“Kedalaman Makna dalam Tahiyat”
Jamaah Muslim yang terhormat! Dengan menunaikan salat secara istikamah, seorang mukmin akan meraih posisi yang harusnya ia raih, yaitu di belakang Rasulullah. Persis seperti derajat beliau SAW yang naik di mikraj berkat penghambaannya. Salat menjadi momen tanya jawab, dimana Rasul bercengkerama dengan Allah SWT secara langsung. Ketika seorang mukmin menunaikan salatnya dengan istikamah demi meraih derajat yang tinggi untuk meraih kedekatan dengan Allah, maka ia harus menunaikan salat, menemui Sang Ilahi dengan penuh gairah.
Seorang mukmin hadir ke hadapan Allah dan menunaikan salat dengan hasrat untuk dapat menyaksikan JamaliyahNya. Mukmin demi meraih janji-janji Allah, ia laksanakan perintah & kewajiban kepada Rabbnya. Mukmin itu akan mendengar dan pasti mendengar kelezatan abadi dari manisnya rukun salat karena di balik itu ada pertemuan dengan Allah. Setelah itu terdapat penyaksian Jamaliyah Allah, dan ketika menunaikan tugas agung ini, ada Baginda Nabi Muhammad SAW di saf terdepan.
Barang siapa memiliki hasrat dan keinginan yang sangat besar untuk menemui Allah, Allah SWT menyukai pertemuan dengannya, Allah SWT senang untuk menyambutnya. Allah SWT amat sudi untuk menjamu dan memuliakannya. Allah SWT cinta untuk mengagungkan si mukmin dengan jalan merangkulnya. Akan Anda saksikan anugerah Ilahi turun sesuai jumlah langkahmu, bahkan lebih banyak berkali lipat. Anda akan saksikan rahmat Allah menghampirimu dalam salat.
Salat adalah bangkit dan duduknya hamba hingga tahiyat. Sebuah usaha dan kerja keras untuk meraih kenaikan derajat. Ungkapan dari habisnya energi diri untuk menghamba. Ada berapa jumlah energi dalam tubuhmu? Ada berapa kadar sensitivitas dalam dadamu? Ada berapa kadar kegembiraan dan kehebohan dalam jiwamu? Seberapa sadar naluri indramu? Semua itu akan digunakan untuk menuju Rabbmu, dan kemudian kamu akan duduk dalam tahiyat.
Apalagi peristiwa mikraj diabadikan dalam tahiyat. Buah perjalanan penghambaan Baginda Nabi diabadikan disana. Saat manusia memalingkan muka, langit justru tersenyum kepada Baginda Nabi. Terbukanya pintu mikraj dan penyambutanNya “Datanglah!” juga diabadikan di sana. Di tahiyat, Nabi memberikan salam kepada Allah dengan salam yang layak dengan keagunganNya. Setiap mukmin sesuai keluasan hati dan kemampuannya. Sesuai sensitivitas nalurinya, sesuai kepekaan indranya.
Setelah menunaikan salat dengan segala tanjakan dan turunannya, baik ia duduk tak bisa bangkit disebabkan membayangkan beratnya perhitungan amal, maupun duduk tenteram bebas dari apapun dalam atmosfer berhasil meraih segala macam nikmat. Biarlah ia duduk seperti yang dijelaskan oleh Kesucian Hukum dan FirmanNya. Yaitu, biarlah ia duduk di atas sofa-sofa surga,
مُّتَّكِِٔينَ فِيهَا عَلَى ٱلۡأَرَآئِكِۚ
”…sedang mereka duduk sambil bersandar di atas dipan-dipan yang indah,”(QS: Al-Kahfi 31)
Dan seperti dijelaskan oleh Surat al Isra:
سُبۡحَٰنَ ٱلَّذِيٓ أَسۡرَىٰ بِعَبۡدِهِۦ لَيۡلٗا مِّنَ ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِ
“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram…”(QS: Al-Isra’ 1).
Ia meraih tempat dan posisi di hadapan Rabb. Biarlah ia duduk di kursi agung, berdiskusi dengan Rabbnya secara langsung, sesuai keluasan kalbunya, sesuai kepekaan nalurinya. Dengan tanjakan dan turunannya, belokan dan tikungannya, dengan beban serta beratnya materi, barangkali setelah menunaikannya dalam kelapangan jiwa, akan dibacakan epos mikraj.
Tahiyat menjelaskan peristiwa mikraj. Dipahami bahwa pintu untuk hadir ke hadapan Allah SWT terkunci dan tertutup jika kita usaha sendiri. Dipahami juga, walaupun kita banyak beribadah, tanpa perantara Nabi SAW yang lebih dulu tiba, meninggalkan jejak, membuka jalan besar untuk kita, tanpa memberi salam kepadanya SAW, tanpa perantaraannya SAW, Tidak mungkin kita bisa meraih mikraj ke hadapan Allah SWT. Untuk itu, setelah mempersembahkan tahiyat, Ibadah materi dan badani, serta menghidangkan segala sesuatu khusus untukNya, lalu kita berikan salam kepada Nabi Kita SAW.
Gambaran makna dari penjelasan ini sebagai berikut.
Kita berangkat ke hadapan Ilahi dengan segala dosa, kekurangan, kesalahan, serta kealpaan kita. Masuk ke saf Baginda Nabi Muhammad SAW, fokus menyimak sabda mulianya sambil menahan lisan kita, dan berbicara manis di pertemuan manis ini, fokus pada pembahasan di dalamnya, dan berusaha memahami sabda-sabdanya. Rasulullah SAW melakukan mikraj, Salat adalah buah mikraj. Di mikraj, salat adalah hadiah Allah SWT untuk umatnya Nabi Muhammad SAW.
Di serah terima hadiah salat terjadi transaksi jual beli. Rasulullah mengirimkan salam kepada Allah SWT, Allah SWT menerima salam Baginda Nabi. Peristiwa tersebut terjadi di tempat dan kedudukan yang tak bisa dicerna dan dibayangkan oleh akal. Dan ketika peristiwa itu terjadi, sambil berlindung dan berseru untuk meminta perlindungan Nabi, Kita berusaha untuk memfokuskan diri pada suara dan kata-kata ini.
Rasulullah memberi salam kepada Allah, Allah SWT membalas salam Baginda Nabi
Ibadah yang kami lakukan dengan segenap tubuh dan sel-selnya kami persembahkan untukMu!
Segala yang kami habiskan dari harta yang kami kumpulkan semuanya untukMu, demi keridaanMU!
Semua ibadah badani dan materi kami peruntukkan untukMu, Ya Allah!
Segala sesuatu yang kulakukan dengan segala pemberianMu, dijalanMu, kulakukan untukMu!
Untuk bisa menunjukkan kesetiaan pada janjiku, aku mengirim salam di hadapanMu
Allah membalas salam tersebut:
“Duhai Nabi yang Agung! Salam juga untukmu!”
السَّلاَمُ عَلَيْكَ اَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Salam dijawab dengan salam, sebagaimana salam ‘assalamualaikum’ dari seseorang dijawab ‘wa’alaikumsalam’ oleh kawannya. Zat Uluhiyat dengan kesempurnaan hikmahNya membalas salam Nabi Muhammad SAW:
“Semoga salam, rahmat, berkah, salam, dan penjagaan Allah keselamatan dari kesusahan dan kesulitan di dunia dan akhirat ketenteraman dan kebahagiaan tercurah untukmu”
Kita dan para malaikat menyaksikan dan berusaha menyimak perbincangan ini, para malaikat menambahkan suatu harmoni ke dalam simfoni manis ini. Semua permukaan langit dan bumi seakan berdering gemerincing berseru:
أَشْهَدُ اَنْ لآ إِلَهَ إِلاَّاللهُ
Kami bersaksi bahwasanya satu-satunya Zat yang layak dan mutlak disembah hanya Engkau, Ya Allah!
Engkaulah Sesembahan di langit dan di bumi, Ya Allah!
Engkaulah Pencipta dan Pemberi Makna, Ya Allah!
Engkaulah Yang Mahamelihat dan Mahamendengar, Ya Allah!
Engkaulah ahsanul khaliqin!
Kami bersaksi dengan penuh kesadaran bahwa Engkaulah Zat yang mutlak layak disembah!
وَاَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهُ
Dan kembali kami bersaksi, bahwasanya Nabi Muhammad SAW adalah utusanMu yang agung!
Beliau telah memenuhi hak dari tugasnya, Beliau meraih kedudukan sebagai imamnya umat manusia dan juga dengan mikraj salat, membawa mereka ke hadapan Allah. Semoga Allah SWT yang Mahasuci berkenan menganugerahi kita salat dengan kesadaran ini di duduk tahiyat.
Tahiyat berasal dari impian dan harapan akhir dari Mikraj. Tahiyat ibarat pengabadian kenaikan kedudukan hamba karena penghambaanya kepada Allah. Kalbu dengan semangat ini, dengan kepekaan dari semua indra, manusia seakan fokus padanya dengan segala atributnya. Meninggalkan jasmani, berpisah dengan badani, hingga hanya tersisa ruh dan kalbunya saja ketika menunaikan penghambaan yang layak dengan keagungan Rabbnya yang Mahabesar. Semoga Allah menganugerahi kita penunaian salat dengan hawa dan atmosfer seperti ini.