Setiap orang memiliki hubungan dengan orang lain mulai dari yang paling dekat hingga yang paling jauh. Dalam kaitan ini, ia memiliki respon sesuai dengan tawajjuh yang diberikan karena itu hubungannya beragam. Karena hubungannya beragam, respon terhadap tawajjuh ini pun juga beragam. Hubungan orang tua kepada anak-anaknya sangat kokoh, kuat dan merupakan fitrah. Jadi tawajjuh mereka sesuai dengan itu dan tingkat pengorbanan mereka untuk anak-anak mereka pun sesuai dengan itu (tinggi). Bahkan hubungan seorang anak kepada ibu dan ayahnya, bisa saja berubah. Seorang anak tidak memberikan perhatian pada pamannya seperti halnya ia memberikan perhatian kepada ayahnya. Ia tidak menunjukkan hubungan dan perhatian yang sama kepada istri pamannnya seperti halnya terhadap pamannya. Perhatian dan respon yang ditampilkan semuanya berbanding lurus.
Kita memahami bahwa saat kita bergerak dari lingkaran jauh hingga mendekati ke dalam, hubungan meningkat, begitu juga tawajjuh. Dan ini membutuhkan respon terhadap peningkatan perhatian pada tingkat itu. Dengan kata lain kita selalu diwajibkan menunjukkan perhatian dan rasa hormat kepada orang di sekitar kita. Kita pun harus membalas kembali perhatian dan rasa hormat yang diberikan kepada kita. Karena tanggapan ini mungkin didasarkan pada langkah-langkah kita, penilaian kita atas peristiwa di dunia -pada saat yang sama- itu didasarkan pada kriteria Ilahi yang berada di atas ukuran, penghargaan, dan nilai-nilai kita. Sikap saling santun yang ditampilkan di antara umat islam sesuai dengan perintah Allah, meskipun hukum yang melekat memainkan peran yang menarik di sini. Kita melakukan sikap tawajjuh sesuai dengan perintah kehendak Allah. Dalam agama Islam disebut “mencintai karena Allah” dan kita juga menghentikannya dalam batas yang ditunjukkan oleh Allah dan kita menyebutnya “membenci karena Allah”. Kita mencintai karena Allah, kita bermuamalah dan bertukar hadiah satu sama lain karena Allah, dan karena Allah juga kita memutuskan hubungan. Jadi kita harus menaggapi orang-orang sesuai dengan kedekatan mereka dengan kita, sesuai dengan tawajjuh mereka.
Sebagai seorang muslim, untuk mengevaluasi dan mengatasi ini dalam timbangan Allah akan menjadi bentuk respon paling bijaksana dan paling tepat untuk mendapatkan ridha Allah. Hadiah yang akan anda berikan satu sama lain, hubungan kedekatan yang akan anda bangun antara satu sama lain, harus menemukan nilai dalam kriteria yang ditetapkan oleh Allah dan harus disajikan dengan nilai-nilai seperti itu. Semoga Allah membawa kita ke pemahaman seperti ini. Di satu sisi, saya ingin menyampaikan dengan poin-poin ini, yang merupakan dasar dari ide tersebut. Kita pada dasarnya wajib memberikan sikap saling santun seperti itu kepada orang-orang di sekitar kita dari yang paling dekat hingga paling jauh. Anda akan menanggapi orang yang anda cintai -kalau boleh diungkapkan dengan bertukar hadiah- berilah hadiah terbesar yang membuat Allah juga senang, berilah hadiah yang dapat membuat anda dan orang yang anda cintai menjadi hubungan yang abadi serta tercatat di akhirat nanti.
Hadiah terbesar adalah perbuatan yang anda lakukan hanya karena Allah. Dan yang terpenting adalah menjelaskan Allah yang Maha Kuasa dalam konteks pemahaman, filosofi dan kriteria zaman ini. Dengan begitu anda memberikan hadiah tentang ma’rifatullah kepada orang lain.
Hadiah terbesar seorang istri kepada suaminya adalah memberikan hadiah ini kepadanya. Ini juga akan menjadi hadiah terbesar yang akan suami berikan kepada istrinya. Ini juga akan menjadi hadiah seorang anak kepada ayahnya dan juga hadiah seorang ayah kepada anaknya. Hubungan yang anda bangun dengan orang-orang di sekitar anda, bertukar pikiran dalam hal pengetahuan tentang Allah SWT, menjelaskan pemahaman tentang Allah. Ini akan memberi anda keabadian.
Nabi Muhammad Saw yang telah memahami kebijaksanaan ini dengan mendalam, ia diperintahkan: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik…” (An Nahl; 125). Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya SAW untuk mengajak orang-orang ke jalan-Nya dengan menghindari ribuan jalan yang bathil, dalam konteks pemahaman era tertentu dan tingkat ilmu. Ada yang berbondong-bondong ke dakwah ini. Tetapi ketika orang meninggalkan rumahnya, ada di antaranya yang meninggalkan ibu mereka di sana, beberapa meninggalkan suami mereka, beberapa meninggalkan anak-anak mereka, dan beberapanya meninggalkan istri mereka. Mereka meninggalkan orang-orang terdekat dengan mereka untuk mengikuti cahaya ilahi yang abadi yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.
Kita perhatikan Abu Huraira ra. orang hebat yang disebut “Bapak Kucing” oleh Rasulullah SAW atau “Kucing Kabilah Daws” oleh para sahabat. Orang yang luar biasa ini hampir mendengar setengah dari seluruh hadits-hadits Nabi SAW. Ia juga mentransfer unsur-unsur dasar agama kepada kita. Orang Shuffah miskin ini tidak memiliki pakaian untuk menutupi punggungnya, tidak meninggalkan Rasulullah bahkan untuk sesaat. Tetapi ada yang mengganjal di hatinya dan membawanya pulang dari waktu ke waktu. Dia telah menemukan cahaya yang dia cari sebagai kupu-kupu dan berputar di sekelilingnya, tetapi dia memiliki seorang ibu di rumah yang terlepas dari semua desakannya, belum menerima hakikat kebenaran dan melempar dirinya ke dalam api. Dia telah memohon, banyak menangis, agar ia menerima hadiah karunia Ilahi ini, sebagai bentuk perhatian yang paling indah, tetapi ibunya belum menerimanya. Suatu hari dia berkata; “Saya datang kepada Rasulullah, dengan mata menangis. ‘Wahai Rasulullah’ sapa saya. ‘Bisakah anda berdoa untuk ibunya Abu Hurairah agar Allah membimbingnya pada kebenaran!’ Rasulullah mengangkat tangannya dan berdoa, “Ya Allah, berikanlah hidayah kepada ibunya Abu Hurairah! Rasanya senang sekali, saya pun pulang ke rumah dengan hati yang lega. Saya berlari hingga ke depan pintu, ketika itu pintunya tertutup. Ketika saya menyentuhnya ada suara yang mengatakan: “Diam di tempat!” Ketika saya mendengarkan dengan hati-hati, saya mendengar percikan air dari belakang pintu, saya mengerti bahwa dia sedang mandi wajib. Saya masuk setelah ia mengenakan pakaiannya kemudian ia duduk tepat di hadapan saya. Kemudian ia bertanya “Katakan nak, apa yang kamu inginkan?” “Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan aku juga bersaksi Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.” Secara jujur dan spontan ia mengatakannya. Saya bangun dan pergi ke Rasulullah sambil menangis kegirangan, menyampaikan rasa terima kasih saya yang terdalam dan saya meminta permintaan; “Ya Rasulallah, Allah mengabulkan doamu, doakan supaya Allah membuatku dan ibuku dicintai orang-orang.” Kemudian Abu Hurairah mengatakan; “Setelah ini, siapapun yang mendengar namaku, maka ia akan memberikan kasih sayang kepadaku.” Oleh karena itu barang siapa yang tidak memiliki perasaan kasih sayang kepada Abu Hurairah, berarti ia memiliki hubungan yang lemah dengan Rasulullah.
Ketika Mekkah ditaklukkan – seperti yang telah saya sampaikan sebelumnya – semua es mencair, gunung-gunung yang akan menambahkan tanah ke tanah melebur menjadi tanah, dan dunia berubah ke dunia yang lain. Mereka yang kejam lagi liar, ladang-ladang berduri itu berubah menjadi padang rumput, burung bulbul mulai bernyanyi. Kemudian, seperti dijelaskan Al-Qur’an: “Dan engkau akan melihat manusia berbondong-bondong masuk agama Allah.” (Qs: An Nasr:2). Dan Islam mulai berkembang dan mendapatkan kekuatan secara besar-besaran.
Saat itu ada yang menutup mata, telinga, dan hati mereka menuju cahaya Islam dan Al Quran. Beberapa dari mereka melarikan diri dan mencari perlindungan di Ka’bah. Beberapa seperti Wahsyi pergi dan kemudian datang dan meminta perlindungan (masuk islam). Itu akan menjadi penghinaan bagi sahabat besar seperti Ikrimah -putra kafir besar Abu Jahl- untuk mengatakan namanya sebegai referensi kepada ayahnya setelah ia menjadi seorang muslim. Sampai penaklukan Mekkah, dia adalah musuh utama Rasulullah SAW dan memiliki keinginan untuk membunuhnya. Dia lari dari Mekah setelah penaklukan Mekah. Tetapi istrinya, Ummu Hakim, wanita pintar, memintakan permohonan maaf kepada Rasulullah SAW, yang merupakan pusat pengampunan. Dia berucap: “Tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya”
Ketika dia melihat bahwa Rasulullah menerima permintaannya, dia merasa sangat lega dan bertanya-tanya apakah beliau akan memaafkan Ikrimah juga. Dia bertanya: “Wahai Rasulullah, Ikrimah telah melarikan diri. Apakah anda akan menerimanya juga jika dia kembali?” Rasulullah tidak menolak siapapun yang datang ke pintunya, Rasulullah juga akan menerima Ikrimah. Mereka memberikan isyarat mempersilakan. Ummu Hakim sudah memutuskanuntuk pergi hingga ke Yaman. Dia menyebrangi gurun besar itu, berpergian bersama orang-orang yang berbahaya. Kesejahteraan dan kesuciannya juga berkali lipat dalam keadaan bahaya. Namun, dia akan memberikan hadiah kepada suaminya, hadiah kebahagian abadi, karunia Ilahi, Makrifah Ilahi. Dia akan membuatnya mendengar apa yang telah ia dengar, memberinya ilmu apa yang telah ia dapat. Tanpa memberikan ini, hatinya tidak akan merasa tenang. Karena itu dia menanggung banyak penderitaan dan menyampaikan permintaan dari Rasulullah. Sampailah ia ke hadapan suaminya. Ketika suaminya memutuskan untuk naik perahu dan melarikan diri ke tempat yang lain, Ikrimah berkata: “Apakah dia benar-benar menerimaku?” Istrinya menjawab: “Ya, dia menerima. Dia memaafkanmu dan dia sedang menunggumu (masuk Islam).” Dia mengikuti jalan panjang itu dengan suaminya dalam sukacita besar. Ikrimah, komandan agung yang datang ke hadapan Rasulullah, tidak bisa melihat wajah Rasulullah. Bahkan pada hari penaklukan, dia menggunakan pedangnya, dan bahkan pada hari penaklukan, dia telah membantai beberapa sahabat. Tetapi dia ada di hadapan orang yang pemaaf, di hadapan Allah yang berbelas kasih. Dia ada di hadapan Rasulullah. Meskipun dia tidak bisa melihat wajahnya, dia ditutupi dengan rahmat di sekitarnya. Rasulullah memandangnya dari kepala ke kaki. Seolah-olah dia sedang membersihkan dan menghilangkan semua hal yang disebabkan oleh hal yang nista. Ikrimah, yang kemudian mengangkat kepalanya bertanya: “Wahai Rasulullah, wanita ini telah mengatakan sesuatu. Apakah itu benar bahwa Anda memaafkan saya?” “Ya, saya memaafkanmu.” “Baik, terus apa yang anda inginkan dariku?” “Aku menginginkan apa yang Allah inginkan darimu.” Kemudian Ikrimah: “Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah hamba dan Utusan-Nya.” Ikrimah mengatakan itu dengan sepenuh hati. Sekarang Ikrimah adalah Ikrimah yang lain. “Tolong biarkan aku menghabiskan hartaku dan semua yang kumiliki di jalan dakwahmu, wahai Rasulullah!” katanya. Dia meminta Rasulullah untuk berdoa kepada Allah agar dia menjadi syahid sebagai penebusan atas semua perbuatan jahatnya. Ketika Rasulullah wafat, ia berlari kesana kemari mencari mati syahid. Dalam pertempuran Yamamah, dia bertarung dengan sengit. Banyak sahabat dicincang seperti daging di atas telenan kayu, tetapi Ikrimah kesal dalam perjalanan kembali ke Madinah karena dia tidak menemukan kesyahidan yang dia cari. Setelah wafatnya Rasulullah, betapa banyak tempat yang ia pergi, betapa banyak ia bertempur, tetapi apa yang ia cari tidaklah ia dapatkan. Ketika pertempuran Yarmuk pecah, dia berdiri kokoh tanpa mundur selangkah pun di bawah bendera Rasulullah SAW. Para sahabat menggambarkan adegan itu kepada kami. Pada saat-saat nafas terakhirnya dia berteriak memanggil: “Wahai yang menjabat tangan Rasulullah di Hudaybiyyah, yang berperang Badar di barisan depan, yang bersama dengannya di perang Uhud, kemarilah kalian di bawah bendera Rasulullah, biarlah kita mati tercincang tetapi jangan sampai bendera ini terjatuh ke tanah.” Ya, dia tercincang. Bendera itu jatuh tetapi jatuh ke atas jenazah Ikrimah. Ia bagaikan dalam bentuk daging cincang di atas telenan kayu. Tetapi itu adalah tumpukan daging yang pada waktu itu, mungkin dia terbang ke hadapan Rasulullah dengan sayap hijau. Dia begitu keras kepala sampai pada saat penaklukan Mekah tetapi cahaya telah melelehkan semua yang ada di dalam dirinya dan dia menjadi pengembara ke arah cahaya.
Bayangkan betapa kita sangat membutuhkan pelajaran Al Quran yang sangat bijak, di abad ke 20, ketika gunung-gunung muncul kembali dan lautan menjadi dingin. Dengan hatimu, putar tanganmu menghadap Allah dan memungkinkan dirimu dan kami menyatakan bahwa kita mencari perlindungan kepada-Nya. Semoga Allah melelehkan es kita dan memberi kita antusiasme yang sama. Di bawah nama Rasulullah yang mulia, marilah kita mati di bawah bendera yang berkibar untuk Allah SWT, jangan sampai bendera itu terjatuh. Mari kita kibarkan bendera itu di cakrawala kita. Mari kita berusaha mati dengan mulia. Semoga Allah membantu kita.