Dawai Kalbu

TAKUT KEPADA ALLAH


 

TAKUT KEPADA ALLAH

Ada seorang pemuda dimasa Sayyidina Umar bin Khattab, yang beliau kenal, ketika tidak hadir di masjid dalam 2-3 hari berturut-turut, di sudah pemuda yang selalu hadir di shaf pertama tanpa mengenal panas dan dingin cuaca, siapakah yang tahu betapa sempurna rukuknya sehingga membuat Umar bin Khattab merasakan kehadirannya.

Siapakah yang tahu kekuatan yang terselip dalam pujian rukuk yang dibaca: “Rabbana wa lakal hamdu mil as samawati wa mil al ardhi wa mil ama syi’ta min syai’in ba’du” yang membuat dadanya Sayyidina Umar bergejolak.

Siapakah yang tahu, sebagaimana pandangan dari kalian telah jadi wasilah yang memberiku ilham, ia pun membuat dadaku bergejolak; sebagaimana sebagian pandangan kosong yang mengeringkan air mataku, sebagaimana sebagian pandanganpun membuatku mengalirkan air mata, siapakah yang tahu, betapa banyak diantara jamaah yang telah mengilhami beliau ra.

Inilah salah satu diantaranya sosok yang setiap hari beliau melihatnya. ketika beliau tidak melihatnya dalam 2-3 hari, dimana pemuda ini?
Biarlah aku yang menjadi kurban atas tingginya pahaman para sahabat, demikian menjaga adabnya mereka, karena beberapa alasan tertentu, mereka tidak menyebut namanya dalam buku-buku hadist. Kalau saya sangat penasaran.

Betapa tidak beruntungnya saya, tidak bisa mengetahui nama pemuda ini. Betapa banyak buku rijal (biografi para rawi hadist) yang saya teliti, namun tetap tidak dapat ditemukan. Tidak ada namanya. seorang pemuda yang majhul (tidak dikenal).

Walaupun namanya tidak ada, namun kalau puncak everest dijadikan monumen untuk mengenangnya, itu pantas baginya. seperti yang diungkapkan penyair Mehmet Akif : “Jika seandainya batu kabah dijadikan nisannya, itu masih belum pantas untuknya”.Jika seandainya puncak everest dijadikan nisannya, tidak cukup untuk menjadi monumen yang pantas untuk mengenang pemuda ini.

Masih jejaka, fisiknya sempurna, ketika dia pulang ke rumah, ada.seoramg wanita yang terpikat dengannya. Setiap hari ia melakukan hal-hal berbeda untuk menarik perhatian pemuda ini agar mau mengunjungi rumahnya. Rasulullah, beliau bersabda: sepeninggalku tidak ada fitnah yang lebih besar kecuali fitnah  wanita’.

Ya tidak ada orang yang paling berbahaya selain orang yang berniat untuk membuat fitnah. ya sebuah fitnah yang seperti ini setiap hari merintangi jalannya. pada akhirnya, pemuda ini hanyalah seorang manusia. hatinya pun mulai condong kepada wanita itu.

Dikatakan seperti itu  saya tidak bersama dengan dia untuk bisa mengetahui keadaan sebenarnya, apalagi hati saya. akan tetapi situasi dan kondisinya dikatakan demikian. pemuda ini lewat didepan fitnah ini selama satu, dua,tiga bulan, tetapi ia tidak memedulikannya. Akan tetapi suatu hari, sepertinya terdapat keraguan dalam langkahnya. ataukah tersandung kakinya.

Apakah terdapat sesuatu yang memasuki pikirannya. ataukah sekelebat hanya terlintas dalam benaknya. saya tidak akan bisa mengetahuinya. ketika dia sadar ayat ini terulang-ulang diantara lisannya, kondisi ini bisa terjadi pada siapapun, bahkan karena pernah terjadi pada Qitmir ini, karenanya aku pun menyaksikan ini juga terjadi pada orang lain: innalladziina ittaqwa idzaa massahum thaa-ifun mina sysyaythaani tadzakkaruu fa-idzaa hum mubshiruun.

Ketika dia sadar, dia melihat lidahnya membacanya entah mungkin ratusan kali, tanpa berhenti. Allah seakan menggerakan lidahnya untuk membaca ayat ini, lidahpun seakan terkunci dari hal lain dan hanya membaca ayat ini. Mereka yang berada didaerah takwa ini ketika berada dalam kondisi labil, saat kembali mengingat Allah, mata pun terbuka dan tersadar.

Ayat terbaca dilidahnya, namun belum masuk ke hati. Dan ketika kalbu merasakan beratnya ayat, ia pun jatuh tersungkur di depan pintu. lalu para tetangga pun berlari, membopong dan membawanya ke rumah. Akan tetapi, sungguh jiwanya telah menyaksikan keagungan ayat : irji’i ila rabbiki radhiyatan mardhiyyah…

Sungguh jiwanya telah menyaksikan keagungan ayat : “wahai jiwa-jiwa yang bersih, sungguh Allah telah ridha kepadamu, engkau pun ridha kepadaNya, kembalilah kepada Rabbmu…” Mereka membawa lalu menguburkannya. Para tetangga berpikir bahwa meninggal di depan rumah wanita asing adalah hal yang memalukan.

Sayyidina Umar : “bagaimana bisa meninggal dunia? tidak ada tanda-tanda kesakitannya. Bukankah seharusnya kalian menceritakannya kepadaku? Mereka pun menceritakan peristiwanya. Sayyidina Umar pun berdiri di kubur pemuda ini.

Beliau pun berdoa tanpa henti, memohon ampunan kepada Allah. Lalu, karena besarnya ketakutannya kepada Allah, beliau pun membaca ayat : “wa li man khaafa maqama rabbihii jannataan” Dan bagi orang yang takut akan saat menghadap Tuhannya ada dua surga.

Wahai pemuda….
Bukan satu surga melainkan dua surga. Surga Firdaus dengan segala keindahannya terhampar dibawah kakinya. Para sahabat mungkin terkesima, kepada siapa Sayyidina Umar berbicara. Jika mereka mengenal Umar ra, sebenarnya mereka tidak perlu heran. Umar adalah sosok yang berseru dari mimbar kepada komandan pasukan yang berjarak sepuluh hari darinya.

Komandan Sariyah ketika itu tidak menyadari datangnya musuh dari belakang. Lalu tabir ghaib terbuka, Allah menunjukkannya kepada Umar, beliau pun menghentikan khutbahnya dan berseru : ” Ya Sariyah, al jabal… al jabal…”  Dan komandan Sariyah yang berjarak sepuluh hari mendengar seruan ini, ia pun mengatur strateginya sesuai dengan arahan ini.

Inilah suara Umat yang terdengar dari jarak yang tak terhingga. Dalam satu bagian dari sisi suara Umar berhubungan dengan dimensi lain, seperti seorang Imam yang manalqin mayit, beliau menyeru pemuda di dalam kubur ini: ” wa li man khaafa maqama rabbihii jannataan” Dan bagi orang yang takut akan saat menghadap Tuhannya ada dua surga.

Jangankan sekedar mendengarkan suaranya, seandainya pemuda ini telah lama wafat, tulang-belulangnya telah remuk terpencar, telah ditempatkan di ujung surga, walaupun naik ke ujung langit yang menggelegar, maka ia akan menjawabnya: ” Labbayk ya Amir al Mukminin, betapa tidak beruntungnya saya, tiga hari tidak bisa shalat dibelakangmu, mereka membawaku ke tempat ini.”

Ruh-ruh yang terbuka dengan makna, telah membuat hari-hari kita merasakan tegangan metafisik. Dimasa dimana kejadian-kejadian metafisik menjadi obrolan dimana saj, tidak bisa diperdebatkan lagi apakah suara kubur bisa terdengar atau bisakah bicara dengan roh.

Setelah suara Sayyidina Umar selesai, terdapat keheningan sesaat. Tiba-tiba muncul suara yang memecah keheningan. Suara ini muncul dari dalam bumi. Suara yang bisa didengar oleh semua orang :” ya Amir al Mukminin, inni wajadtu marratain. Saya menemukan dua kali lipat dari apa yang Anda katakan.”

Dengan apa kamu temukan dua kali lipat itu? Di tempat dimana kamu harus menjaga kesucianmu, dimana kamu dapat menjaga perasaan yang mengalir dalam urat nadi dengan mengatakan : ” syahwat….syahwat’ Dimana kamu mengatakan tidak terhadap syahwat, membuatmu tiba-tiba naik ke martabat kewilayahan (kewalian) yang paling tinggi, sehingga seruannya terdengar datang dari akhirat ke dunia. demikian sebaliknya, suara yang datang dari dunia didengar di akhirat.

Walaupun kamu berada dibalik surga, tetapi kamu tetap menjawab seruan Sayyidina Umar. Peristiwa yang terjadi pada Kifl juga demikian. Para ustadz sudah menjelaskannya berulang kali. Ketika gejolak syahwat menggebu-gebu, ia berhasil meredamnya dan meninggal dunia karenanya. Tertulis di pintu rumahnya : ” Allah telah mengampuni Al Kifl.” Orang-orang yang berlalu lalang dirumahnya pun berdoa: ” Semoga Allah mengampuni Al Kifl.”

Dan Sayyidina Yusuf as pun sampai pada puncak kematangannya. Beliau menjawab ajakan “hayta laka…” yang dihiasi dengan kecantikan sempurna seorang wanita, bahkan dengan ancaman dari wanita itu: “kalau kamu tidak menerima ajakan saya, akan saya laporkan kamu!” dengan jawaban : ‘Qala ma’adzallah (aku berlindung kepada Allah)’ Ia berdiri tegak sebagai monumen kesucian, ‘Qala ma’adzallah, innahu rabhi ahsana matswaaya, innahu la yuflihu adz dzalimun.’ (Q.S Yusuf)

Dalam penafsiran yang lain, kata ‘rabbi’ disitu mengarah kepada ‘tuanku’. Dia telah memberiku kedudukan dan jabatan yang layak. Dia mempercayaiku. Salah satu dari sifat para nabi adalah ‘amanah’. Baginda Nabi SAW pun dengan sifat amanahnya diterima oleh masyarkatnya. Ketika sifat amanah ini tidak dikokohkan, bagaimana bisa masyarakat menerima pesan-pesan kalian.

Nabi Yusuf as dimasa mendatang akan menyampaikan pesan-pesannya. Beliau akan bersabda : ‘ percayalah padaku’. Orang yang dasar imannya goyah, tidak akan bisa mengokohkan sifat amanah dalam setiap pesan yang disampaikannya. Amanah adalah sifat utama para Nabi. Sedemikian amanahnya para Nabi, jika kalian akan pergi ke suatu tempat, kalian bisa menitipkan istri kalian kepadanya, mereka bahkan tidak akan melihat wajahnya.

Bediuzzaman Said Nursi, sang monumen kesucian dimasanya, beliau ketika itu tinggal dikediaman Gubernur Tahir Pasha  Di rumahnya juga ada dua putrinya yang berumur 12 – 13 tahun. Beliau berkata : ‘seandainya ditanyakan yang mana si A dan si B, saya bisa bersumpah bahwa saya tidak bisa membedakannya. Apa hak saya. Saya tidak punya hak untuj melihat mereka yang merupakan kehirmatan dan kesucian tuan rumah. inilah cara pandang yang suci.

Beliau adalah teladan dari iffah (kesucian). Masyarakat pun dengannya mempercayai dan mengandalkan Anda. Mereka akan mengamanahkan anak gafisnya kepada Anda. Para Ustadz menjelaskannya dengan indah dari pensyarah kitab Multaqa:’ pada suatu malam yang berkabut, ada anak gadis dari Pasa yang tersesat dijalan. Anak gadis ini lalu meminta bantuan kepada seorang pemuda yang sedang belajar dan menulis buku dengan temaram cahaya lilin.

Sesekali ia mengulurkan tangannya ke api lilin, dan menariknya ketika merasa kepanasan, ia mengulanginya hingga subuh. Ketika pagi tiba, sang ayah menjemputnya. Si gadis menceritakan peristiwa ini kepada ayahnya. Sang ayah lalu memanggil si pemuda dan bertanya kepadanya : ” kenapa kamu melakukan hal itu hingga pagi?”

Pemuda menjawab: ‘ ketika nafsu datang menggodaku, terdapat ayat Quran yang merangkum peristiwa ini: nazghun min nazaghi asy syaithan, ketika syaitan mengelincirkanku, aku pun mengulutkan tanganku ke atas api lilin sambil berujar: ‘inilah hukuman bagi orang yang menuruti nafsu jasmaninya, kalau kamu tahan, kamu boleh melakukannya. Dengannya, aku pun membuat perhitungan terhadap nafsuku sampai pagi.’

Dengannya, aku berjuang melawan nafsuku. Sang ayah: “sebenarnya, aku juga sedang mencari calon menantu yang iffahnya setinggi ini. Dalam manakibah, tidak terdapat jalur periwayatan dari fulan, dari fulan, dari fulan… dalam manakibah, tidak perlu dipertanyakan ke tsiqahan perawinya. inilah manakibah. Akan tetapi, mekarnya bunga iffah dan futuwwah (kematangan) dapat kita lihat ribuan contohnya di sekitar kita.

Sewaktu saya bertugas sebagai manajemen di suatu lembaga, ada siswa yang saya kenal, kedua siswa tersebut menghampiri teman kami. wajahnya bercahaya, ia berkata : ‘saya melihat tanpa sengaja hal yang haram. Tolong berikan uang ini sebagai sedekah kepada seseorang, dan jangan certitakan kepada siapapun.’ Teman ini pun datang dan dengan penuh haru menceritakan peristiwa ini kepada saya.

Saya bertanya: ‘apakah si fulan?’ bagaimana anda bisa mengetahuinya?’. Saya tahu, karena dia selalu menjaga pandangan pada waktu berjalan inilah momentum iffah. Diantara mereka masih ada yang hidup. Dan masyarakat memandang anda seperti ini. Dan kita yakin Anda sekalian akan menjadi sumber amanah dan kepercayaan bagi masyarakat anda. semoga Allah tidak mengecewakan prasangka kita.’

Semoga Allah menjadikan kalian sebagai sosok yang teguh pendirian, menampilkan pendirian, menampilkan futuwwahnya, dan ksatria dalam mengalahkan nafsu jasmaniahnya. Karena saya akan menjelaskan dimensi lainnya, mungkin saya membebani Anda, mohon maaf sebelumnya. Futuwwah itu apa, lalu saya sendiri apa. Jika futuwwah ingin dirangkum dalam satu majlis, sungguh amatlah susah.

Karena saya akan membahas tema lainnya, mudah-mudahan Anda mengerti dan memahamiku, inilah ufuk toleransi dan penyerahan diri kepada Allah. Dengan definisi yang lain, ia berlepas dari kehidupan pribadinya dan memilih merasakan lezatnya menghidupka orang lain. Kalaupun hidup, ia akan hidup untuk orang lain.

‘La yazalu Allahu fi ‘awnil abdi ma dama al abdu fi ‘awni akhihi’, Allah akan senantiasa menolong hambaNya yang menolong sesamanya. Dan sosok yang memiliki ‘awn (menolong) teragung adalah Baginda Nabi SAW. Kalian dan kita semua berhutang budi kepada Beliau SAW. Kita belajar segala sesuatu dari Beliau SAW.

Dalam riwayat yang disampaikan oleh Imam Hakim dan Ahmad bin Hambal, Rasulullah membaca ayat ini dan menangis sampai pagi. Tangisannya beliau adalah sesuatu ynag berbeda. Tangisan yang menggetarkan. Ketika beliau menangis, tak ada yang bisa bertahan untuk tidak ikut menangis. Ketika melihatnnya, Sayyifina Abu Bakar datang bersimpuh dan berkata: ‘Biarlah ayah dan ibuku menjadi tebusan!’

Tidak, biarlah semua ayah dan ibu kita yang menjadi tebusannya!
Ayahku telah menjadi tebusannya. Kini hanya tersisa ibuku. Semoga ibuku dan semua orang yang kita cintai menjadi tebusannya. Tetapi engkau telah pergi…
sayyidina Abu Bakar : ‘Biarlah ayah dan ibuku yang menjadi tebusanmu’. Saya tidak tahu, apakah ketika itu Rasulullah menghentikan tangisannya atau tidak. Beliau hingga pagi membaca ayat ini

Salah satu ayatnya merupakan kata-katanya Nabi Ibrahim as. Sedang ayat lainnya merupakan kata-katanya Nabi Isa a.s. Lalu kemudian diturunkan sebagai bagian dari ayat Al Quran : ‘Rabbi inna hunna adhlalna katsiran minannas, faman tabi’ani fainnahu minni, wa man ‘ashani fa innaka ghafurur rahim’ (Q.S  Ibrahim). Nabi Ibrahim adalah sosok yang kalbunya seringkali terbakar, ketika terbakar, terbakar sejari-jadinya.

Ya Allah, berhala-hala ini menyehatkan banyak orang. Dan barangsiapa yang mengikuti saya (walaupun sedikit), adalah  bagian dari saya…. Dan barangsiapa yang mengingkari saya, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dan Penyayang…
Beliau tidak berkata: ‘lemparkanlah mereka ke api neraka.’ Inilah kalbunya Ibrahim, inilah kalbunya futuwwah, inilah kalbunya kalian.

Kepada yang memukul tidak dibalas dengan pukulan, dan kepada yang mencaci tidak dijawab dengan cacian… tanpa sakit hati, tanpa tersinggung, berdo’a: ‘wa man ‘ashani fi innaka ghafurie rahim’. Nabi Muhammad SAW mengutip doa Nabi Ibrahim, yang tercatat juga didalam Al Quran, beliau memgangkat tangannya dan bermunajat sambil menangis: ‘ummati..
ummati’.

Para ahli kasyaf mengatakan: Suleyman Celebi, dengan telinga Ibunda Aminah, berusaha mendengarkan apa yang dikatakan bayi mulia itu, ternyata sang bayi mengatakan: ‘ummati… ummati…
Menurut sebagian ahli kasyaf juga, diakhirat nanti, ketika semua orang mengatakan: ‘diriku…diriku… Beliau pun dengan meletakkan kepala mulianya untuk bersujud dan berkata: ‘ummati… ummati… ia memgatakannya sambil menangis: ummati…ummati’.

Sayyidina Al Masih as mengucapkan doa yang tercantum didalam Al Quran. Intuadzdzibhum fa innahum ‘ibaaduk, wa intaghfirlakum fa innaka antal azizul hakim (al Maidah:118)
Sayyidina Isa akan dipanggil oleh Allah, dan akan ditanyakan….
semoga jiwa saya jadi tebusannya. Allah akan bertanya: Apakah kamu yang memerintahkan agar mereka menyembahmu?

Aku ini Esa, apakah kamu yang memerintahkan agar mereka menyembah tiga tuhan(trinitas)?
Apakah kamu yang mengatakan bahwa Maryam juga Tuhan?
Dialah Nabi yang penyayang, lembut, penuh kasih, sosok yang keseluruh kehidupannya untuk umat manusia, siapa yang bisa tahub apa yang dirasakan Nabi Isa ketika menghadapi pernyayaan seperti ini?

Beliau pun menjawab: ‘ Intuadzdzibhum fa innahum ‘ibaaduk, wa in taghfirlahum fa innaka antal ‘azizul hakim (Al Maidah : 118) Ya Allah, aku ketika itu berada diantara mereka, waktu itu tidak ada hal seperti itu. Engkaulah yang lebih mengetahui apa yang terjadi setelah itu… Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka hamba-hamba Engkau. Jika Engkau mengampuni mereka, maka Engkaulah Yang Maha Perkasa dan Maha Bijaksana.

Engakaulah yang menciptakan segala sesuatu dengan segala hikmahnya… Engkaulah satu-satunya Pemenang, tidak ada satupun yang bisa mengatakan sesuatu atas kata-kataMu. Rasulullah SAWA membaca ayat ini sambil mengangkat kedua tangannya, berdoa dengan tangisan yang tersedu-sedu hingga pagi tiba. Sebagaimana biasanya setiap tangisan beliau diijabah dibumi, ia pun pasti diijabah dilangit juga.

Beliau selalu menangis, Allah senantiasa mendengar dan menyaksikannya… Allah biasanya mengirimkan Jibril untuk menghiburnya. Kali ini pun Allah menyuruh malaikat Jibril untuk pergi ke kekasihNya dan menanyakan apakah gerangan yang membuatnya menangis. Rasulullah jika sudah menangis, untuk sekedar berbicarapun beliau tidak mampu.

Lalu beliau menemukan kesempatan, demikian tenggelamnya beliau dalam perasaannya, dan dalam tangisannya, seringkali beliau tidak menemukan kesempatan untuk berkata-kata. Segera setelah beliau mendapatkan kesempatan tersebut, hal yang dikatakannya adalah: ‘ummati…ummati…’ pesan yang dibawa Jibril kepada Allah tidak lain adalah kalimat ini.

Insya Allah, mereka yang meneteskan air mata, insyaa Allah mereka akan mendapatkan kebaikan yang diharapkan. Ketika kita menyampaikan suara hati kita, khususnya yang terdapat dalam hati saya tetapi saya tidak dapat mengungkapkannya, semoga dapat diijabah juga. Semoga disetiap doa anda, Allah berkenan mengulurkan bantuannya. Saya sangat jauh dari posisi tersebut, sehingga saya tidak bisa mengatakan hal seperti itu…

Ya Rasulullah saya bahkan tidak berani mengatakan : ‘ummatmu…ummatmu…’ akan tetapi saya diantara kalian. saya menjelaskan hakikat-hakikat yang terdapat pada Rasulullah SAW kepada anda… saya berharap dan memohon… semoga Allah berkenan mengampuni anda sekalian dan saya. semoga Allah tidak membiarkan kita kalah di duniandan di akhirat nanti…

Ringkasan
1. wafatnya seorang pemuda di zaman sayyidina Umar karena takut kepada Allah ketika menghadapi tawaran tidak berakhlak dari seorang wanita.

2. “sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari syaitan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya

3. Dan barang siapa yang takut akan menghadap Tuhannya, ada dua surga. (Q.S Rahman: 46)

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You may also like

More in Dawai Kalbu