kecil yang telah kita capai, semua itu akan menjadi masa kini atau masa lalu yang telah berlalu.
Terkadang kita pun tidak menyadari ternyata kita sedang ataupun sudah berada di masa lalu yang dahulu kita ingin dan harapkan. Tetapi, waktu tidak peduli, dia tetap akan berjalan. Meskipun kita sadar atau tidak, waktu tidak akan peduli dan terus akan berjalan.
Ketika kita masih kecil, melihat orang-orang dewasa bisa berjalan dengan baik, memperhatikan mereka melakukan segala sesuatu dengan mudahnya, kita pun berharap agar segera tumbuh seperti mereka. Masa itu kita ingin sekali mempercepat waktu dan pada akhirnya ketika kita mencapai apa yang kita inginkan, masa itu pun menjadi masa kini dan waktu pun terus berlanjut. Ketika kita mulai menuntut ilmu dari taman kanak-kanak (TK) kemudian melanjutkan ke jenjang SD,SMP,SMA, sampai mendapatkan gelar sarjana, semua itu demi masa depan. Ketika kita berharap mendapatkan pekerjaan, menikah, mendambakan keturunan, mempunyai anak, cucu, cicit semuanya demi masa depan.
Ketika semua itu sudah tercapai, masa lalu itu menjadi masa kini.
Masa depan tetap berlanjut, kita selalu menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya. Hingga kita mati pun, masa depan tetap berlanjut sampai pengadilan Allahﷻ ditetapkan.
Apakah kita dimasukkan ke dalam Surga atau neraka?
Hey, ternyata masih berlanjut. Lalu puncak masa depan itu sampai dimana?
Semua orang mempunyai pendapat atau pemikirannya masing-masing. Sebagai umat Muslim kita akan berpikir lebih mendalam lagi, melihat, membaca, merujuk, dan menelaah dari kitab suci Al-qur’an. Al-Qur’an menjelaskan bahwa puncak dari masa depan adalah ketika kita mampu meraih rida Allah سبحانه وتعالى. Puncak dari masa depan yang kita ingin dan harapkan adalah sebagaimana firman Allah سبحانه وتعالى :
{يا أَيَّتُهَا النَّفْسُ المطمئنة (27) ارْجِعِي إِلى رَبِّكِ راضية مرضية (28) فَادْخُلِي فِي عِبادِي (29) وَادْخُلِي جنتي (30)}.
Artinya: “Wahai jiwa yang tenang! Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang rida dan diridai-Nya. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku.” (Q.S. Al-Fajr [89]: 27-30)
“Wahai jiwa yang tenang!” para mufassir berkata ini adalah perkataan malaikat maut ketika ingin mencabut nyawa-nyawa orang yang beriman. Wahai jiwa yang tenang, wahai jiwa yang beriman, Kalimat tersebut dikatakan kepada orang mukmin, karena mereka yakin terhadap janji Allahﷻ. Mereka yakin terhadap apa yang dilakukan tidak pernah sia-sia. Mereka yakin terhadap amal saleh yang mereka kerjakan akan diberi ganjaran oleh Allahﷻ. Hati mereka tenang dengan iman dan amal saleh yang mereka lakukan, serta tidak ada sedikitpun keraguan di dalam hati mereka.
“Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang rida dan diridai-Nya.” Betapa bahagianya seseorang ketika malaikat membisikan kalimat ini kepadanya. Dia akan pulang dalam keadaan rida dan gembira terhadap apa yang menantinya. Bukan hanya sampai disitu, Allahﷻ pun rida terhadap kepulangannya.
Jiwa mana yang tidak bahagia ketika kedatangannya sudah dinanti dan diperlakukan dengan istimewa oleh sang pemilik alam semesta. Terlebih lagi akan diberikan ganjaran yang sangat besar dari amal saleh yang pernah dia kerjakan.
Ketika Allahﷻ berfirman kepadanya, “Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku dan masuklah ke dalam surga-Ku”, Allahﷻ berkehendak agar dia tidak merasa sendiri. Karena akan ada orang-orang saleh bersamanya dari kalangan ulama, para mujahidin, orang yang sering bersedekah, orang yang taat kepada kedua orang tuanya, para hafiz al-Quran dll. Selain itu, ketika ia akan masuk ke surga, Allahﷻ menyebutnya secara khusus. Dia akan merasa sangat spesial dan istimewa karena perlakuan tersebut.
Di dalam Surat Ali ‘Imran Ayat 185 Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
كُلُّ نَفْسٍ ذَآئِقَةُ ٱلْمَوْتِ ۗ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ ۖ فَمَن زُحْزِحَ عَنِ ٱلنَّارِ وَأُدْخِلَ ٱلْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ ۗ وَمَا ٱلْحَيَوٰةُ ٱلدُّنْيَآ إِلَّا مَتَٰعُ ٱلْغُرُورِ
Artinya: Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.
Ayat ini menjadi pengingat yang kuat akan masa depan yang sebenarnya kita dambakan. Bukan berarti kita melupakan dunia begitu saja, akan tetapi kita mensyukuri yang menjadi bagian kita, sembari menyiapkan bekal sebanyak-banyaknya untuk kehidupan yang kekal abadi.
Marilah kita bermuhasabah diri, setiap kegiatan yang kita lakukan, setiap prestasi yang kita raih, setiap ibadah yang kita persembahkan, setiap kebaikan yang kita usahakan, apakah semua itu karena Allahﷻ?
Apakah semua itu demi mendapatkan rida-Nya?
Apakah hanya ingin mendapatkan pujian dari manusia atau hanya untuk kepentingan dunia yang bersifat sementara saja?
Aduhai, betapa malangnya ketika apa yang kita usahakan semua itu sia-sia belaka. Lelah, letih, kucuran keringat, tetesan air mata, luka dan darah yang kita alami ternyata bukan karena Allahﷻ. Akhirnya semua itu seperti debu yang beterbangan, tidak ada yang tersisa.
Pengadilan yang Maha Agung, tidak akan pernah salah walaupun sekecil apapun. Pengadilan yang menampakkan sejatinya kita di dunia. Mungkin saja di dunia kita nampak sebagai orang baik, namun di pengadilan ini kita adalah orang yang sebaliknya. Begitupun sebaliknya, orang yang nampak buruk di dunia ternyata di akhirat dia dikumpulkan bersama orang-orang saleh.
Marilah kita senantiasa berdoa kepada Allahﷻ agar diberikan kebaikan, baik di dunia maupun di akhirat nanti. Diberikan limpahan rahmat dan karunia-Nya agar kita dapat menggapai hakikat masa depan yang sebenarnya kita dambakan.
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Artinya: “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari azab neraka.” Aamiin
wallahu a’lam….