Mensyukuri Hadiah Mi’raj

Mensyukuri Hadiah Mi’raj

Cara mensyukuri hadiah Mikraj adalah beribadah sampai pagi tiba[1]

Cemil Tokpınar

Agenda kita sangat padat. Acara-acara menarik datang satu demi satu. Coronavirus lalu datang di tengah kesibukan tak terhitung masyarakat dunia. Ia telah berhasil menarik perhatian seluruh dunia kepada dirinya. Nyawa terasa manis. Betapa indahnya hidup. Tidak ada satu pun manusia yang mau mati.

Itulah sebabnya setiap hari semua orang belajar informasi baru tentang penyakit ini. Mereka mencoba menerapkan informasi tersebut, memperhatikan kebersihan pribadi, memperkuat sistem kekebalan tubuh, berolahraga, tidak meninggalkan rumah, menyimpan makanan, dan entah apa lagi yang telah lakukan.

Meskipun semua itu dilakukan, umur kehidupan yang bisa tetap dijalani dengan produktif maksimum bisa dilakukan hingga kita berusia 70 sampai 80 tahun. Tentu saja melindungi nyawa dan kesehatan merupakan kewajiban kita sebagai manusia. Ia juga merupakan bagian dari perintah agama.

Namun, sebagaimana kita memberi perhatian besar kepada kehidupan dunia yang sementara ini bukankah seharusnya kita juga memberikan perhatian besar kepada kehidupan abadi kita nanti? Selain itu, bukankah virus ini telah menunjukkan ketidak berdayaan manusia, betapa fana-nya dunia, serta betapa besar nikmat kesehatan yang kita miliki?

Persis ketika berada di dalam pemikiran-pemikiran seperti ini, satu demi satu datang kesempatan untuk mengubah kehidupan yang fana menjadi kehidupan yang abadi. Pertama-tama, kita kedatangan rangkaian penuh kesempatan untuk meraih pahala dan berkah, yaitu Tiga Bulan Suci yang mulia.  Kita baru saja menjalani malam raghaib di awal Februari kemarin. Sedangkan hari senin lusa, insya Allah kita akan menghidupkan malam mikraj, insya Allah.

Beliau naik ke puncak kebahagiaan di tahun kesedihan (amul huzni)

Satu setengah tahun sebelum peristiwa hijrah dari Mekkah ke Madinah, Nabi kita SAW menjalani salah satu mukjizat terbesar di malam ke-27 bulan Rajab, yaitu Isra dan Mikraj. Peristiwa mikraj yang terjadi setelah kematian sosok-sosok yang paling dicintai oleh Rasulullah yaitu wafatnya istri beliau, Sayyidah Khadijah, dan  pamannya Abu Talib sangatlah bermakna. Sang Pencipta menghibur Rasulullah dengan menjamunya di hadapan-Nya. Dia memuliakannya dengan rahmat-Nya yang paling agung.

Apabila datang masa di mana kepedihan demi kepedihan datang beruntun yang membuat diri ini menggeliat dengan kepedihan dan keprihatinannya lalu kita bertawajuh kepada Sang Pencipta memohon rahmat dan tajali inayat-Nya apakah kita akan terhalang dari pertolongan-Nya?

Demikianlah, pada malam itu Malaikat Jibril datang dan membawa Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Haram menuju Masjidil Aqsa di al Quds dengan mengendarai Buraq.  Ia menjemputnya dari Masjidil Haram dan membawanya ke Masjid al-Aqsha di Yerusalem dengan mengendarai Buraq. Dari sana, beliau dibawa ke langit untuk ditunjuki ayat-ayat dan bukti-bukti ke-Mahakuasa-an Allah SWT. Di setiap level langit Beliau dipertemukan dengan para nabi.

Setelah itu, beliau tiba di maqam qāba qausaini (sejarak dua ujung busur panah, An Najm 53: 9).“ Beliau diperlihatkan beragam hal luar biasa. Beliau menyimak kalam-Nya yang kita tidak bisa ketahui komposisinya, melalui cara yang tidak bisa kita pahami, dari Dia yang suci dari tempat dan waktu secara langsung. Beliau menyaksikan jamaliyah-Nya yang tanpa akhir. Mikraj menurut konsep waktu kita berlangsung begitu singkat sehingga beliau pun pulang ke kediamannya yang mulia pada malam yang sama.

Senin malam esok lusa merupakan malam terjadinya mukjizat mikraj ratusan tahun yang lalu. Malam ini adalah malam yang luar biasa, malam di mana Sang Pencipta menyambut Nabi Besar Muhammad al Mustafa SAW baik secara jasmani sekaligus secara ruhani. Malam di mana Dia mengajaknya bertemu, berbicara, serta menunjukkan  nikmat dan kabar gembira yang tak terhitung banyaknya.

Isra dan Mikraj dalam Quran

Langkah awal mukjizat mikraj hingga tiba di Masjidil Aqsa dijelaskan dalam Al-Qur’an sebagai berikut:

“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui..” (Surah Isra’, 17:1).

Langkah kedua dari mikraj adalah ketika Nabi Muhammad SAW memulai perjalanannya dari Masjidil Aqsa menuju seluruh tingkatan langit hingga akhirnya beliau tiba di hadapan ilahi. Bagian ini juga diceritakan dalam Surat Najm sebagai berikut:

“Sedang dia berada di ufuk yang tinggi. Kemudian dia mendekat, lalu bertambah dekat lagi. Maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi). Lalu dia menyampaikan kepada hamba-Nya (Muhammad) apa yang telah Allah wahyukan. Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya. Maka apakah kaum (musyrik Mekah) hendak membantahnya tentang apa yang telah dilihatnya? Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal, (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar (Surah Najm, 53: 7-18)

Tiga anugerah besar telah diberikan kepada Nabi Besar Muhammad SAW pada malam ini. Ini merupakan pertemuan terbesar dalam sejarah umat manusia. Tiga anugerah tersebut adalah: salat yang lima waktu, dua ayat terakhir surat Al Baqarah yaitu Amanarrasulu, dan yang terakhir yaitu anugerah di mana semua umat Rasulullah yang tidak syirik kepada Allah akan diampuni (HR Muslim, Iman: 279).

Nabi Muhammad SAW mengatakan dalam hadisnya yang mulia, “Salat adalah mikrajnya orang mukmin”. Melalui hadisnya tersebut, beliau mengisyaratkan bahwasanya salat merupakan pertemuan, perjumpaan, dan perbincangan kita sebagai hamba dengan Sang Pencipta.

Amanarrasûlu: Ayat-ayat doa yang unik tiada banding

Kemuliaan dua ayat terakhir dari Surat Al Baqarah yang juga merupakan salah satu anugerah yang didapat dari malam mikraj dijelaskan dalam sebuah hadis sebagai berikut:

“Terdapat dua ayat di akhir surat Al-Baqarah. Barang siapa yang membacanya (untuk kebutuhan hidupnya di dunia maupun akhirat atau untuk Al Quran yang akan dibacakannya di malam tersebut), maka cukuplah hal tersebut baginya. (HR Bukhari, Fadailul-Qur’an: 10)

Beberapa ulama menjelaskan bahwa ungkapan “cukup” di sini adalah “menghidupkan malam”.

Rasulullah SAW dalam hadis lainnya menyampaikan urgensi dari mempelajari maupun mengajarkan dua ayat ini:

“Allah Yang Mahakuasa menutup Surat Al-Baqarah dengan dua ayat ini. Barang siapa membacanya akan diberikan pahala dari perbendaharaan Arsy A’la. Pelajarilah dua ayat ini, ajarkan ia kepada wanita-wanita dan anak-anakmu.”

Itu berarti mempelajari dan mengajarkan dua ayat tersebut merupakan perintah dari Rasulullah SAW. Dalam hal ini, penting bagi kita untuk mengingatkan keluarga dan orang-orang terdekat kita dan mendorong mereka untuk mempelajarinya.

Sekali lagi terdapat berita gembira dalam hadis luar biasa berikut ini:

“Allah SWT 1000 tahun sebelum menciptakan menciptakan bumi dan langit menulis sebuah kitab. Ia menurunkan dua ayat dari kitab tersebut. Dua ayat tersebut dijadikan sebagai akhir dari surat Al Baqarah.  Jika ayat-ayat itu dibaca selama tiga malam di sebuah rumah, maka setan tidak akan mendatangi rumah tersebut. “ (Tirmizi, Sawwabul-Qur’an: 4)

Mukjizat Mikraj membuktikan bahwa semua prinsip iman, terutama keberadaan dan keesaan Sang Pencipta merupakan kebenaran dan hakikat. Ini karena Nabi Muhammad SAW yang sepanjang hidupnya senantiasa berbicara tentang kebenaran dan hakikat serta tidak pernah berbohong meski bercanda sekalipun menyampaikan bahwa dirinya menemui Sang Pencipta dan telah melihat akhirat dengan mata kepalanya sendiri.

Bagaimana mungkin Sang Muhbir Sadiq SAW yang tidak pernah berbohong bahkan dalam hal paling remeh sekali pun di sepanjang hidupnya kemudian akan berkata bohong dalam perkara besar seperti ini? Ya, sebagaimana dia telah melihat hakikat dan kebenaran, dia pun mengatakan hakikat dan kebenaran.

Ibadah apa yang harus kita lakukan di malam ini?

Kita harus menghidupkan malam mikraj dengan Al-Qur’an, salat sunah, dan doa. Sedangkan pagi harinya kita lanjutkan dengan berpuasa. Supaya kita bisa tahan begadang di malam harinya, hendaknya kita beristirahat dengan cukup sebelum malam tersebut tiba. Jika dimungkinkan, lakukan tidur qailullah. Setelah makan malam, kita bisa mengonsumsi sesuatu yang bisa mengusir kantuk seperti teh dan kopi. Saat kantuk tiba, kita bisa menyegarkan diri dengan memperbaharui wudu.

Meskipun keesokan hari dari malam mikraj adalah hari selasa, amatlah dianjurkan untuk berpuasa di hari senin dan selasanya. Mereka yang berhalangan bisa saja berpuasa hanya pada hari senin atau hari selasanya saja. Mereka yang lebih banyak berpuasa akan mendapat pahala lebih juga.

Malam tersebut yaitu senin malam harus kita hidupkan dengan Al-Qur’an, salawat, tobat dan istigfar, serta salat dan doa. Untuk ini perlu dilakukan persiapan dan perencanaan terlebih dahulu. Dari segi motivasi, alangkah baiknya jika bisa menghabiskan malam dalam sebuah program yang diikuti banyak orang. Akan tetapi, karena kita harus berhati-hati terhadap penularan virus corona, maka kita bisa membuat program tersebut di lingkup keluarga. Kita bisa memotivasi bahkan memberi penghargaan kepada anak-anak kita yang aktif sesuai proporsinya.

Dalam surat yang ditulis Badiuzzaman saat beliau dan murid-muridnya berada di Penjara Afyon, terdapat hal-hal menarik perhatian terkait ibadah-ibadah apa saja yang dapat dikerjakan di malam ini:

“Lailatul Mikraj layaknya Lailatul Qadar yang kedua. Ikhtiar maksimal yang bisa dikerjakan pada malam ini bisa diberi 1000 ganjaran.  Berkat rahasia perusahaan maknawi, insya Allah setiap diri kalian layaknya lisan 40.000 malaikat yang bertasbih, Anda pun di tempat pesakitan ini akan berdoa dan beribadah dengan lisan 40.000 orang di malam yang agung dan penuh pahala ini” (Syua ke-14)

Supaya peluang luar biasa ini tidak terlewatkan, mari kita manfaatkan malam tersebut sebagai berikut:

  1. Mari tidak mengabaikan penunaian salat fardhu secara berjamaah, yang diikuti salat sunah awwabin, tasbih, hajat, dan tahajud.
  2. Lakukan khataman Al Qur’an dengan jalan membagi-bagikan juz. Selain itu, kita juga bisa membaca surat-surat pilihan seperti Yasin, al-Fath, Ar-Rahman, Al-Mulk, An-Naba, dan Jausyan.
  3. Jika mampu, kita bisa mengkhatamkan Jausyan yang lengkap dan Al Qulubud Daria.
  4. Kita harus bertobat, beristigfar, dan mengirimkan banyak salawat kepada Baginda Nabi SAW.
  5. Di penghujung malam, kita perlu mengajak anggota keluarga bangun sahur dan membaca niat puasa bersama-sama. Dilanjutkan dengan salat subuh berjamaah dan membaca tasbihat panjang.
  6. Di setiap kesempatan pada malam tersebut kita harus mendoakan negeri kita serta semua orang-orang tak berdaya, tak bersalah yang teraniaya dan terzalimi di seluruh penjuru dunia. Di setiap akhir salat dan wirid mari kita doakan kebahagiaan dan jalan keluar bagi mereka.
  7. Selain itu, mari kita bagikan informasi ini kepada teman-teman lainnya supaya kita menjadi sarana bagi orang lain untuk menghidupkan malam mikrajnya.

Sumber: Tr724 | Cemil Tokpınar

[1] Diterjemahkan dari: https://www.tr724.com/mirac-hediyelerine-sukur-sabaha-kadar-ibadetle-olur/

Salat Jumat Rasulullah SAW

Salat Jumat Rasulullah SAW

“Salat Jumat Rasulullah SAW”

Jamaah Muslim yang terhormat! Kita akan memanfaatkan jalan yang ditunjukkanNya, memanfaatkan anugerah yang diberiNya kepada kita. Dengan jalan yang ditunjukkanNya, kita akan termuliakan saat mendekatkan diri di hadapan Allah. Dengan perintah Allah dan jalan Baginda Nabi, kita akan meraih syafaat Rasulullah. Allah telah menunjukkan jalan keselamatan, langkah menjadi manusia, muncul dengan kalbu dan ruhani. Jalan bagi kita agar  layak mendiami alam abadi. Allah SWT telah menunjukkan jalan yang akan mengantarkan kita ke keabadian. Jalan raya tersebut bernama siratal mustaqim. Siratal mustaqim adalah jalan yang mengandung banyak rukun. Ketika berjalan di atasnya, tanpa merasa putus asa menghadapi segala hal yang perlu dilakukan. Mereka yang demikian akan meraih tujuan dan cita-citanya, yaitu Allah.

Pintu menuju surga bergantung pada bagaimana hidup dengan jalan ini. Untuk meneladani Baginda Nabi, maka ia bergantung pada pada sejauh mana kita mengikuti rukun jalan ini. Syarat untuk bisa menyaksikan jamaliyah Allah yang merupakan sumber dari segala keindahan, bergantung pada bagaimana kita hidup dengan rukun dari jalan itu. Mengikuti rukun jalan ini tidak begitu mudah. Hidup dengan rukun jalan ini sangatlah berat, tetapi orang-orang mukmin dan muslim, akan meringankannya.

وَٱسۡتَعِينُواْ بِٱلصَّبۡرِ وَٱلصَّلَوٰةِۚ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى ٱلۡخَٰشِعِينَ 

” Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan itu sungguh berat kecuali bagi orang yang khusyuk (QS 2:45)”

Dengan ayat itu, Allah menjelaskan beratnya salat bagi sebagian orang. Allah mengecualikan mereka yang kalbunya penuh rasa takut, hormat, khusyuk, dan kerendahan hati. Inilah jalan yang memiliki banyak adab dan rukun, tetapi manusia yang bertekad meniti jalan ini, akan hidup dengan tenteram berkat taufik dari Allah SWT. Saya hingga saat ini selalu berusaha menyampaikan salah satu rukun penting dari jalan ini.

Salat adalah pilar bagi kapal bernama agama, dengannya agama dapat berlayar. Salat bagaikan kompas yang membantu orang mukmin mengarahkan kapalnya. Salat adalah tangga bagi mukmin untuk melakukan mikraj dimana satu ujungnya di tangan Allah, sedangkan ujung lainnya ada di tangannya sebagai ikatan yang kuat. Salat adalah bentuk ibadah yang membawa seseorang bersedekap di hadapan Allah atas izinNya, dan model serta ringkasan terbaik salat adalah topik pembahasan kita hari ini, yaitu salat jumat!

Penunaian salat jumat adalah ungkapan hasrat dan gairah kolektif nurani dalam bentuk jamaah. Menurut Ibnu Hajar, Sang Kebanggaan Semesta diwajibkan mengerjakan salat jumat di Kota Mekkah. Pernyataan imam agung ini pasti memiliki dasar, tetapi ada sesuatu yang jelas, yang tak bisa dipahami oleh umum. Di lokasi dimana syaratnya tak bisa dipenuhi, tidak mungkin memahami kewajiban dari Allah tersebut. Sudah jelas Baginda Nabi tidak akan bisa menunaikan salat jumat karena syaratnya belum terpenuhi. Lalu mengapa Allah mewajibkan beliau menunaikan salat jumat?

Ya, tidak mungkin kita memahaminya. Ada sesuatu yang kita ketahui Rasul Akram SAW tidak pernah menunaikan salat jumat walau hanya sekali ketika di Mekkah. Dan salat jumat pertama dikerjakan setelah Rasulullah meninggalkan masjid Kuba. Dari sini kita pahami bahwa salat jumat adalah salat yang terbentuk oleh jamaah. Untuk itu, jika orang-orang tidak terkumpul sebagai jamaah yang cukup, maka salat jumat tidak wajib. Salat jumat memiliki syarat. Ia didirikan oleh imam dan jamaah.Salat jumat mensyaratkan adanya imam, mensyaratkan adanya masyarakat. Jumatan mensyaratkan seseorang yang menyerahkan hatinya kepada Rabb, yang memimpin dan mengatur, serta mensyaratkan adanya jamaah yang mentaati dan mematuhi Allah.

Salat jumat adalah salat berjamaah. Jika jamaah tidak terbentuk mereka tidak bisa menunaikan salat jumat. Jamaah ini terbentuk dari kelompok selain wanita, budak, dan orang sakit. Salat jumat mensyaratkan perbaikan, kepemimpinan, masyarakat, dan jamaah. Untuk itu Baginda Nabi tidak wajib mengerjakan salat jumat ketika masih di Mekkah. Ketika jalan ke Madinah terbuka dan Rasul Akram SAW diperintahkan untuk berhijrah, Beliau datang ke kota suci bernama Kuba, dan tinggal di sana pada hari senin, selasa, rabu, hingga kamis. Beliau membangun Masjid Kuba dengan tangannya sendiri. Masjid kemudian mengalami renovasi hingga mencapai bentuknya hari ini. Ganjaran salat di masjid itu setara dengan pahala umrah. Sang Kebanggaan alam semesta SAW setiap jumat pergi ke masjid Kuba dan menunaikan salat di sana. Sejak hari itu hingga sekarang disunahkan salat di Masjid Kuba. Semoga Allah menakdirkan mereka yang berziarah untuk bisa salat di situ, dan bagi yang belum semoga bisa berziarah ke sana.

Mereka tinggal di Kuba selama empat hari. Masyarakat Kuba dan Madinah pun dipenuhi oleh “perhiasan”. Mereka meninggalkan Kuba di hari jumat. Ketika mereka sampai di Lembah Bani Salim bin Auf, Malaikat Jibril membawa kabar dan Baginda Nabi pun menunaikan salat jumatnya di situ. Jika Anda ke Kuba, pemandu akan menunjukkan tempat ditunaikannya salat jumat pertama itu. Rasul Akram SAW telah mendapatkan jamaah. Kini Nabi berkesempatan untuk mengumumkan wajibnya salat jumat secara terang-terangan. Wilayahnya ada di perbatasan kota yang akan dibangunnya. Di sana beliau akan mengecapkan stempelnya, jamaah akan menyimaknya, beliau akan mengimami salat jumat. Saat posisi imam telah boleh diumumkan, dan orang-orang yang akan menjadi jamaah berhasil dikumpulkan, Allah pun mewajibkan salat jumat. Salat sebelumnya dilaksanakan sebagai sunah. Beliau melaksanakan salat jumat pertamanya.

Orang-orang mukmin masuk ke Kota Madinah dalam keadaan tenteram, senang, dan bahagia. Hal pertama yang dikerjakan Sang Kebanggaan Alam Rasulullah SAW setelah memasuki Kota Madinah adalah membeli sebagian reruntuhan milik yatim dan membangunnya sebagai masjid. Setelah itu salat jumat akan dikerjakan di sana seterusnya. Kita menyebutnya sebagai Masjid Nabawi, Kita menyebutnya sebagai Raudhah Thahirah. Apa yang bisa kita katakan, tak ada kata yang cocok untuk memahami makna hakiki dan menjelaskannya. Walaupun Makkah amat suci dan Ka’bah merupakan mihrab bagi manusia dan malaikat, Tak mungkin membandingkan tanah tempat bersemayamnya Rasul SAW dengan tanah lain di dunia. Tak peduli ia datang dari surga ataupun diciptakan khusus dari cahaya Ilahi. Apapun itu, kita tak akan pernah memahami makna agung dari Masjid Nabawi. Kita akan mencukupkan diri dengan penjelasan tentang sebagian sifatnya hingga kiamat tiba.

Masjid yang menaungi Raudhah Thahirah, Masjid suci yang amat agung. Rasulullah SAW bersabda bahwa hanya tiga masjid yang layak untuk diziarahi. Ini ada di Bukhari, Muslim, dan Musnad Ahmad Hanbal.[1] “Tidak boleh melakukan perjalaan jauh untuk menunaikan salat di masjid yang agung dan mulia, Akan tetapi, dibolehkan melakukan perjalanan jauh untuk menunaikan salat di tiga masjid tersebut. Untuk tiga masjid itu, jika perlu juga diperbolehkan menantang bahaya di tengah perjalanan.” Yang pertama, Masjidil Haram. Yang kedua, Masjid Nabawi, tempat yang kita sebut Raudhah Tahirah. Yang ketiga, Masjidil Aqsa, yang sayangnya hari ini ia tak dalam pengelolaan kita. Ia sedang menunggu kaum Muslim merdeka. Masjidil Aqsha sedang menanti sosok seperti Salahuddin al Ayyubi dan Muhammad al Fatih. Kaum mukminin tidak bisa berangkat ke Masjidil Aqsha walaupun berniat untuk pergi. Kaum mukminin tak bisa salat di tempat yang ditunjuk Rasulullah itu, padahal pahalanya ribuan kali lipat. Kondisi mukmin sedang buruk, kaum mukmin tertindas dan di posisi rendah! Di abad ke-21 ini mereka dijauhkan untuk bisa salat di Masjidil Aqsha. Tetapi kaum mukmin tidak menyadari penderitaan ini.

Perjalanan boleh dilakukan untuk salat di tiga masjid Itulah sabda Rasulullah SAW, salah satunya adalah Masjid Nabawi karena Ustaz serta mandor dari masjid itu adalah Ustaz serta mandornya umat manusia, Rasulullah SAW. Rasul SAW memanggul batu bata di punggungnya bersama Salman al Farisi dan Bilal Habasyi. Bersama Ammar, Rasulullah SAW mengaduk adonan lumpur dan menyekopnya ke cetakan. Pondasi dari masjid diletakkan di atas ketakwaan. Ia dibangun di atas kebaikan. Dua rakaat salat yang didirikan di Masjid Nabawi setara dengan ratusan rakaat salat di masjid lain. Semoga Allah mengabadikan anugerah itu hingga kiamat tiba. Semoga Allah tidak membiarkan tangan orang kafir, fajir, dan fasik mengusiknya. Semoga tempat-tempat suci tersebut tidak terkotori di abad 21, Semoga tangis darah kedua tidak ditumpahkan.

Yang dikerjakan pertama kali oleh Baginda Nabi adalah membangun Masjid Nabawi. Dibangunlah dan disitu beliau menyampaikan khutbahnya. Jamaahnya adalah pasukan pertama penakhluk dunia. Jangan kira jumlahnya ribuan atau ratusan ribu. Setelah masjid dibangun, jumlah sahabat yang memasukinya untuk menyimak khutbah Sang Nabi, sebagaimana yang Anda lihat di Medan Badar, tak lebih dari 313. Yakni sepersepuluh dari jumlah kalian, itulah jumlah jamaah yang menyimak Baginda Nabi. Masjid itu tidak memiliki mimbar, pilar, dan tiang spektakuler seperti yang dimiliki masjid masa kini. Dindingnya dibangun dari bata dan lumpur, langit-langitnya ditutup pelepah kurma. Ketika hujan, pelepah itu jatuh dan membuat lantai masjid becek. Setelah Rasul Akram SAW sujud, beliau bangkit dengan lumpur yang menempel di wajah mulianya. Mereka menunaikan salat dalam keadaan hujan. Mereka rukuk dan sujud dalam keadaan hujan dan berlumpur. Masjid yang sederhana, dimana mimbarnya terbuat dari batang kurma. Sang Kebanggaan Semesta bersandar padanya dan berkhutbah kepada jamaah.

Beberapa bulan kemudian, Rasul SAW meminta seorang wanita Ansar yang anaknya itu tukang kayu, “Sampaikan pada putramu, buatkan aku mimbar dengan 3-4 anak tangga, agar jamaah bisa menyimakku saat berkhutbah.” Mimbar dibuat dan diletakkan pada posisinya. Sejak hari itu, para pecinta Rasul berkhutbah dengan bersandar pada pilar dan tiang marmer. Mimbar dibuat dari marmer. Sejak saat itu menapakkan kaki di anak tangga mimbar itu dianggap tidak sopan secara akhlak. Umat Islam memuliakan mimbar sang Nabi. Kaum muslimin sejak saat itu hingga saat ini sangat menghormati mimbar Baginda Nabi.

Mimbar pertama adalah batang kurma. Batang kurma tidak menginginkan pesaing. Batang kurma ingin agar Nabi dengan cahaya langit dan berkah tetap menggunakannya hingga lapuk. Si batang kurma tidak mau tempatnya digantikan. Masjid sekalinya dibangun seperti itu ingin tetap begitu. Sisi manapun dari masjid yang dibangun oleh Rasulullah hendak Anda ubah, maka bagian masjid itu akan berteriak. Tetapi pada waktu itu yang diubah hanya batang mimbar saja. Karena yang diubah hanya batang mimbar, maka teriakan hanya muncul dari batang mimbar saja. Menurutku, andai tiang-tiang kurma itu juga diubah, mereka juga pasti akan berteriak. Jika pelepah kurma sebagai atap itu juga diganti, mereka juga pasti akan berteriak. Karena tidak satupun dari mereka yang sanggup berpisah dari Baginda Nabi.

Mimbar baru diletakkan di samping batang kurma lama. Rasul Akram SAW menaiki tangga mimbar. Hampir 20 sahabat yang meriwayatkannya. Riwayat ini diceritakan secara mutawatir oleh Bukhari Muslim serta kitab hadis lainnya. Mereka yang tidak mempercayai peristiwa ini dari perspektif ahli kalam bisa jadi dihukumi kafir. Semoga Allah menjaga kita.

Ini bukan seperti mukjizat lainnya. Peristiwa ini mutawatir. Rasulullah berkhutbah di mimbar barunya. Si batang kurma ditinggalkan. Jamaah memusatkan perhatian untuk menyimak Rasul Akram SAW. Tiba-tiba muncul suara yang tensinya lebih tinggi daripada suara Baginda Nabi. Setiap sahabat menceritakan peristiwa ini dengan penjelasannya masing-masing. Ada yang menceritakan suaranya mirip anak unta yang ditinggal induknya, ada yang bilang suaranya mirip suara rintihan manusia. Demikian tinggi tensi suaranya, masjid seperti terguncang. Jamaah pun teralihkan fokus perhatiannya. Suara berasal dari batang kurma. Bahkan beberapa sahabat mencatatkan bahwa batang kurma itu terbelah.

Rasul Akram SAW memahami pokok permasalahannya. Beliau turun dari mimbar. Dengan penuh keseriusan beliau mendekati si batang kurma. Beliau mengelus si batang kurma sambil menyampaikan sesuatu. Bibir mulianya komat kamit menjanjikan sesuatu pada si batang kurma. “Mana yang kamu pilih, kuletakkan dirimu di salah satu sudut masjid hingga dirimu lapuk, atau biar Allah menjadikanmu sebagai pohon abadi yang memberi buahnya kepada penghuni surga. Mana yang kamu pilih, disini saja atau fana di tempat lainnya.”

Si batang kurma memilih untuk menjadi pohon yang menghasilkan buah di surga. Elusan Baginda Nabi membuat teriakan berhenti dan Beliau bersabda, “Jika aku tidak mengelusnya, kalian akan mendengar teriakan itu hingga kiamat datang.” Si batang kurma berteriak. Posisinya diubah Seakan dikatakan, “Minggirlah! Mimbar telah menggantikan posisimu.” Ia tak mampu menahan perpisahan dengan Sang Nabi. Pergilah ke Masjid Nabawi. Sentuhlah pilar dan dindingnya, akan terdengar teriakan mereka semua. Jika ada telingamu, kalbumu, kesadaran dan perasaanmu, maka inderamu akan mendengarnya. Padahal selain batang kurma, ada banyak hal yang dulu dibangun Sang Nabi kini telah diruntuhkan. Selain batang kurma, betapa banyak hal yang dibuang, betapa banyak hal telah disingkirkan. Betapa banyak hal yang telah disingkirkan, termasuk cahaya bagi jiwa dan mataku, yaitu al Quran. Kepada generasi kita, bukan si batang kurma saja yang diminta untuk dilupakan, melainkan Baginda Nabi. Nama Agungnya diusahakan untuk dilupakan. Allah dan NabiNya berusahauntuk diingkari.

Bagaimana benda-benda dan peristiwa berteriak? Bagaimana Masjid Nabawi menjerit? Bagaimana semua yang dibangun Baginda Nabi SAW menjerit? Seseorang harus menjadi ahli nurani agar ia bisa mendengar dan terpengaruh oleh jeritan tersebut, dan untuk bisa mengatakan, “Malulah diriku, malulah jamaahku, malulah umat manusia!”

Jamaah Muslim Yang Mulia! Aku membuat pembukaan dari masjidnya Baginda Nabi. Dari mimbar tempat beliau berkhutbah kepada jamaahnya, hingga akhirnya sampai ke titik ini. Pembahasan utama kita adalah salat jumat dan jamaah. Rasulullah SAW dengan mengambil jamaah yang bersatu dan memiliki kesadaran sama, di hari dimana para hamba berkumpul & menghadap Allah, dimana pertemuan itu setara dengan mikraj, yaitu salat jumat. Menit ini, detik ini, saat ini, memiliki makna besar dan agung seperti itu. Bertawajuhlah kepada Allah dengan kalbu sadar. Semoga berkat rahmat Ilahi mempertemukan kita dengan waktu dimana doa-doa dikabulkan.

Saya juga ingin memberi kabar gembira ini juga, sekali lagi di salah satu hadits sahih, Rasulnya para rasul bersabda, “Di hari jumat ada suatu waktu dimana tidaklah seorang hamba berdoa, melainkan Allah memberi apa yang dipintanya.”[2] Mengenai waktu tersebut, para sahabat, tabiin, dan fukaha menyebutkan waktu yang berbeda-beda. Menurutku waktu tersebut mirip Lailatul Qadar, ia berganti-ganti di antara hari bulan Ramadhan. Seperti Nabi Khidir as, ia berjalan di antara manusia. Untuk merasakan menit tersebut, fokuskanlah tawajuhmu kepada Allah pada hari jumat. Nabinya para nabi dan mereka yang makbul doanya berhasil meraih menit, detik, dan waktu tersebut. Di waktu tersebut, mereka memanjatkan doa kepada Allah, dan Allah pun mengabulkan doa-doa mereka.

Menurut kebanyakan fukaha, waktu tersebut adalah saat ketika khatib berkhutbah. Waktu tersebut dikonfirmasi dengan diangkatnya kedua tangan Baginda Nabi untuk beroda di saat berkhutbah. Beliau berkhutbah di atas mimbar, lalu masuk seorang badui. Ia mengeluhkan kekeringan, “Ya Rasulullah! Semua hewan dan makhluk hidup mati kekeringan. Tidakkah engkau berdoa kepada Allah?” Rasulullah SAW mengangkat tangannya dan berdoa agar Allah menurunkan hujan. Sahabat berkata, “Saya bersumpah kepada Allah, di langit tak ada sedikitpun awan, Padahal ketika Rasul SAW turun dari mimbar dengan senyumannya, air hujan mengalir deras dari janggutnya. Hujan turun seminggu penuh, lembah Madinah dipenuhi banjir seminggu penuh. Seminggu penuh jalan tertutup.

Jumat berikutnya, Baginda Nabi kembali berkhutbah di atas mimbar. Seorang Badui kembali berdiri dan berkata, “Ya Rasululah! Terjadi banjir dimana-mana, tidakkah Engkau berkenan untuk berdoa kepada Allah!” Rasulullah kembali meraih waktu mustajab tersebut dan mengangkat kedua tangannya, “Ya Allah, turunkan hujan di sekitar kami, dan jangan turunkan kepada kami untuk merusak kami.” Sahabat kembali bersumpah, kegelapan di atas Madinah segera terbuka, hujan pun berhenti. Awan pergi ke sekitar. Pendatang membahas hujan deras, tetapi di Madinah tak ada hujan walau setetes. Karena ada yang mengangkat tangannya agar tidak jatuh setetespun hujan, Allah pun membuka pintu rahmatNya dan mengijabah permintaan dan permohonannya.

Di hari jumat ada suatu waktu yang jika seorang hamba berdoa maka Allah akan mengijabahnya. Jika demikian, maka hargailah waktu jumat dengan tawajuh penuh agar doamu kepada Allah diijabah, sehingga satu hari jumatmu menerangi hari-harimu dalam seminggu. Agar salat lima waktu kita tak memiliki kekurangan apapun, sehingga kita menjadi orang bersujud dan terang nuraninya. Semoga Allah menebarkan cahaya pada kalbu kalian, menjadikan kalian sukses secara materi dan maknawi. Semoga Allah menjadikan kita layak menjadi umat Nabi Muhammad yang dibanggakan semesta lagi mulia. Aamiin.

——————————————————————————-

[1] Salah satu riwayat dari hadis tentang ini yaitu Nabi shallallahu‘alaihi wasallam bersabda:

لَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ مَسْجِدِي هَذَا وَمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِ الْأَقْصَى

“Janganlah kalian menempuh perjalanan jauh kecuali menuju ke tiga masjid: masjidku ini (Masjid Nabawi), masjid Al Haram, dan masjid Al Aqsha” (HR. Bukhari no. 1115 dan Muslim no. 1397)

[2] Dalam hadis dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan tentang hari Jumat, lantas beliau bersabda,

فِيهِ سَاعَةٌ لاَ يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ ، وَهْوَ قَائِمٌ يُصَلِّى ، يَسْأَلُ اللَّهَ تَعَالَى شَيْئًا إِلاَّ أَعْطَاهُ إِيَّاهُ

“Di hari Jumat terdapat suatu waktu yang tidaklah seorang hamba muslim yang ia berdiri melaksanakan shalat lantas dia memanjatkan suatu doa pada Allah bertepatan dengan waktu tersebut melainkan Allah akan memberi apa yang dia minta.” (HR. Bukhari 935, Muslim 2006, Ahmad 10574 dan yang lainnya).

Kedalaman Makna dalam Tahiyat

Kedalaman Makna dalam Tahiyat

“Kedalaman Makna dalam Tahiyat”

Jamaah Muslim yang terhormat! Dengan menunaikan salat secara istikamah, seorang mukmin akan meraih posisi yang harusnya ia raih, yaitu di belakang Rasulullah. Persis seperti derajat beliau SAW yang naik di mikraj berkat penghambaannya. Salat menjadi momen tanya jawab, dimana Rasul bercengkerama dengan Allah SWT secara langsung. Ketika seorang mukmin menunaikan salatnya dengan istikamah demi meraih derajat yang tinggi untuk meraih kedekatan dengan Allah, maka ia harus menunaikan salat, menemui Sang Ilahi dengan penuh gairah.

Seorang mukmin hadir ke hadapan Allah dan menunaikan salat dengan hasrat untuk dapat menyaksikan JamaliyahNya. Mukmin demi meraih janji-janji Allah, ia laksanakan perintah & kewajiban kepada Rabbnya. Mukmin itu akan mendengar dan pasti mendengar kelezatan abadi dari manisnya rukun salat karena di balik itu ada pertemuan dengan Allah. Setelah itu terdapat penyaksian Jamaliyah Allah, dan ketika menunaikan tugas agung ini, ada Baginda Nabi Muhammad SAW di saf terdepan.

Barang siapa memiliki hasrat dan keinginan yang sangat besar untuk menemui Allah, Allah SWT menyukai pertemuan dengannya, Allah SWT senang untuk menyambutnya. Allah SWT amat sudi untuk menjamu dan memuliakannya. Allah SWT cinta untuk mengagungkan si mukmin dengan jalan merangkulnya. Akan Anda saksikan anugerah Ilahi turun sesuai jumlah langkahmu, bahkan lebih banyak berkali lipat. Anda akan saksikan rahmat Allah menghampirimu dalam salat.

Salat adalah bangkit dan duduknya hamba hingga tahiyat. Sebuah usaha dan kerja keras untuk meraih kenaikan derajat. Ungkapan dari habisnya energi diri untuk menghamba. Ada berapa jumlah energi dalam tubuhmu? Ada berapa kadar sensitivitas dalam dadamu? Ada berapa kadar kegembiraan dan kehebohan dalam jiwamu? Seberapa sadar naluri indramu? Semua itu akan digunakan untuk menuju Rabbmu, dan kemudian kamu akan duduk dalam tahiyat.

Apalagi peristiwa mikraj diabadikan dalam tahiyat. Buah perjalanan penghambaan Baginda Nabi diabadikan disana. Saat manusia memalingkan muka, langit justru tersenyum kepada Baginda Nabi. Terbukanya pintu mikraj dan penyambutanNya “Datanglah!” juga diabadikan di sana. Di tahiyat, Nabi memberikan salam kepada Allah dengan salam yang layak dengan keagunganNya. Setiap mukmin sesuai keluasan hati dan kemampuannya. Sesuai sensitivitas nalurinya, sesuai kepekaan indranya.

Setelah menunaikan salat dengan segala tanjakan dan turunannya, baik ia duduk tak bisa bangkit disebabkan membayangkan beratnya perhitungan amal, maupun duduk tenteram bebas dari apapun dalam atmosfer berhasil meraih segala macam nikmat. Biarlah ia duduk seperti yang dijelaskan oleh Kesucian Hukum dan FirmanNya. Yaitu, biarlah ia duduk di atas sofa-sofa surga,

مُّتَّكِ‍ِٔينَ فِيهَا عَلَى ٱلۡأَرَآئِكِۚ

”…sedang mereka duduk sambil bersandar di atas dipan-dipan yang indah,”(QS: Al-Kahfi 31)

Dan seperti dijelaskan oleh Surat al Isra:

سُبۡحَٰنَ ٱلَّذِيٓ أَسۡرَىٰ بِعَبۡدِهِۦ لَيۡلٗا مِّنَ ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِ

“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram…”(QS: Al-Isra’ 1).

Ia meraih tempat  dan posisi di hadapan Rabb. Biarlah ia duduk di kursi agung, berdiskusi dengan Rabbnya secara langsung,  sesuai keluasan kalbunya, sesuai kepekaan nalurinya. Dengan tanjakan dan turunannya, belokan dan tikungannya, dengan beban serta beratnya materi, barangkali setelah menunaikannya dalam kelapangan jiwa, akan dibacakan epos mikraj.

Tahiyat menjelaskan peristiwa mikraj. Dipahami bahwa pintu untuk hadir ke hadapan Allah SWT terkunci dan tertutup jika kita usaha sendiri. Dipahami juga, walaupun kita banyak beribadah, tanpa perantara Nabi SAW yang lebih dulu tiba, meninggalkan jejak, membuka jalan besar untuk kita, tanpa memberi salam kepadanya SAW, tanpa perantaraannya SAW, Tidak mungkin kita bisa meraih mikraj ke hadapan Allah SWT. Untuk itu, setelah mempersembahkan tahiyat, Ibadah materi dan badani, serta menghidangkan segala sesuatu khusus untukNya, lalu kita berikan salam kepada Nabi Kita SAW.

Gambaran makna dari penjelasan ini sebagai berikut.

Kita berangkat ke hadapan Ilahi dengan segala dosa, kekurangan, kesalahan, serta kealpaan kita. Masuk ke saf Baginda Nabi Muhammad SAW, fokus menyimak sabda mulianya sambil menahan lisan kita, dan berbicara manis di pertemuan manis ini, fokus pada pembahasan di dalamnya, dan berusaha memahami sabda-sabdanya. Rasulullah SAW melakukan mikraj, Salat adalah buah mikraj. Di mikraj, salat adalah hadiah Allah SWT untuk umatnya Nabi Muhammad SAW.

Di serah terima hadiah salat terjadi transaksi jual beli. Rasulullah mengirimkan salam kepada Allah SWT, Allah SWT menerima salam Baginda Nabi. Peristiwa tersebut terjadi di tempat dan kedudukan yang tak bisa dicerna dan dibayangkan oleh akal. Dan ketika peristiwa itu terjadi, sambil berlindung dan berseru untuk meminta perlindungan Nabi, Kita berusaha untuk memfokuskan diri pada suara dan kata-kata ini.

Rasulullah memberi salam kepada Allah, Allah SWT membalas salam Baginda Nabi

Ibadah yang kami lakukan dengan segenap tubuh dan sel-selnya kami persembahkan untukMu!

Segala yang kami habiskan dari harta yang kami kumpulkan semuanya untukMu, demi keridaanMU!

Semua ibadah badani dan materi kami peruntukkan untukMu, Ya Allah!

Segala sesuatu yang kulakukan dengan segala pemberianMu, dijalanMu, kulakukan untukMu!

Untuk bisa menunjukkan kesetiaan pada janjiku, aku mengirim salam di hadapanMu

Allah membalas salam tersebut:

“Duhai Nabi yang Agung! Salam juga untukmu!”

السَّلاَمُ عَلَيْكَ اَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Salam dijawab dengan salam, sebagaimana salam ‘assalamualaikum’ dari seseorang dijawab ‘wa’alaikumsalam’ oleh kawannya. Zat Uluhiyat dengan kesempurnaan hikmahNya membalas salam Nabi Muhammad SAW:

Semoga salam, rahmat, berkah, salam, dan penjagaan Allah keselamatan dari kesusahan dan kesulitan di dunia dan akhirat ketenteraman dan kebahagiaan tercurah untukmu”

Kita dan para malaikat menyaksikan dan berusaha menyimak perbincangan ini, para malaikat menambahkan suatu harmoni ke dalam simfoni manis ini. Semua permukaan langit dan bumi seakan berdering gemerincing berseru:

أَشْهَدُ اَنْ لآ إِلَهَ إِلاَّاللهُ

Kami bersaksi bahwasanya satu-satunya Zat yang layak dan mutlak disembah hanya Engkau, Ya Allah!

Engkaulah Sesembahan di langit dan di bumi, Ya Allah!

Engkaulah Pencipta dan Pemberi Makna, Ya Allah!

Engkaulah Yang Mahamelihat dan Mahamendengar, Ya Allah!

Engkaulah ahsanul khaliqin!

Kami bersaksi dengan penuh kesadaran bahwa Engkaulah Zat yang mutlak layak disembah!

وَاَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهُ

Dan kembali kami bersaksi, bahwasanya Nabi Muhammad SAW adalah utusanMu yang agung!

Beliau telah memenuhi hak dari tugasnya, Beliau meraih kedudukan sebagai imamnya umat manusia dan juga dengan mikraj salat, membawa mereka ke hadapan Allah. Semoga Allah SWT yang Mahasuci berkenan menganugerahi kita salat dengan kesadaran ini di duduk tahiyat.

Tahiyat berasal dari impian dan harapan akhir dari Mikraj. Tahiyat ibarat pengabadian kenaikan kedudukan hamba karena penghambaanya kepada Allah. Kalbu dengan semangat ini, dengan kepekaan dari semua indra, manusia seakan fokus padanya dengan segala atributnya. Meninggalkan jasmani, berpisah dengan badani, hingga hanya tersisa ruh dan kalbunya saja ketika menunaikan penghambaan yang layak dengan keagungan Rabbnya yang Mahabesar. Semoga Allah menganugerahi kita penunaian salat dengan hawa dan atmosfer seperti ini.