Pandemi Global dan Tazkirah dari Allah SWT
Allah SWT adalah pencipta segala sesuatu dan semua produknya. Pada prinsipnya, sebab musabab tidak memiliki pemilik, tetapi Allah-lah Sang Pemilik yang hakiki. Asal muasal terkadang dapat berupa sebab musabab materi. Terkadang doa dan munajat Anda juga dapat menjadi sebab. Akan tetapi, di balik tirai sebab musabab terdapat Sang Pencipta, Allah SWT. Untuk itu, tidak ada alasan untuk tidak memenuhi hak dari setiap sebab.
Nabi bersabda:
إِذَا سَمِعْتُمْ بِالطَّاعُونِ بِأَرْضٍ فَلَا تَدْخُلُوهَا وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلَا تَخْرُجُوا مِنْهَا
“Apabila kalian mendengar wabah di suatu negeri, maka janganlah kalian masuk ke dalamnya, namun jika ia menjangkiti suatu negeri, sementara kalian berada di dalamnya, maka janganlah kalian keluar dari negeri tersebut.” (HR. al-Bukhari).
Pesan ini tak berbeda dengan prinsip karantina modern. Kemudian ada yang berkata:”Fulan berbuat dosa, kini mereka ketakutan akan virus ini, rasakanlah!”. Kita harus menjauhi pernyataan-pernyataan semacam ini. Jika Anda memerlukan contoh, tidak perlu jauh-jauh ke Cina. Perhatikan saja negeri Anda (Turki), lihatlah kezaliman apa saja yang terjadi di sana. Jika kita mengevaluasinya, sebenarnya kita layak menerima musibah 1000 kali lipatnya. Ketika bala dan musibah datang, yang terdampak tak hanya orang zalim, orang tak bersalah pun kena imbasnya. Jika kita melihat dengan sedikit nurani, kita akan berujar:”Ini semua salah kita”. Untuk itu, mari kita berdoa, bermunajat, dan bertawajuh kepada Allah SWT. Sehingga lewat doa dan taubat kita, semoga Allah berkenan mengangkat bala ini.
Musibah yang terjadi ini teramat mengkhawatirkan dan menakutkan, khususnya bagi orang-orang yang tak mengimani hari akhir. Kepanikan yang sama mungkin muncul juga pada mukmin yang imannya kurang kokoh. Jika mereka diberi sedikit pengingat, mudah-mudahan mereka mau kembali dan mau berdoa:”Ya Allah angkat musibah ini!” sehingga dengannya mereka pun kembali mendekat kepada Allah SWT.
Jangan pesimistis, karena tidak ada gunanya. Itulah yang diharapkan dari rasa takzim kepada Allah SWT. Di satu sisi juga agar kita terluput dari celotehan sia-sia dan menghindari dosa. Kita tak boleh memakai musibah ini sebagai bahan untuk mengutuk dan menyalahkan orang lain. Yang bisa kita lakukan, bahkan kepada orang paling jahat sekalipun, kita serahkan ke Allah: “Ya Rabb, mereka menzalimi dan membuat kami menangis”. “Mereka mengoyak nyawa dan mengatai orang paling lugu ini monster dan teroris”. Jika Engkau tak berkenan untuk melembutkan hati dan memberinya hidayah. Kami serahkan kepadaMu.
Kalian tak pernah tahu betapa sering aku menyalahkan diri ini. Mereka telah meremukkan pekerjaan Anda yang penuh berkah. Mereka menyiramkan air keras kepada generasi yang diberkahi ini. Bila Anda memulainya sebagaimana dahulu, saat jangka dibuka lebih lebar, barangkali Anda akan berseru:”Luar biasa! Hasilnya lebih baik daripada sebelumnya!”.
Kita tak bisa menebaknya. Jika itu terjadi, semuanya berkat izin dan inayat Ilahi. Akan tetapi, kita tak boleh mengklaimnya sebagai prestasi diri. Karena Dialah Sebab Hakiki dari segala sebab. Kita harus menyerahkannya kepada Sang Pemilik. Kita tak boleh lupa diri. Tak boleh juga berkata: “Semua usaha gagal!”. Kita harus bersyukur: “ribuan pujian hanyalah bagiMu” sebagai bentuk tahadduts ni’mah.