Cara mensyukuri hadiah Mikraj adalah beribadah sampai pagi tiba[1]
Cemil Tokpınar
Agenda kita sangat padat. Acara-acara menarik datang satu demi satu. Coronavirus lalu datang di tengah kesibukan tak terhitung masyarakat dunia. Ia telah berhasil menarik perhatian seluruh dunia kepada dirinya. Nyawa terasa manis. Betapa indahnya hidup. Tidak ada satu pun manusia yang mau mati.
Itulah sebabnya setiap hari semua orang belajar informasi baru tentang penyakit ini. Mereka mencoba menerapkan informasi tersebut, memperhatikan kebersihan pribadi, memperkuat sistem kekebalan tubuh, berolahraga, tidak meninggalkan rumah, menyimpan makanan, dan entah apa lagi yang telah lakukan.
Meskipun semua itu dilakukan, umur kehidupan yang bisa tetap dijalani dengan produktif maksimum bisa dilakukan hingga kita berusia 70 sampai 80 tahun. Tentu saja melindungi nyawa dan kesehatan merupakan kewajiban kita sebagai manusia. Ia juga merupakan bagian dari perintah agama.
Namun, sebagaimana kita memberi perhatian besar kepada kehidupan dunia yang sementara ini bukankah seharusnya kita juga memberikan perhatian besar kepada kehidupan abadi kita nanti? Selain itu, bukankah virus ini telah menunjukkan ketidak berdayaan manusia, betapa fana-nya dunia, serta betapa besar nikmat kesehatan yang kita miliki?
Persis ketika berada di dalam pemikiran-pemikiran seperti ini, satu demi satu datang kesempatan untuk mengubah kehidupan yang fana menjadi kehidupan yang abadi. Pertama-tama, kita kedatangan rangkaian penuh kesempatan untuk meraih pahala dan berkah, yaitu Tiga Bulan Suci yang mulia. Kita baru saja menjalani malam raghaib di awal Februari kemarin. Sedangkan hari senin lusa, insya Allah kita akan menghidupkan malam mikraj, insya Allah.
Beliau naik ke puncak kebahagiaan di tahun kesedihan (amul huzni)
Satu setengah tahun sebelum peristiwa hijrah dari Mekkah ke Madinah, Nabi kita SAW menjalani salah satu mukjizat terbesar di malam ke-27 bulan Rajab, yaitu Isra dan Mikraj. Peristiwa mikraj yang terjadi setelah kematian sosok-sosok yang paling dicintai oleh Rasulullah yaitu wafatnya istri beliau, Sayyidah Khadijah, dan pamannya Abu Talib sangatlah bermakna. Sang Pencipta menghibur Rasulullah dengan menjamunya di hadapan-Nya. Dia memuliakannya dengan rahmat-Nya yang paling agung.
Apabila datang masa di mana kepedihan demi kepedihan datang beruntun yang membuat diri ini menggeliat dengan kepedihan dan keprihatinannya lalu kita bertawajuh kepada Sang Pencipta memohon rahmat dan tajali inayat-Nya apakah kita akan terhalang dari pertolongan-Nya?
Demikianlah, pada malam itu Malaikat Jibril datang dan membawa Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Haram menuju Masjidil Aqsa di al Quds dengan mengendarai Buraq. Ia menjemputnya dari Masjidil Haram dan membawanya ke Masjid al-Aqsha di Yerusalem dengan mengendarai Buraq. Dari sana, beliau dibawa ke langit untuk ditunjuki ayat-ayat dan bukti-bukti ke-Mahakuasa-an Allah SWT. Di setiap level langit Beliau dipertemukan dengan para nabi.
Setelah itu, beliau tiba di maqam qāba qausaini (sejarak dua ujung busur panah, An Najm 53: 9).“ Beliau diperlihatkan beragam hal luar biasa. Beliau menyimak kalam-Nya yang kita tidak bisa ketahui komposisinya, melalui cara yang tidak bisa kita pahami, dari Dia yang suci dari tempat dan waktu secara langsung. Beliau menyaksikan jamaliyah-Nya yang tanpa akhir. Mikraj menurut konsep waktu kita berlangsung begitu singkat sehingga beliau pun pulang ke kediamannya yang mulia pada malam yang sama.
Senin malam esok lusa merupakan malam terjadinya mukjizat mikraj ratusan tahun yang lalu. Malam ini adalah malam yang luar biasa, malam di mana Sang Pencipta menyambut Nabi Besar Muhammad al Mustafa SAW baik secara jasmani sekaligus secara ruhani. Malam di mana Dia mengajaknya bertemu, berbicara, serta menunjukkan nikmat dan kabar gembira yang tak terhitung banyaknya.
Isra dan Mikraj dalam Quran
Langkah awal mukjizat mikraj hingga tiba di Masjidil Aqsa dijelaskan dalam Al-Qur’an sebagai berikut:
“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui..” (Surah Isra’, 17:1).
Langkah kedua dari mikraj adalah ketika Nabi Muhammad SAW memulai perjalanannya dari Masjidil Aqsa menuju seluruh tingkatan langit hingga akhirnya beliau tiba di hadapan ilahi. Bagian ini juga diceritakan dalam Surat Najm sebagai berikut:
“Sedang dia berada di ufuk yang tinggi. Kemudian dia mendekat, lalu bertambah dekat lagi. Maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi). Lalu dia menyampaikan kepada hamba-Nya (Muhammad) apa yang telah Allah wahyukan. Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya. Maka apakah kaum (musyrik Mekah) hendak membantahnya tentang apa yang telah dilihatnya? Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal, (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar” (Surah Najm, 53: 7-18)
Tiga anugerah besar telah diberikan kepada Nabi Besar Muhammad SAW pada malam ini. Ini merupakan pertemuan terbesar dalam sejarah umat manusia. Tiga anugerah tersebut adalah: salat yang lima waktu, dua ayat terakhir surat Al Baqarah yaitu Amanarrasulu, dan yang terakhir yaitu anugerah di mana semua umat Rasulullah yang tidak syirik kepada Allah akan diampuni (HR Muslim, Iman: 279).
Nabi Muhammad SAW mengatakan dalam hadisnya yang mulia, “Salat adalah mikrajnya orang mukmin”. Melalui hadisnya tersebut, beliau mengisyaratkan bahwasanya salat merupakan pertemuan, perjumpaan, dan perbincangan kita sebagai hamba dengan Sang Pencipta.
Amanarrasûlu: Ayat-ayat doa yang unik tiada banding
Kemuliaan dua ayat terakhir dari Surat Al Baqarah yang juga merupakan salah satu anugerah yang didapat dari malam mikraj dijelaskan dalam sebuah hadis sebagai berikut:
“Terdapat dua ayat di akhir surat Al-Baqarah. Barang siapa yang membacanya (untuk kebutuhan hidupnya di dunia maupun akhirat atau untuk Al Quran yang akan dibacakannya di malam tersebut), maka cukuplah hal tersebut baginya. (HR Bukhari, Fadailul-Qur’an: 10)
Beberapa ulama menjelaskan bahwa ungkapan “cukup” di sini adalah “menghidupkan malam”.
Rasulullah SAW dalam hadis lainnya menyampaikan urgensi dari mempelajari maupun mengajarkan dua ayat ini:
“Allah Yang Mahakuasa menutup Surat Al-Baqarah dengan dua ayat ini. Barang siapa membacanya akan diberikan pahala dari perbendaharaan Arsy A’la. Pelajarilah dua ayat ini, ajarkan ia kepada wanita-wanita dan anak-anakmu.”
Itu berarti mempelajari dan mengajarkan dua ayat tersebut merupakan perintah dari Rasulullah SAW. Dalam hal ini, penting bagi kita untuk mengingatkan keluarga dan orang-orang terdekat kita dan mendorong mereka untuk mempelajarinya.
Sekali lagi terdapat berita gembira dalam hadis luar biasa berikut ini:
“Allah SWT 1000 tahun sebelum menciptakan menciptakan bumi dan langit menulis sebuah kitab. Ia menurunkan dua ayat dari kitab tersebut. Dua ayat tersebut dijadikan sebagai akhir dari surat Al Baqarah. Jika ayat-ayat itu dibaca selama tiga malam di sebuah rumah, maka setan tidak akan mendatangi rumah tersebut. “ (Tirmizi, Sawwabul-Qur’an: 4)
Mukjizat Mikraj membuktikan bahwa semua prinsip iman, terutama keberadaan dan keesaan Sang Pencipta merupakan kebenaran dan hakikat. Ini karena Nabi Muhammad SAW yang sepanjang hidupnya senantiasa berbicara tentang kebenaran dan hakikat serta tidak pernah berbohong meski bercanda sekalipun menyampaikan bahwa dirinya menemui Sang Pencipta dan telah melihat akhirat dengan mata kepalanya sendiri.
Bagaimana mungkin Sang Muhbir Sadiq SAW yang tidak pernah berbohong bahkan dalam hal paling remeh sekali pun di sepanjang hidupnya kemudian akan berkata bohong dalam perkara besar seperti ini? Ya, sebagaimana dia telah melihat hakikat dan kebenaran, dia pun mengatakan hakikat dan kebenaran.
Ibadah apa yang harus kita lakukan di malam ini?
Kita harus menghidupkan malam mikraj dengan Al-Qur’an, salat sunah, dan doa. Sedangkan pagi harinya kita lanjutkan dengan berpuasa. Supaya kita bisa tahan begadang di malam harinya, hendaknya kita beristirahat dengan cukup sebelum malam tersebut tiba. Jika dimungkinkan, lakukan tidur qailullah. Setelah makan malam, kita bisa mengonsumsi sesuatu yang bisa mengusir kantuk seperti teh dan kopi. Saat kantuk tiba, kita bisa menyegarkan diri dengan memperbaharui wudu.
Meskipun keesokan hari dari malam mikraj adalah hari selasa, amatlah dianjurkan untuk berpuasa di hari senin dan selasanya. Mereka yang berhalangan bisa saja berpuasa hanya pada hari senin atau hari selasanya saja. Mereka yang lebih banyak berpuasa akan mendapat pahala lebih juga.
Malam tersebut yaitu senin malam harus kita hidupkan dengan Al-Qur’an, salawat, tobat dan istigfar, serta salat dan doa. Untuk ini perlu dilakukan persiapan dan perencanaan terlebih dahulu. Dari segi motivasi, alangkah baiknya jika bisa menghabiskan malam dalam sebuah program yang diikuti banyak orang. Akan tetapi, karena kita harus berhati-hati terhadap penularan virus corona, maka kita bisa membuat program tersebut di lingkup keluarga. Kita bisa memotivasi bahkan memberi penghargaan kepada anak-anak kita yang aktif sesuai proporsinya.
Dalam surat yang ditulis Badiuzzaman saat beliau dan murid-muridnya berada di Penjara Afyon, terdapat hal-hal menarik perhatian terkait ibadah-ibadah apa saja yang dapat dikerjakan di malam ini:
“Lailatul Mikraj layaknya Lailatul Qadar yang kedua. Ikhtiar maksimal yang bisa dikerjakan pada malam ini bisa diberi 1000 ganjaran. Berkat rahasia perusahaan maknawi, insya Allah setiap diri kalian layaknya lisan 40.000 malaikat yang bertasbih, Anda pun di tempat pesakitan ini akan berdoa dan beribadah dengan lisan 40.000 orang di malam yang agung dan penuh pahala ini” (Syua ke-14)
Supaya peluang luar biasa ini tidak terlewatkan, mari kita manfaatkan malam tersebut sebagai berikut:
- Mari tidak mengabaikan penunaian salat fardhu secara berjamaah, yang diikuti salat sunah awwabin, tasbih, hajat, dan tahajud.
- Lakukan khataman Al Qur’an dengan jalan membagi-bagikan juz. Selain itu, kita juga bisa membaca surat-surat pilihan seperti Yasin, al-Fath, Ar-Rahman, Al-Mulk, An-Naba, dan Jausyan.
- Jika mampu, kita bisa mengkhatamkan Jausyan yang lengkap dan Al Qulubud Daria.
- Kita harus bertobat, beristigfar, dan mengirimkan banyak salawat kepada Baginda Nabi SAW.
- Di penghujung malam, kita perlu mengajak anggota keluarga bangun sahur dan membaca niat puasa bersama-sama. Dilanjutkan dengan salat subuh berjamaah dan membaca tasbihat panjang.
- Di setiap kesempatan pada malam tersebut kita harus mendoakan negeri kita serta semua orang-orang tak berdaya, tak bersalah yang teraniaya dan terzalimi di seluruh penjuru dunia. Di setiap akhir salat dan wirid mari kita doakan kebahagiaan dan jalan keluar bagi mereka.
- Selain itu, mari kita bagikan informasi ini kepada teman-teman lainnya supaya kita menjadi sarana bagi orang lain untuk menghidupkan malam mikrajnya.
Sumber: Tr724 | Cemil Tokpınar
[1] Diterjemahkan dari: https://www.tr724.com/mirac-hediyelerine-sukur-sabaha-kadar-ibadetle-olur/