Setiap orang memiliki cita-cita dalam hidupnya, ada yang menjadikan kekayaan sebagai tujuan, ada juga yang menjadikan jabatan, ketenaran dan popularitas sebagai pencapaian yang paling utama. Semua itu dilakukan tidak lain dan tidak bukan untuk mendapatkan ketenangan yang merupakan pangkal dari kebahagiaan.
Mereka yang berfikir bahwa ketenangan ada pada harta, maka ia akan menjadikan harta tersebut sebagai juru selamatnya. Mereka yang berfikir ketenangan ada pada kedudukan dan jabatan, maka ia akan melakukan segala cara untuk mendapatkan semuanya. Dan mereka yang menjadikan kecantikan, popularitas sebagai sudut pandang manusia, maka mereka akan merasa ujub terhadap dirinya sendiri.
Namun, apakah ketenangan itu benar-benar hanya ada pada harta, kedudukan, jabatan, kecantikan dan popularitas?
Jika benar, ketenangan itu hanya ada pada harta, kedudukan, jabatan, kecantikan dan popularitas.
Lalu, mengapa banyak pengusaha kaya, artis ternama dan para pejabat yang mati bunuh diri?
Sebut saja Michael Jackson, Marilyn Monroe, Chester Bennington, Kurt Cobain dan masih banyak artis terkemuka lainnya.
Bukankah mereka telah memiliki semua yang diperlukan untuk bahagia?
Lalu kenapa mereka justru memilih mengakhiri hidupnya dengan cara yang tak semestinya?
Hal ini memberikan pelajaran bagi kita, bahwa ternyata ketenangan jiwa yang merupakan pangkal dari kebahagiaan tidak terletak pada harta, kedudukan, jabatan, kecantikan dan popularitas.
Lalu dimanakah ketenangan yang di damba kan semua orang itu?
Rahmat Tuhan Bagi yang Beriman
Ketenangan merupakan rahmat dari Allahﷻ yang di berikan kepada hamba nya yang beriman. Semakin besar kadar keimanan seseorang, maka ia akan semakin tenang. Dan ketenangannya seakan menjadi stempel yang melekat pada keimanan. Syekh Badiuzzaman Said Nursi dalam kitab-Nya Al-kalimat bahasan tentang mensifati karakteristik orang yang beriman dengan sikap ketenangannya beliau menyampaikan.
“Andai kan bola bumi menjadi bom yang dapat meledak, barang kali ia tidak akan membuat takut sang abid yang memiliki kalbu yang bersinar. Bahkan bisa jadi ia melihatnya sebagai salah satu kodrat tuhan yang luar biasa sehingga ia akan merasa kagum dan senang. Sebaliknya, seorang fasik yang memiliki kalbu mati, meski ia seorang filsuf yang dianggap cerdas, apa bila melihat meteor di angkasa ia akan merasa takut dan cemas“ .
Bahaya dan kecemasan luar biasa pernah meliputi kaum muslimin pada saat peristiwa badar, saat itu kaum muslimin harus berhadapan dengan musuh yang jumlahnya tiga kali lipat lebih besar, dengan persenjataan dan akomodasi perang yang sangat minim. Tak ada pilihan lain, dengan segala keterbatasan kaum muslimin harus menang. Saking gentingnya kondisi saat itu, hingga membuat Rida “Sorban” Baginda mulia Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam ter jatuh saat berdo’a, “Ya Allah, jika pasukan ini sekarang binasa maka tiada lagi ada yang beribadah kepada-mu”.
Kemudian, alih-alih Allahﷻ memberi pertolongan kepada kaum muslimin pada saat itu, dengan menurunkan hujan dan kantuk sebagai pertolongan pertamanya. Dari pertolongan yang diberikan Allahﷻ, hati kaum muslimin diselimuti ketenangan yang pada akhirnya membuahkan kemenangan. Dalam firman-nya : “Sesungguhnya Allahﷻ menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu penenteraman dari nya dan Allahﷻ menurunkan kepada mu hujan dari langit untuk membersihkan mu. Karena dengan air hujan itu, Allahﷻ menghilangkan gangguan syaitan dari mu dan menguatkan hatimu serta memper teguh kedudukan mu” (Q.s. Al-anfal : 11).
Menjemput ketenangan
Jika ketenangan dapat dibeli harusnya hanya si kaya yang boleh bahagia, Jika ketenangan dapat direkayasa, harusnya kebahagiaan hanya untuk segelintir penguasa. Mungkin ada yang percaya bahwa ketenangan dapat dibeli dan direkayasa. Namun, ketenangan yang hakiki hanya milik Allahﷻ, dan akan hanya diberi kepada mereka yang beriman.
Sejenak mari kita renung kan kembali perjalanan hijrah nya sang Baginda Nabi bersama seseorang sahabat.
Mengapa beliau memilih Abu Bakar r.a sebagai teman perjalanan?.
Seolah beliau ingin mengajarkan kepada umatnya jika ketenangan ada pada kekuatan maka beliau akan memilih Umar dan Hamzah r.a sebagai pendampingnya. Jika ketenangan ada pada harta mungkin Abdurrahman Bin Auf lah yang akan dipilih nya. Namun karena ketenangan ada pada iman, maka Ash-Shiddiq lah yang dipilih. Sosok yang tak akan bertambah keyakinannya meski hijab antaranya dan surga dibuka, sebab keimanan nya telah paripurna. Seraya mengulang firman Allahﷻ, baginda Nabi menguatkan “ jangan bersedih sesungguhnya Allahﷻ Bersama kita “.
Ketenangan juga dapat dijemput dengan sikap bertawakal seraya berserah diri kepada Allahﷻ dan berusaha menyertakan Allahﷻ dalam segala urusan.
Bukankah mereka yang berpergian dengan menyandang nama penguasa akan merasa aman dan mendapat jaminan perlindungan?
Bukankah setiba nya ditempat tujuan mereka akan disambut dan dilayani selayaknya utusan sang raja?
Begitulah gambaran orang yang menyertakan Allahﷻ dalam segala aktivitasnya. Kondisi sebaliknya akan menimpa mereka yang enggan menyandang nama penguasa dalam perjalanannya. Rasa cemas, takut dan bingung akan selalu menyertai perjalanannya yang Panjang.
Ketenangan dan Kebahagian.
Semua orang mendambakan kebahagiaan, namun banyak yang mencari kebahagiaan ditempat yang salah sehingga mereka tidak menemukan kebahagiaan yang hakiki.
Bukankah sudah menjadi tabiat bahagia datang setelah tenang?
Bagi mereka yang memahami hakikat penciptaan akan menjadikan ke ridaan Allahﷻ sebagai tujuan untuk mendapatkan ketenangan. Seperti hal nya menghadapkan wajah pada Mentari, maka akan mendapatkan pancaran sinar ke hangatan yang hakiki. Namun bagi mereka yang membelakangi Mentari, hanya bayangan semu yang ia dapat kan.
Bukankah mengejar bayangan merupakan kesia-siaan belaka?
Setiap insan merindukan kebahagiaan, namun banyak yang lupa jika kebahagiaan datang setelah ketenangan. Maka, sebuah kepalsuan bagi mereka yang mengejar kebahagiaan namun membiarkan perpecahan, peperangan dan kekacauan terjadi. Maka, pastikan diri kita menjadi bagian dari hadirnya ketenangan bagi keluarga kita, bagi tetangga kita dan bagi masyarakat lingkungan kita.
Semoga kita semua dimasukkan kedalam golongan hamba nya yang memiliki kedalaman iman, sehingga dapat merasakan gelombang ketenangan jiwa yang dengannya dapat menjemput sebuah kebahagiaan hakiki.
woles dan bahagia lah.