Karya Pembaca: Habib A.S
Tidaklah terasa, tahun Masehi 2022 telah berlangsung, seakan – akan waktu berlalu dengan begitu cepat. Suka duka, manis pahit, kucuran keringat, tetesan air mata, dan semuanya yang terjadi pada tahun sebelumnya, akan menjadi sebuah kenangan sekaligus menjadi bekal untuk menjalani kehidupan di tahun berikutnya sebagaimana yang telah Dia tetapkan. Entah apa yang akan terjadi besok, seorang hamba harus siap menghadapi kehidupan dunia yang penuh dengan problematika. Memang, dunia ini adalah tempatnya lelah. Dunia bukanlah tempat untuk manusia beristirahat dengan tenang, apalagi untuk bersenang – senang, terlebih bagi mereka yang beriman dan berserah diri kepada Tuhan yang tiada sekutu bagi-Nya.
Sebagaimana Imam Ahmad bin Hambal pernah ditanya, “Wahai Imam, kapankah waktu istirahat itu?”
Kemudian beliau menjawab, “Istirahat yang sesungguhnya ialah pada saat engkau pertama kali menginjakkan kakimu di dalam Surga.”
Ya, kadang kala dunia dan segala kesibukan yang dibuatnya, membuat seorang hamba lupa akan akhirat dan segala hal yang terkait dengannya, meskipun pada nantinya akan segera teringat. Hal tersebut tidaklah lain tergantung dari kadar keimanan dan ketakwaan, serta kuantitas dan kualitas dzikir seorang hamba kepada-Nya.
“Sebagai pengingat”, tulisan ini akan mengingatkan tentang sesuatu yang sangat penting nan agung yang tidak lama lagi akan datang membersamai kehidupan. Ia adalah tamu yang mulia yang sangatlah perlu disambut dengan sambutan yang mulia pula. Ia bagaikan hujan yang kedatangannya sangat dinantikan oleh sekelompok manusia yang telah lama hidup dalam kondisi kekeringan. Ia bagaikan anak burung yang menanti kedatangan induknya dengan membawa makanan yang siap untuk disuapkan kepadanya. Ia bagaikan seorang ayah yang kehadirannya sangat dirindukan oleh buah hatinya setelah sekian lama berpisah.
Lalu, apakah sesuatu yang dimaksudkan itu?
Apakah kalian tahu?
Jika belum, tulisan “Sebagai Pengingat” ini yang akan memberi tahu.
Baik, dalam kalender Masehi, ada suatu waktu dimana sebagian besar manusia tidaklah lupa untuk memperingatinya. Suatu waktu yang begitu dinantikan saatnya oleh hampir seluruh manusia di dunia, terutama semenjak matahari terbenam hingga menuju waktu puncaknya. Dinantikannya percikan api yang menghiasi langit bumi, tiupan terompet dan teriakan manusia yang turut memeriahkannya, dan diramaikan dunia maya dengan ucapan “Happy New Year” beserta kreasi lainnya yang tidak melenceng jauh dari maksud utamanya. Meskipun ia hanya berlangsung semalam, namun kedatangannya begitu dinantikan. Hal tersebut tidaklah lain dikarenakan oleh keistimewaan yang dimilikinya.
Jikalau demikian, suatu waktu yang masanya berlangsung jauh lebih lama, yaitu sekitar tiga puluh hari, dan ia memiliki nilai dan keistimewaan yang jauh lebih besar dibandingkan malam tersebut, tentunya akan sangat dinantikan kedatangannya bukan?
Benarkah begitu?
Jika memang benar, maka “sesuatu” yang menjadi pertanyaan di awal telah terjawab. Dan bagi seorang hamba yang beriman, tentu ia telah mengetahuinya terlebih dahulu sebelum sesuatu tersebut disebutkan dengan jelas.
Langsung saja, sesuatu tersebut adalah Ramadhan. Suatu waktu yang kedatangannya sangatlah dinantikan oleh mereka yang benar – benar menantikannya. Suatu waktu dengan keistimewaan yang tidak dimiliki oleh waktu – waktu lainnya, keistimewaan yang tidak dibuat – buat dan tidak diada – ada, keistimewaan yang langsung diberikan oleh Tuhan Semesta Alam dengan dasar firman-Nya dan dilengkapi oleh sabda rasul-Nya. Suatu waktu yang kehadirannya menjadi harapan bagi mereka yang beriman dan berserah diri kepada-Nya, yang dengan perantaranya dijadikanlah berlipat ganda seluruh amal kebaikan yang dilakukan, yang dihapuskannya dosa – dosa, yang diturunkannya al qur`an sebagai keterangan yang jelas bagi seluruh manusia dan menjadi petunjuk bagi mereka yang bertakwa, yang di dalamnya terdapat satu malam yang nilainya lebih baik dari seribu bulan, yang dibukakannya pintu – pintu surga, ditutupnya pintu – pintu neraka, dibelenggunya setan, dibebaskannya seorang hamba dari neraka, dikabulkannya doa, dan berbagai keutamaan lainnya yang tidak sempat tertuliskan.
Sebagai pengingat, ia akan segera datang dalam kehidupan. Terhitung tujuh puluh tiga hari sejak dituliskannya tulisan ini, ia akan membersamai seorang hamba selama tiga puluh hari ke depan dengan membawa nuansa kehidupan yang berbeda dari biasanya, membawa kenikmatan, ampunan, rahmat, serta ridho Tuhannya.
Lantas, sudahkah seorang hamba mempersiapkan sesuatu yang indah untuk menyambut kedatangannya?
Atau jangan – jangan, ia belum tahu apa yang perlu dipersiapkan olehnya?
Ya, sesuatu yang perlu dipersiapkan tidaklah lain adalah dirinya sendiri. Diri yang hampir satu tahun ditinggalkan olehnya, mungkin saja mengalami perubahan ke arah yang tidak diinginkan olehnya selepas kepergiannya. Oleh karena itu, sangatlah perlu bagi seorang hamba untuk memperbaiki, membenahi, dan memantaskan diri untuk menyambut kedatangannya sekaligus membersamainya dalam kehidupan yang sebatas tiga puluh hari saja.
Tidaklah etis bukan, apabila seseorang tidak mempersiapkan sesuatu untuk ia dihidangkan kepada tamu yang telah memberikan kabar sebelumnya?
Tentu tamu tersebut akan merasa sedih, kecewa, atau bahkan merasa tidak dihargai.
Dan tidaklah tepat pula bukan, jika seseorang tidak mempersiapkan dirinya dengan belajar untuk menghadapi ujian kelulusan di sekolah?
Tentu kelulusan seseorang tersebut akan sangat diragukan. Sama halnya, ketika seorang hamba tidak mempersiapkan dirinya dengan memperbaiki dan membenahi diri untuk menyambut kedatangan Ramadhan yang agung nan mulia. Tentu ia akan membuatnya kecewa. Dan lebih dari sekadar itu, ia akan membuat kecewa Tuhan yang telah memberikan kesempatan untuk berjumpa kembali dengannya. Namun, sejatinya ia sama sekali tidak membuat keduanya kecewa. Sebab, ia justru telah membuat dirinya sendiri menyesal dan merugi di hari kemudian karena telah menyia – nyiakannya.
Maka dari itu, perlu bagi seorang hamba untuk memperbaiki, membenahi, dan memantaskan diri sebelum kedatangannya. Agar pada nantinya, ia benar – benar bisa membersamainya dengan baik, mendapatkan apa yang dibawanya dari Tuhannya, baik berupa rahmat, ampunan, pahala yang berlipa ganda, dan bahkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi.
Benarkah demikian?
Tulisan ini dimuat dalam Buletin Yayasan RUBIC 2022 edisi bulan Februari