Menurut Ustaz, faktor-faktor untuk meraih kemajuan & ketenteraman ada tiga yaitu :
Faktor Pertama: Manajemen Waktu
Manusia harus mengatur waktunya agar harmonis, baik waktu untuk istirahat, maupun waktu untuk keluarga dan anak-anaknya. Ia juga harus menyiapkan waktu untuk bekerja mencari nafkah. Jika ia seorang guru, maka ia harus menyisihkan waktu untuk mendukung kebutuhan profesinya tersebut. Ia juga harus menyisihkan waktunya untuk membaca. Saat luang, ia perlu berdiskusi dengan sejawatnya, membahas hal-hal agung terkait profesinya. Mereka harus tahu apa yang harus mereka kerjakan di jalan ini.
Mereka yang meluncur seperti karambol akan tersangkut oleh hambatan di tengah jalan. Mereka harus tahu siapa dirinya dan sadar saat menulis visi hidupnya, mereka harus berkata:
“Saya harus begini dan begitu biar sukses!”
Ia harus membagi waktu sesuai visi hidupnya. Manajemen waktu adalah bahasan yang dalam dan serius.
Faktor Kedua: Pembagian Tugas
Pembagian tugas harus didasarkan kepada efektivitas kinerjanya. Dalam pembagian tugas juga membutuhkan sifat itsar “mendahulukan orang lain”. Ketika memahami itsar, kaidah ini harus diingat: Para nabi tak mungkin berkata: “Kamu kerjakan tugasku!”.
Kenabian adalah tugasnya para nabi, mereka tak mungkin berpaling darinya. Selain tugas, kenabian juga merupakan suatu kehormatan. Ia adalah misi dan kewajiban yang tak mungkin bagi para nabi untuk berpaling darinya. Berpaling dari kenabian berarti berpaling dari Allahﷻ, hafizanallah. Karena itu, tak peduli betapa tawaduknya nabi Muhammadﷺ, beliau tidak bisa bersabda:
“Wahai Abu Bakar, Umar, Usman, gantikan saya!”.
Namun demikian, setiap manusia selain nabi perlu mempertimbangkan agar orang lain saja yang mengemban tugasnya lewat semangat itsar. Daripada dirinya sendiri, mereka lebih mengusulkan orang lain: “Si A cocok jadi muazin, si B cocok jadi Bupati, dst”. Tentu disini basirah masyarakat juga dibutuhkan.
Cerita dari pidato Tahir Efendi. Ia berkata: “Anda adalah muntahib (pemilih), sedangkan saya muntahab (yang dipilih) untuk duduk di muntahabun ilaih (majelis). Yang Anda kerjakan adalah intihab (memilih). Intihab berasal dari kata nuhba yang artinya krim (bagian atasnya susu). Seperti apa kualitas susunya, demikian juga kualitas krimnya”.
Ya, saat masyarakat memiliki basirah, siapapun bisa ditugaskan dimanapun. Jika tidak, masyarakat akan memilih orang seperti Karun yang hanya memikirkan dirinya sendiri. Orang itu akan menyalahgunakan nilai-nilai agung yang Anda junjung tinggi. Mereka akan menyalahgunakannya demi keuntungan pribadi. Untuk itu, intihab (pemilu) sangatlah penting.
Yang Ketiga: Prinsip Tolong Menolong (Ta’awun).
Berasal dari akar tafa’ul (tanda baik), ia menekankan agar kalian saling tolong menolong satu sama lain. Ustaz berkata: “Persatuan dan kesatuan adalah sarana terbesar bagi turunnya taufik ilahi”. Tangan yang saling bergenggaman di jalan Allahﷻ dengan penuh semangat dan memiliki tujuan yang sama, tidak akan pernah Allahﷻ sia-siakan. Anda pun memohon sesuatu yang sama “Ya Allahﷻ, tinggikanlah kalimatMu di segala penjuru, jadikanlah kami sebagai sarananya, dan jadikanlah kami sebagai hambaMu yang mukhlis, mukhlas, muttaqi, wara, zahid, serta muqarrabin. Berikanlah kami, dengan semua itu kerinduan yang membuat kami bisa bertemu dengan kekasihMu ﷺ”.
Itulah penjelasan mengenai apa saja tugas yang menjadi kewajiban kita.
Kita memiliki keahlian dalam beberapa hal. Entah itu, disebabkan oleh lingkungan kita, bakat dan pembawaan kita, atau karena genjotan pada syaraf kita. Kita memiliki kemampuan berfikir yang cukup luas. Dengan kemampuan tersebut, kita harus menggunakannya untuk membantu dan membimbing mereka. Perhatikanlah! Di satu sisi, doa berjamaah, persatuan, dan kesatuan merupakan sarana bagi datangnya taufik ilahi.
Sedangkan sisi lainnya adalah bagaimana kita menjadi sarana matangnya pemikiran dan jiwa umat manusia. Andaikan akal anda telah matang, anda harus membantu dan membimbing manusia agar meraih ufuk pikir itu. Bahkan anda harus berharap agar mereka melebihi Anda. Itulah yang dituntunkan itsar kepada kita.
Itsar : Mendahulukan kepentingan orang lain dari pada kepentingan sendiri.
Contoh lainnya: Anda sedang sekolah. Anda belajar bersama teman-teman anda agar naik kelas. Beberapa dari anda memiliki kemampuan lebih, entah karena faktor keluarga, budaya atau faktor lainnya. Dengan bekal itu, Anda lebih mudah memahami, merangkum, dan menyimpulkan pelajaran. Anda harus sebisa mungkin, membantu teman anda meraih level yang sama. Ini merupakan contoh untuk para pelajar. Di contoh itu, tercerminkan semangat itsar, semangat untuk mengangkat level rekan-rekannya melebihi dirinya.
Berikutnya, contoh di level yang lebih tinggi. Ketika kita meniti karir. Kita bekerja untuk meraih gelar master, doktor, dan professor. Beberapa teman misalnya, sangat ahli dalam menciptakan lagu. Teman lainnya sangat menguasai perpustakaan. Kata Necip Fazil, mereka ini “tikusnya perpustakaan”. Mereka tahu, topik tertentu yang dibahas di buku mana saja. Orang lain mungkin mengerjakan tugas itu dengan kondisi tidak terlalu menguasai hingga sedetil itu. Yang ahli komposisi lagu harus berkata: “Isu ini sebaiknya disampaikan begini”. Ia harus mendukung temannya.
Yang sedang doktoral, harus menyelesaikannya dalam 2 tahun, jangan 10 tahun, andai aturan memungkinkannya. Beberapa diantaranya, menguasai daftar isi buku-buku, mereka bagaikan tikusnya perpustakaan. Dia berkata: “Kawan, rujukan untuk topik itu ada di rak ini, buku ini dan itu, di halaman sekian…”. Bila perlu, ia ajarkan bagaimana topik tersebut harusnya disampaikan, dengan menyesuaikan karakter dospemnya. Sesuai kaidah ta’awun, Ia juga membantu bagaimana menghadapi dosen pembimbing & menyamakan frekuensi dengannya.
Inilah yang semestinya dilakukan oleh kita, sesuai turunan kata ta’awun: Ta’awana/yata’awanu/ta’awunan yang bermakna: saling menolong dalam menyelesaikan suatu pekerjaan antara dua orang atau lebih. Jadi, suatu pekerjaan tidak diselesaikan dengan satu akal. Melainkan dengan ribuan dukungan akal yang semuanya atas izin dan inayat Allahﷻ. Dengan satu sama lain, saling percaya.
Ia: “Temanku lebih amanah!”.
Keyakinan ini juga bersandar pada semangat itsar. Dengan kadar yang berbeda, ada yang setetes, ada yang secangkir, ada yang segelas, dan ada juga yang segentong. Jika kita saling percaya, maka kekuatan akan lahir melalui persatuan dan kesatuan yang kita bangun. Dan kesuksesan itu pun akan tercapai, atas izin Allahﷻ. Dengan menggabungkannya, Kekuatan rekan dapat menambah kekuatan kita. Jika kita bisa meletakkannya di pondasi yang kokoh. Maka dari satu orang, dapat dihasilkan output setara seribu orang.
Hal penting lainnya adalah saling percaya dan tidak mudah suuzan. Bisa jadi keadaan yang ada sekarang, memudahkan kita bersuuzan. Tapi kita masih punya kesempatan untuk mengujinya. Menguji dengan hal yang sederhana. Jika lulus, maka akan naik kelas. Demikian seterusnya hingga berhasil duduk di hati kita. Ternyata, ia juga penuhi haknya. Lalu kita letakkan ia di pusat hati kita:”Silahkan naik kemari!”. Dan ia penuhi lagi haknya. Maka kita katakan:”Kamu benar-benar layak disini.” Cerita ini hanya permisalan.
Demikian juga dalam Hizmet. Anda ditempatkan disini, sukses. Lalu ditambah tugas baru, sukses. Semua itu terbentuk dari berbagai ujian yang sudah dilalui.
Latar belakang dari semua tugas pengambian adalah husnuzan. Saat Anda meragukan seseorang, sebelum suuzan. Maka ujilah dia… Ujian itu nantinya juga akan mengangkat levelnya. Dengannya, Anda menyiapkan pondasi agar masyarakat bisa menikmati semua potensi yang dimiliki teman-teman anda.