Muslim man praying in the mosque

MANUSIA AKAN MENEMUKAN KETENANGAN DENGAN IBADAH

Manusia butuh kepada pelaksanaan ibadah. Ketika manusia sakit maka ia akan pergi ke dokter. Kemudian setelah sang dokter mendeteksi penyakitnya barulah di berikan beberapa obat untuk menyembuhkan penyakit tersebut. Setelah itu ia memaksa agar orang yang sakit tersebut menggunakan obat yang telah di berikan. Sama seperti ini, ibadah merupakan sebuah resep tertulis dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala untuk menyembuhkan penyakit dan luka yang terdapat dalam maknawi diri. Ketentraman dan kebahagiaan anak adam hanya mungkin ada jika ibadah dilaksanakan sebagaimana mestinya. Seseorang yang hatinya bersemangat dengan hamba serta kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, maka ruhnya akan mencapai pada sebuah kepuasan. Rida-Nya Allah Subhanahu Wa Ta’ala pada seorang hamba yang performanya semakin meningkat, ia akan hidup dengan kebahagiaan yang mendalam dan kesenangan yang tak ter definisikan di dalam kehidupan dunianya. Dari kelezatan maknawi yang diambil oleh orang yang seperti ini, dalam kehidupannya sehari-hari bagaimanapun kesulitan yang menghadangnya ia sanggup menghadapinya dengan tegar.

Karena ia telah bersandar dan percaya kepada Sang Pencipta Yang Satu Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang menciptakan segala sesuatu dan kejadian. Sebagai seorang hamba bagi kita nikmat yang besar adalah usaha kita dalam melaksanakan tugas penghambaan kita kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Usaha yang seperti ini, akan menghasilkan ketentraman baik pada dirinya sendiri dan juga pada lingkungan.

Ustadz Bediuzzaman Said Nursi mengatakan, Manusia atau Insan secara jasmani kecil, lemah dan tidak berdaya namun memiliki ruh yang tinggi. Memiliki bakat yang besar. Memiliki kecondongan yang tidak bisa di batasi. Pemilik tujuan dan kebutuhan yang abadi. Memiliki pemikiran yang tidak bisa dihitung. Mempunyai syahwat dan kemarahan yang tidak menerima batasan, dan begitu hebat penciptaannya, seolah-olah diciptakan sebagai ringkasan bagi seluruh jenis dan seluruh alam.

Bagitulah ibadah memberikan kelapangan bagi ruh manusia. Mengembangkan bakat. Memisahkan dari Kecenderungan dan keinginan yang buruk lalu menjadikannya kepada sesuatu yang sangat bersih. Mewujudkan tujuan dan keinginan. Memperluas pemikiran dan menertibkannya. Perasaan syahwat dan kemarahannya di berikan batasan lalu menjaga dari keburukan dan kelewatan batas. Naik menuju puncak kedewasaan dan insan kamil. Ibadah merupakan hubungan yang memiliki keterikatan indah, antara seorang hamba dengan Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

mengembangkandiri.com decorative-moon-and-stars-on-color-background-spa-2021-09-02-15-10-21-utc

Telah Tiba! Hari yang Lebih Baik dari Seribu Hari!

“Hari yang lebih baik dari seribu hari telah tiba!” 

Menyebutnya sebagai ‘hari yang lebih baik dari seribu hari’ saja rasanya kurang. Karena saat kita memasuki musim tersebut, di dalamnya terdapat malam dan hari-hari yang nilainya setara dengan seribu, sepuluh ribu, bahkan sepuluh ribu hari.

Hari-hari tersebut adalah hari-hari di tiga bulan suci dan kita telah dekat dengannya. Di tahun 2022 ini, hari pertama di bulan Rajab jatuh pada hari Kamis, tanggal 3 Februari 2022.

Semoga Allah SWT menganugerahi kita kemampuan untuk menyucikan, memuliakan, dan memenuhi hak-hak bulan suci tersebut, khususnya hak dari bulan Ramadhan.

Lalu mengapa tulisan ini diterbitkan hari ini?

Kami menginginkan agar hari-hari dan malam-malam yang keutamaannya setara dengan seluruh umur kita ini tidak tenggelam oleh hiruk pikuk kesibukan agenda-agenda harian.

Mari kita menyambut datangnya tiga bulan suci ini layaknya kita menyambut hari raya!

Mari kita menghidupkannya seakan ia adalah rahasia untuk meraih kemenangan!

Mari kita menganggap tiga bulan suci ini seakan ia adalah tiga bulan suci kita yang terakhir!

Sebagaimana yang Anda ketahui, kita sangat membutuhkan hadiah dan anugerah-anugerah kejutan dari Allah SWT. Kita menantikan kejutan tersebut dengan penuh hasrat dan gairah. Kita juga menginginkan pertolongan dan perlindungan yang luar biasa dariNya.

Demikianlah, tetapi segala sesuatu ada harganya. Hadiah dan anugerah istimewa dari Sang Rabb menginginkan ibadah dan usaha keras dari si hamba.

Dan kesempatan tersebut datang tepat di hadapan kita.

Bukankah kita seharusnya mengarungi bulan-bulan yang seperti samudera kesempatan ini tidak dengan kelalaian, melainkan dengan penuh persiapan, terencana, dan terprogram?

Jangankan kita kaum muslim akhir zaman yang penuh dengan kesalahan, sultannya umat manusia SAW saja menunggu datangnya bulan-bulan suci ini dengan penuh harapan. Agar bisa menemui tiga bulan suci ini, beliau berdoa:

“Ya Allah berkahilah kami dengan bulan Rajab dan Sya’ban, serta sampaikanlah kami ke bulan Ramadhan! (Musnad 1:259)

Karena sampai ke tiga bulan suci ini dengan menghidupkannya, sampai ke bulan ramadhan dan memuliakannya dengan ibadah, merupakan anugerah luar biasa baik bagi Baginda Nabi maupun bagi umatnya.

Tantangan tokoh-tokoh besar juga besar. Baginda Nabi di setiap waktunya senantiasa memikirkan kebahagiaan dunia dan akhirat umatnya yang akan datang. Beliau juga memikirkan masalah-masalah yang menimpa seluruh umat manusia. Beliau berusaha keras dan berdoa demi turunnya hidayah bagi mereka.

Jembatan Kesempatan

Demikianlah Baginda Nabi SAW, sosok yang memiliki kredit agung serta wibawa mulia di sisi Allah SWT telah menganggap tiga bulan suci serta bulan Ramadhan ini sebagai kesempatan di atas kesempatan. Beliau memusatkan konsentrasinya untuk beribadah dan berdoa di bulan ini.

Para sahabat dan kekasih-kekasih Allah yang meneladaninya juga melakukan hal serupa. Salah satunya adalah Bediuzzaman Said Nursi. Dalam suratnya kepada murid-muridnya, walaupun hidup di bawah siksaan berat ketika tinggal di Penjara Afyon selama 20 bulan, beliau memberikan kabar gembira yang dibawa oleh tiga bulan suci ini:

Lima hari lagi bulan-bulan yang penuh pahala ibadah dan penuh keberkahan yaitu  tiga bulan suci akan tiba. Jika ganjaran setiap kebaikan di luar waktu tesebut hanya bernilai sepuluh, di bulan Rajab nilainya mulai dari  seratus, di bulan Syaban nilainya mulai dari tiga ratus, sedangkan di bulan Ramadhan yang penuh  berkah nilainya mulai dari seribu. Ganjaran di malam-malam jumatnya dimulai dari seribu, sedangkan di malam lailatul qadar bisa mencapai 30.000 kali lipat.

Pasar suci dimana terjadi perdagangan ukhrawi yang memberikan keuntungan berupa banyak faedah-faedah ukhrawi;  serta masyhar atau perkumpulan sempurna bagi ahli hakikat dan ahli ibadah; melewati waktu di madrasah Yusufiyah yang mana satu kebaikan diberi 10 ganjaran ditambah adanya garansi kepada ahli iman berupa ganjaran sepanjang umur sebanyak 80 tahun untuk ibadah  yang dilakukan di dalam tiga bulan ini; tentu saja hal tersebut adalah keuntungan yang amat besar. Seberapa pun besar kesusahan di dalamnya, ia tetaplah bulan rahmat (Sinar ke-14).

Ya Allah! Dapatkah Anda cermati sudut pandang tersebut! Walaupun kondisi beliau sangat kurus, sangat tua, dan sangat sensitif, beliau bertahan dengan ibadah dan doa dalam menghadapi cuaca dingin dan penyakit bertubi-tubi. Tak cukup dengannya, beliau juga diracun. Pahlawan ibadah yang bersabar ini telah menganggap segala macam kesusahan sebagai rahmat, tidak mengeluh, dan tidak mencari-cari alasan. Malahan menyambutnya seakan yang akan datang adalah hari raya!

Karena tiga bulan suci merupakan rantai yang merangkai kesempatan-kesempatan besar seperti itu, ketika ia dihidupkan di bawah kondisi penjara yang amat berat, maka ganjaran dan pahala yang dianugerahkan Allah SWT sepuluh kali lipat lebih banyak.

Dari kabar gembira yang diberikan oleh Ustaz tersebut dapat kita pahami bahwasanya tiga bulan suci, khususnya bulan Ramadhan, setiap hari-harinya, apalagi malam Ragaib, malam Mikraj, malam Nisfu Syaban, dan malam Lailatul Qadar merupakan jembatan kesempatan yang memfasilitasi diraihnya ribuan, sepuluh ribu, dua puluh ribu, bahkan tiga puluh ribu  ganjaran.

Angka-angka ini bukanlah kinayah, melainkan hakikat. Pahala-pahala melimpah dan ganjaran-ganjaran berkali lipat di bulan-bulan suci ini seperti buah jagung yang penuh berkah dimana ia menghasilkan banyak biji atau mengingatkan kita pada promosi toko dimana mereka memberi hadiah tambahan bagi konsumen yang membeli salah satu produk yang dijualnya.

Kita yang memberikan perhatian berlebih kepada promosi-promosi sementara yang ada di dunia, bukankah kita seharusnya memberikan perhatian lebih lagi pada hari-hari dan malam-malam penuh berkah yang menjadi sarana bagi diraihnya rida Ilahi serta dihadiahkannya istana-istana surga yang abadi.

Malam Jumat Pertama di Bulan Rajab

Mari kita mulai menghidupkan tiga bulan suci ini dengan malam jumat pertama di bulan rajab. Setiap ibadah yang dilakukan di malam ini akan ditulis dengan ganjaran pahala lebih banyak seratus kali lipat.

Dalam istilah arab, istilah ini dimaknai sebagai malam yang sangat diinginkan, diharapkan, nilainya agung, anugerahnya melimpah.

Malam ini kemuliaannya ibarat kemuliaan malam saat ditanamkannya benih janin dari Nabi Muhammad di rahim ibundanya yang mana ia menjadi sebab bagi datangnya Rasulullah ke alam dunia ini.

Perhatikanlah!

Doa-doa di malam ini akan dikabulkan. Dalam sabda nabi yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar ra dan Abu Umamah ra, beliau menyebutkan terdapat lima malam dimana doa-doa tidak ditolak:

Ada lima malam dimana doa-doa yang dipanjatkan di malam tersebut tidak ditolak. Doa-doa tersebut akan dikabulkan: malam pertama di bulan Rajab, malam ke-15 di bulan Sya’ban, malam jumat, malam Idul Fitri, serta malam Idul Adha. (Lihat Jalaluddin as Suyuti, Jami’us Saghir, 3/454)

Mari kita manfaatkan kesempatan ini. Mari isi agenda kita dengan program-program untuk mengisi hari-hari dan malam-malam istimewa di dalam tiga bulan suci ini. Mari kita informasikan kesempatan ini kepada keluarga dan lingkungan kita dengan memanfaatkan segala macam sarana dan media sosial. Mari kita motivasi mereka untuk bersemangat dalam meraih keistimewaan-keistimewaan di dalamnya.

Bagaimana Menghidupkan Malam Jumat Pertama di bulan Rajab

Kita sebisa mungkin menghidupkan malam penuh berkah ini dengan doa dan ibadah hingga pagi tiba. Sayangnya di tengah-tengah usaha untuk menghidupkan malam mulia ini, setan dan nafsu akan mendorong mata kita untuk lekas mengantuk. Untuk itu, yang terbaik adalah menghidupkan malam ini di dalam majelis zikir ataupun dalam program yang dikelola bersama oleh masjid. Jika tidak memungkinkan, bisa juga dengan berkumpul di salah satu rumah anggota keluarga ataupun anggota masyarakat yang dirasa memungkinkan. Jika memungkinkan, kita usahakan programnya berlanjut hingga waktu sahur tiba. Dengan teh dan kopi kita coba usir rasa kantuk. Bisa juga menggunakan air dingin ketika memperbaharui wudu kita sehingga diri ini tetap terjaga.

Kita harus merencanakan program untuk menghidupkannya sedari sekarang. Pertama-tama, kita harus menjelaskan urgensi acara ini kepada mereka yang akan hadir. Kita juga harus mengumumkan rangkaian kegiatan apa saja yang akan dijalankan di dalam program. Bahkan kita juga harus memotivasi dan mengingatkan teman-teman yang bertugas memberi pengumuman kepada rekan-rekan lainnya. Kita jangan sampai menyia-nyiakan malam mulia ini dengan kesibukan jalan-jalan, bertamu, dan mengobrol kesana-kemari. Waktu mulia ini hanya akan kita isi dengan taubat, istigfar, salawat, salat, membaca al Quran, doa, zikir, dan wirid.

Ketika menghidupkan malam mulia ini, tidak cukup dengan orang tua, anak-anak dan remaja juga harus dilibatkan. Isi program tidak hanya diperhatikan dari susunan ibadah dan doa-doa yang akan dipanjatkan saja, melainkan jamuan-jamuannya juga perlu dibuat lebih istimewa. Jamuan-jamuannya juga perlu dibuat lebih menarik hati para pesertanya. Untuk menyiapkan hal tersebut, di siang ataupun sore harinya kita perlu berbelanja segala macam persiapannya. Malam penuh berkah ini harus kita sambut layaknya malam hari raya.

Ya, kita harus menangis dan merintih karena kita adalah pendosa, karena ada banyak saudara-saudara kita yang merintih karena ditindas. Akan tetapi, kalbu kita harus penuh dengan kebahagiaan, karena setiap doa akan dikabulkan, setiap taubat akan diterima di malam ini, insya Allah.

Mungkin beberapa orang tidak bisa menghidupkan malam ini semalam suntuk karena ada aktivitas kerja dan sekolah di keesokan hari. Jika memungkinkan, ia bisa mengambil izin atau cuti. Jika tidak, mungkin ia perlu berusaha menyedikitkan tidurnya di malam itu.

Bukankah kita pun terkadang begadang untuk memenuhi kebutuhan duniawi kita?

Apakah kita sebelumnya belum pernah begadang menjaga rekan atau anggota keluarga kita yang sedang sakit?

Apakah sebelumnya kita belum pernah begadang menantikan pesawat pertama lepas landas di bandara?

Apakah kita sebelumnya belum pernah begadang untuk menonton kesebelasan kesayangan kita bertanding di liga champion?

Apakah sebelumnya kita belum pernah begadang karena mengobrol dengan sahabat kita semalam suntuk?

Malam-malam ini adalah malam dimana kesempatan emas bertabur berlian dihamparkan layaknya ganimah. Ia adalah baskom untuk menyucikan diri sekaligus roket pendorong untuk mencapai derajat yang lebih agung.

Mereka yang terlibat dalam acara menghidupkan malam ini harus kita motivasi untuk berpuasa di keesokan harinya, termasuk di dalamnya remaja dan anak-anak. Untuk itu, kita juga harus menyiapkan hidangan sahur dengan menu makanan yang dapat memikat hati mereka.

Ibadah apa saja yang bisa dikerjakan? 

Di malam mulia ini terdapat lima ibadah penting yang dapat dikerjakan:

  1. Taubat dan beristigfar, taubat dan istigfar yang dipanjatkan di malam ini insya Allah akan diterima
  2. Membaca al Quran, khususnya surat-surat istimewa seperti Yasin, al Fath, ar Rahman, al Mulk, dan an Naba
  3. Menunaikan salat sunah, khususnya awwanin, tahajud, taubat, tasbih, dan hajat
  4. Salawat, kita harus banyak mengirimkan salawat kepada Baginda Nabi di malam yang mulia ini.
  5. Berdoa, kita harus memanjatkan doa kepada Sang Rabbi misalnya dengan doa-doa yang terdapat di al Quran dan hadis, jausyan, tauhidname, serta doa-doa yang pernah dibaca oleh sosok-sosok dan wali-wali agung. Terlebih lagi kita harus mendoakan saudara-saudara kita yang sedang terpojok dan dizalimi sehingga mereka dapat selamat dari kesulitan itu.

Kapan kita bisa berpuasa? 

Berpuasa di hari yang berhubungan dengan malam jumat pertama di bulan rajab sangatlah berfadilah. Puasa dijalankan tidak di hari sebelum malam, melainkan di hari setelah malam. Ini karena kalender ibadah dalam satu hari dimulai dengan azan magrib hingga masuk waktu azan magrib berikutnya. Sebagaimana di waktu Ramadhan, kita memulai ibadahnya dengan salat tarawih, baru berpuasa di keesokan harinya. Akan tetapi, karena hari sebelumnya adalah kamis, maka berpuasa di dalamnya juga merupakan perbuatan sunah.

Boleh juga berpuasa hanya di hari jumatnya. Karena kita melakukannya bukan karena sengaja, melainkan karena kebetulan waktu mulia tersebut jatuh di hari jumat yang sebenarnya makruh tetapi dekat dengan halal. Karena waktu mulia ini akan selalu jatuh di hari jumat, maka tidak ada pilihan lainnya. Untuk itu, bagi mereka yang tidak bisa berpuasa di hari kamis, maka berpuasa di hari jumat tidaklah makruh. Bagi mereka yang menghendaki, sebagaimana bisa berpuasa di hari kamis, jumat, dan sabtu, ia juga bisa berpuasa di hari jumat dan sabtunya.

Demikianlah kawan! Mari segera undang kawan-kawan kita untuk memuliakannya.

Sebagaimana yang Anda ketahui, penginspirasi juga akan meraih pahala dari amal yang dilakukan oleh orang yang terinspirasi darinya. Siapa yang tahu barangkali lewat pengumuman yang Anda lakukan akan menjadi sebab bagi diraihnya pahala di seantero dunia.

Diterjehkan dari artikel berjudul: Biri bine bedel günler Geliyor!|Penulis: Cemil TokpInar.| www.tr724.com

jaka-skrlep-I9NImPIQgso-unsplash

Sarana Mendekatkan Diri Kepada Allah SWT dan Umat Manusia: Kurban

Sarana Mendekatkan Diri Kepada Allah SWT dan Umat Manusia: Kurban[1]

Pertanyaan: Jiwa-jiwa berdedikasi melalui sarana mendekatkan diri kepada Allah SWT, yaitu kurban, telah membangun jembatan simpati, baik di dalam negeri, mulai dari bagian timur hingga barat Turki, maupun ke berbagai wilayah di luar negeri, khususnya negeri-negeri yang amat miskin di belahan benua Afrika. Apa saja ide serta nasihat Anda agar aktivitas penyelenggaraan ibadah kurban yang demikian dapat dikelola lebih baik lagi?

Jawaban: Awalnya segala sesuatu bermula dari hal kecil. Selang beberapa waktu kemudian, tumbuh rasa kepemilikan pada generasi berikutnya. Mereka memberikan pundaknya untuk dipikuli sebagian beban, mengembangkan sistem dan metode baru, serta menghasilkan beragam alternatif lainnya. Demikian juga dengan ibadah kurban. Pada satu periode waktu di negara kita ia hanya dilakukan untuk menunaikan kewajiban[2] individu dimana daging dari hewan kurban yang dipotong hanya dibagikan kepada tetangga kanan-kiri saja. Seiring berjalannya waktu, tidak hanya di dalam negeri, kurban telah menjadi sarana penting untuk mendekatkan hati antar manusia di berbagai penjuru dunia.

Kurban dan Tabiat Itsar[3]

Allah SWT tepat di awal surat kedua berfirman: “…dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka.” (QS Al Baqarah 2:3) mengisyaratkan bahwasanya pemilik hakiki dari segala harta benda adalah Dirinya, sedangkan kita manusia hanyalah pengemban amanah yang dititipi olehNya. Yakni, apa yang kita berikan pada dasarnya merupakan nikmat-nikmat yang dianugerahkan Allah SWT kepada kita. Saat berfirman “Kamilah yang memberi rezeki” Dia mengingatkan kita untuk tidak perlu khawatir kehabisan rezeki. Topik ini dibahas lebih eksplisit pada ayat lainnya:”Sungguh Allah, dialah Pemberi rezeki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh” (QS adz Dzariyat 51: 58).

            Sebenarnya bagi seorang manusia, baik itu zakat, sedekah, ataupun ibadah kurban, terkait bahasan memberikan harta yang dimiliki kepada orang lain, ibadah tadi hanyalah sisi minimum dalam menunaikannya. Maksudnya adalah Dia seolah mengatakan “Jika hal tadi pun kalian tidak menunaikannya, kalau begitu carilah sendiri tempat untuk kalian tinggali!.” Sisi maksimum dari bahasan tersebut ditunjukkan oleh ayat lainnya:”Dan mereka tidak menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (Muhajirin) atas dirinya sendiri, meskipun mereka juga memerlukan (QS al Hasyr 59:9).” Seseorang yang bergerak dengan semangat ini, waktunya, kelapangan kesempatannya, ilmunya, pengetahuannya, kekayaannya, pikirannya, pendeknya, segala sesuatu yang dianugerahkan Allah SWT kepada dirinya dipersembahkan untuk turut dinikmati oleh seluruh umat manusia hingga tetes terakhir. Istilah populernya, membagikan segala apa yang ada di tangannya kepada orang lain.

            Demikian juga di musim kurban, kaum muslimin setidaknya melalui ibadah kurban akan menampilkan jiwa kedermawanannya, menakhlukkan kalbu-kalbu, dan membuat mereka yang tak pernah menikmati daging akan merasakannya melalui daging hewan-hewan kurban yang dipotong di hari itu. Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadis bahwa Allah SWT akan menjadikan hewan-hewan kurban yang disembelih tersebut sebagai hewan tunggangan di hari dimana mereka akan sangat membutuhkannya.[4] Mereka yang berkurban di hari akhir kelak akan berkata:”Hewan manakah yang akan kutunggangi?” dimana ujaran ini menggambarkan ketakjuban mereka pada besarnya ganjaran dari penunaian ibadah kurban tersebut.

            Rasulullah SAW pernah bersabda:”Barangsiapa mampu tetapi tidak menyembelih hewan kurban hendaknya ia tidak mendekati tempat salat kami.”[5] Lewat sabdanya ini beliau berharap agar semua yang memiliki kelapangan untuk memotong hewan kurban. Oleh karena dalam teks hadis tersebut perintah berkurban diikuti oleh ancaman yang amat berat, maka para fukaha Hanabilah mengatakan bahwa lafal hadis menjadi dalil bahwa setidaknya berkurban adalah wajib[6]. Sebagaimana pada zakat terdapat nisab dimana bagi mereka yang memiliki harta telah sampai nisab maka hukumnya membayar zakat bagi mereka adalah fardhu ‘ain, demikian juga bagi mereka yang memiliki kelapangan juga wajib memotong hewan kurban. Oleh karena kurban adalah ibadah yang hukumnya wajib, maka mereka yang memiliki kelapangan juga wajib memotong hewan kurban. Tidak ada orang yang mau masuk ke dalam golongan orang-orang yang dilarang mendekati tempat salat sebagaimana terucap dalam ancaman Baginda Nabi. Kalimat “yang memiliki kelapangan” juga berarti dalam masyarakat juga terdapat orang-orang yang tidak memiliki kelapangan. Dalam keadaan tersebut, mereka yang memiliki kelapangan tidak boleh melupakan hak para fakir miskin yang terdapat di dalam nikmat-nikmat yang dianugerahkan Allah SWT kepada dirinya. Dengan demikian, mereka yang memiliki kelapangan harus mengayomi mereka yang tidak memiliki kelapangan. Orang-orang yang berkurban, dari hewan kurban yang dipotongnya dapat membuat orang-orang yang level ekonominya lebih bawah bisa merasakan kenikmatan daging.

            Pembahasan dalam ayat lainnya: “Kamu tidak akan memperoleh kebajikan sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apapun yang kamu infakkan, tentang hal itu sungguh Allah Maha Mengetahui.”[7]memberi kita motivasi untuk berinfak. Jika demikian maka manusia harus memilih hewan paling baik karena nantinya ia akan menjadi tunggangannya di akhirat kelak. Hewan yang bisa digunakan untuk ibadah kurban sendiri sebenarnya memiliki kriteria tertentu seperti tidak boleh buta, cacat, tuli, dan syarat lainnya. Segala sesuatu yang dikerjakan di dunia akan kembali kepada kita manfaatnya sesuai dengan dimensi yang akan diwujudkan oleh alam berikutnya.  Oleh karena kita tidak mengetahui alam akhirat serta oleh sebab tidak mungkin bagi kita meletakkan segala sesuatu di alam akhirat ke dalam suatu pola, kita pun tidak bisa mengetahui seperti apa ganjaran yang akan kita dapatkan. Barangkali ia akan tersimulasi di hadapan kita dalam bentuk sebuah pesawat, kapal, sampan, ataupun kuda yang perkasa. Jika kita melihat pembahasannya dari sudut luasnya rahmat Ilahi serta kebenaran dari semua janji-janjiNya, maka dapat kita katakan bahwa segala hal tersebut secara mutlak akan kembali kepada kita.

            Berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Ummul Mukminin Aisyah ra, Rasulullah SAW membagikan 2/3 daging dari hewan kurban yang disembelihnya. Agar kebutuhan keluarganya juga terpenuhi, beliau menyisakan 1/3 bagian daging kurban untuk dikirim kepada keluarganya. Demikianlah takaran bagi seseorang yang ingin memanfaatkan daging kurban yang dipotongnya sesuai tuntunan sunah. Akan tetapi, jika dalam satu kepala keluarga dipotong hewan kurban sebanyak jumlah anggota keluarganya maka pembagiannya bisa berbeda. Misalnya salah satu hewan kurban, atau separuhnya, atau sepertiganya dapat dikirimkan ke rumah pengkurban, sedangkan sisanya bisa didistribusikan ke orang lain. Orang yang melakukan pembagian seperti ini di satu sisi tidak meninggalkan anggota keluarganya dalam keadaan melarat, membuat mereka mencicipi daging kurban, serta melunasi hak/hutang mata, di sisi lain lewat kurban kita mengulurkan tangan kepada mereka yang papa, sekaligus membangun jembatan kasih dan sayang antar anggota masyarakat.

Mendarah Dagingnya Tabiat Kepahlawanan

            Sebagaimana dijelaskan di awal, pada satu periode di negeri kita[8] semua orang memotong kurban, sebagian daging dikirim ke rumahnya sedangkan sisanya dibagi-bagikan ke tetangga. Akan tetapi, datang suatu hari dimana ibadah kurban tidak hanya dilakukan untuk desa dan kampung kita saja. Ia telah menjadi sarana untuk menjangkau saudara-saudara kita yang membutuhkan di wilayah yang lebih luas. Mereka yang memiliki kelapangan menanggung amanah tersebut. Setelah itu, satu teman tidak hanya mencukupkan dirinya untuk mengeluarkan satu hewan kurban, melainkan dua, tiga, sepuluh, dua puluh, bahkan tiga puluh ekor hewan kurban. Hal tersebut di waktu yang sama merupakan ekspresi bagi berkembangnya tabiat kepahlawanan dan mendarah dagingnya jiwa kedermawanan. Di sisi lain, diumumkannya jumlah hewan kurban dari masing-masing individu membawakan pengaruh berupa tambahan motivasi bagi jiwa-jiwa manusia yang mendengarnya. Dengan demikian, kurban yang diberikan dari negeri kita telah mengayomi kaum fakir miskin di seluruh penjuru dunia. Mereka yang menyaksikan semangat itu kali ini akan berujar:”Ayolah, dengan izin dan inayat Allah SWT mari kita usahakan kegiatan ini untuk jangkauan yang lebih luas lagi!”.  Dan pelayanan kurban yang dimulai dengan benih kecil kini telah membentuk lingkaran raksasa. Jiwa-jiwa yang rela berkorban ini tidak menyisakan satu pun negeri dengan kemiskinan serius tidak dijangkau di mana sebagian besarnya terdapat di  negeri-negeri di Benua Afrika. Demikian seriusnya kemiskinan di sana, masyarakatnya barangkali juga tidak bisa menemukan daging untuk dimakan walau hanya setahun sekali. Begitulah rekan-rekan berjiwa itsar mulai menegakkan komitmennya dan menjangkau negeri-negeri tersebut dengan ibadah kurban mereka.

            Tentu saja tidak hanya Afrika, rekan-rekan kita yang rela berkorban juga memotong hewan kurban serta membagikan dagingnya kepada masyarakat dimanapun mereka berada. Pengabdian kemanusiaan yang demikian terlihat menarik bagi masyarakat setempat yang memiliki latar belakang budaya dan pemikiran berbeda. Daging kurban yang Anda hantarkan baik yang sudah dimasak ataupun masih segar merupakan panorama indah yang baru pertama kali mereka saksikan.  Tidak ada budaya demikian dalam kultur mereka. Ya, di daerah dimana jamuan berupa segelas teh tidak akan disuguhkan tanpa adanya barang jaminan dominan, apa yang rekan kalian lakukan adalah suara dan nafas baru bagi mereka. Lewat sarana tersebut, masyarakat itu menyadari nilai-nilai indah yang terdapat pada diri kalian, menyadari kedermawanan Islam, kemurahan hati saudara-saudara muslim, semangat itsar, serta menyaksikan peristiwa memberi makan orang lain walaupun dirinya sendiri belum makan. Pada akhirnya, mereka pun mulai mencintai dan memiliki ikatan hati kepada pondasi yang menjadi dasar gerak dan semangat kalian. Menurut pendapat saya, di dunia yang tengah mengalami globalisasi dewasa ini, kegiatan-kegiatan semacam ini adalah sarana penting bagi terbangunnya jembatan cinta dan dialog antara kultur yang berbeda. Kegiatan yang diselenggarakan di jalan tersebut telah meraih posisi tertentu. Oleh karena mencukupkan diri dengan apa yang sudah dikerjakan merupakan bagian dari kemalasan[9], maka kita harus bergerak sambil selalu menaikkan target di setiap program yang diselenggarakan di masa mendatang.

            Penjelasan lain dari point tersebut adalah: Setiap tahun, Anda harus membuat program tersebut selalu menarik dengan jalan memainkan format acara serta menambahkan warna dan pola baru di dalamnya. Misalnya, selain membagikan daging, Anda juga bisa membuka posko pengumpulan pakaian layak pakai dimana orang-orang dapat menyumbangkan pakaian ataupun barang layak pakai yang sudah tidak digunakan lagi. Selain paket kurban yang sudah disiapkan, barang-barang tersebut setelah disortir dapat juga Anda bagikan kepada kaum fakir dan miskin penerima paket kurban. Karena di tempat Anda pergi berkurban, masyarakatnya tidak memiliki pakaian yang layak untuk dikenakan. Anda dapat menyaksikan di satu sisi terdapat gedung-gedung raksasa pencakar langit, tetapi di sisi lain terdapat orang-orang yang kondisinya lebih buruk dari mereka yang tinggal di pinggiran kota. Apalagi di Afrika, demikian buruknya kondisinya, bantuan sederhana pun menjadi sebuah sumbangsih yang amat berarti bagi mereka. Untuk itu, dengan menambah warna dan kedalaman makna di setiap kegiatan atau program yang diselenggarakan, kita harus berusaha mengukir senyum di wajah masyarakat setempat. Apalagi senyuman di wajah mereka akan menjadi sarana bagi terukirnya senyum di wajah kita juga.

            Bagaimana Allah SWT memberikan inayatNya serta pintu kebaikan apalagi yang akan dibukaNya di depan kita, kita tak bisa mengetahuinya. Oleh sebab itu, dalam beragam kesempatan kita harus memainkan format acaranya, memberinya variasi dan  tambahan yang bakal menarik perhatian, serta harus membangun dan membangkitkan kalbu-kalbu setiap anggota masyarakat yang kita temui. Apa yang akan dikehendaki Allah SWT setelah kita maksimal dalam berikhtiar adalah hak prerogratifNya. Meminjam istilah yang digunakan Ustaz Said Nursi:”Kita kerjakan apa yang menjadi tugas kita, tidak usah mencampuri wilayah rububiyah Ilahi.”[10]

Kejutan-Kejutan yang Datang Bersama Kurban

            Sebenarnya di dalam semua ketaatan ibadah, ungkapan lisan seperti: “Ya Allah, saya mengerjakan ibadah ini semata-mata hanya untukMu” serta ketulusan mengucapkannya dari hati yang paling dalam haruslah menjadi asas. Setiap insan harus mengantarkan hidupnya pada pemikiran ini dan menguncinya erat-erat. Dari sisi ini, ketika menunaikan ibadah kurban kita harus menggenggam niat kita dengan kokoh seperti yang diharapkan dari kasdul kalb[11]. Kita harus bisa mengatakan kalimat berikut dengan tulus:”Ya Alah, Engkau memerintahkanku untuk memotong hewan kurban, aku pun memenuhi perintahmu. Andaikan Engkau memerintahkanku untuk memotong leherku sendiri, aku pun dengan senang hati melaksanakannya. Jika untuk mempertahankan agamaku, harga diri dan martabatku, jiwaku, hartaku, serta negaraku diperlukan dibentuknya front pertahanan, aku pun siap melaksanakannya.” Seseorang ketika menyerahkan hartanya yang juga merupakan bagian dari jiwanya, di waktu yang sama ia juga harus mengingat hal apa lagi yang bisa diberinya sambil menunjukkan sikap bahwasanya dia siap untuk melaksanakan perintah berikutnya. Dengan demikian, ketika Al Qur’an menjelaskan keadaan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail a.s.:”Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipisnya, (nyatalah kesabaran keduanya)[12], mengisyaratkan rahasia ubudiyah dan pemahaman keduanya akan kehalusan yang terdapat dalam  ketaatan kepada perintah Ilahi sehingga mereka pun mengambil sikap yang paling cocok dengannya.

            Jika seseorang sedari awal mengikatkan ibadah kurbannya kepada niat yang kokoh seperti itu, maka segala yang dia lakukan untuk mewujudkan ibadah kurbannya akan bernilai ibadah, amal-amal lain yang dikerjakan di jalan kebaikan tersebut pun akan kembali kepada pelakunya sebagai pahala layaknya amalan-amalan salih dan kebajikan. Jadi aktivitas seperti pergi ke pasar hewan untuk membeli hewan kurban, mengikatkannya di kandang sementara, menaikkannya ke truk untuk dibawa ke rumah potong hewan, menjaga dan merawatnya hingga hari pemotongan tiba, memberinya makan dan minum, membagikan daging kepada yang membutuhkan setelah hewan kurban selesai dipotong, dan pekerjaan lain yang dikerjakan ketika menunaikan ibadah kurban akan dicatat dalam kitab amal Anda. Di sisi lain hal-hal seperti sentuhan pisau ke leher hewan kurban, hentakan kaki hewan kurban ketika disembelih, dan mengalirnya darah hewan ke tanah; meski rasa sayang dan kasihan menyelimuti tetapi kehalusan yang terdapat dalam amal yang berdasar pada ketaatan Ilahi juga akan ditulis dalam buku kebaikan sebagai tambahan pahala.

            Segala amal kebaikan yang dilakukan di sini bisa saja Anda memandangnya sebagai hal yang kecil dan remeh. Akan tetapi, di alam lainnya saat ia ditunjukkan kepada Anda, dengan penuh takjub dan heran Anda akan berkata:”Ya Allah, betapa Pemurahnya Engkau. Amal-amal remeh seperti itu Engkau terima, Engkau agungkan, Engkau perluaskan, Engkau tambahkan, Engkau abadikan, dan kini Engkau tunjukkan kepada kami!” Maka dari sisi ini, seseorang harus mengerjakan ibadah kurbannya dengan penuh kekayaan jiwa dan keyakinan hati. Ayat berikut mengisyaratkan penjelasan tersebut:

Daging-daging dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.[13]

Ya, jika seeorang menunaikan ibadah ini dengan mengaitkan hatinya dengan pemikiran untuk menghamba kepada Allah SWT, untuk menyambung hubungan serta keterkaitan dengan Allah SWT, maka mereka akan disambut oleh beraneka ragam kejutan dan kekayaan yang amat istimewa di dunia berikutnya.

[1] Diterjemahkan dari artikel berjudul Hakk’a ve Insanlara Yakinlasmanin Vesilesi: Kurban, dari Buku Kirik Testi 12: Yenilenme Cehdi

[2] Di mazhab hanafi berkurban hukumnya wajib bagi yang mampu

[3] Mendahulukan kebutuhan orang lain walaupun dirinya sendiri juga membutuhkannya

[4] “Perbaguslah hewan kurban kalian karena dia akan menjadi tunggangan kalian melewati sirat” (HR Dailami dalam Musnad al Firdaus:268)

[5] HR Ibnu Majah; Ahmad bin Hambal al Musnad 2/321

[6] Dalam mazhab hanafi ada hukum wajib yang berbeda dengan hukum fardhu ‘ain.

[7] QS Al Imran 3: 92

[8] Negeri sang penulis, yaitu Turki

[9] Al Maktubat, Benih-Benih Hakikat, Benih ke-95

[10]  Cahaya ke-17, catatan ke-13, Masalah Pertama

[11] Kasdul kalb tidak hanya melewatkan sesuatu melalui akal dan kalbu smeata, melainkan seseorang bertekad sangat kuat untuk mewujudkan apa yang diniatkannya menjadi suatu amal nyata.

[12] QS As Saffat 37:103

[13] QS al Hajj 22:37

fatih-yurur-kNSREmtaGOE-unsplash

Keutamaan Sepuluh Malam Pertama Zulhijah

Sepuluh Hari Pertama Zulhijah Bagaikan Ramadhan Kecil

10 malam pertama bulan Zulhijah yang dibahas dalam Al Quran di awal surat al Fajr:

وَلَيَالٍ عَشۡرٍۙ

“Demi malam yang sepuluh” (QS 89:2) adalah sebuah khazanah spektakuler bagi kehidupan ibadah dan doa kita. Hari-hari yang penuh keberkahan tersebut pada tahun ini akan jatuh bertepatan dengan tanggal 1 Juli 2022 dimana hari Idul Adha yaitu tanggal 10 Zulhijah 1443H akan jatuh pada tanggal 10 Juli 2022, insya Allah.

Baginda Nabi SAW yang menjelaskan keutamaan dari hari-hari tersebut telah memberikan kabar gembira kepada kita:

عن أبى هريهرة رضي الله عنه, عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال: ما من ايام احب الى الله تعالى أن يتعبد له فيهن من أيام عشر ذى الحجة, وان صيام يوم يعدل صيام سنة, وقيام ليلة كقيام سنة

“Tidaklah ada hari yang paling disukai oleh Allah swt, dimana Dia disembah pada hari itu kecuali, sepuluh hari bulan Dzulhijjah. Puasa satu hari di dalamnya sama halnya dengan puasa satu tahun. Ibadah, shalat malam sekali pada malamnya seperti shalat malam selama satu tahun pula.” (HR Tirmizi, Kitab Shaum, no. 52 dan Ibnu Majah, Kitab Siyam, no.39).

Artinya puasa yang dijalankan di hari-hari mulia tersebut satu harinya setara dengan berpuasa selama 365 hari masehi. Apa mungkin kita tidak tertarik dengan promosi indah dan manis tersebut? Demikian juga dengan keutamaan malam-malamnya dimana ia menjadi tambahan motivasi lainnya. Satu salat malam di salah satu malamnya setara dengan salat malam setahun penuh.

 

Puasa di Hari Arafah Setara dengan Seribu Hari Puasa

            Sekali lagi sebuah kalimat motivasi luar biasa dari Sang Nabi:

مَا مِنْ أَيَّامٍ أَعْظَمُ عِنْدَ اللَّهِ وَلَا أَحَبُّ إِلَيْهِ الْعَمَلُ فِيهِنَّ مِنْ

هَذِهِ الْأَيَّامِ الْعَشْرِ فَأَكْثِرُوا فِيهِنَّ مِنْ التَّهْلِيلِ وَالتَّكْبِيرِ وَالتَّحْمِيدِ

Artinya, “Tidak ada hari-hari yang lebih agung di sisi Allah dan amal saleh di dalamnya lebih dicintai oleh-Nya daripada hari yang sepuluh (sepuluh hari pertama dari Dzulhijjah), karenanya perbanyaklah tahlil, takbir, dan tahmid di dalamnya” (HR Ahmad, Musnad Ahmad 1/257).

Bacaan tasbih adalah subhanallah, tahmid adalah alhamdulillah, tahlil adalah la ilaha illallah, sedangkan takbir adalah Allahu akbar.

Posisi hari Arafah di antara 10 hari ini benar-benar istimewa. Di tempat lain terdapat hadis luar biasa lainnya:

“Ketika hari Arafah datang, rahmat Allah SWT bertebaran. Tidak ada hari dimana manusia yang dibebaskan dari api neraka lebih banyak dari hari itu. Barangsiapa meminta sesuatu kepada Allah baik untuk kepentingan dunia ataupun kepentingan akhiratnya di hari arafah, Allah akan mengabulkannya”

“Berpuasa di hari arafah seperti berpuasa selama seribu hari (Targhib wat Tarhib, 2:460)

Berpuasa di siang hari serta mengisi malam-malam tersebut dengan ibadah akan menjadi sarana bagi diraihnya ampunan dan pahala yang besar.

 

Malam tersebut setara kemuliaannya dengan Lailatul Qadar, Nisfu Syaban, dan Malam Mikraj

Bediuzzaman Said Nursi ketika menyampaikan keutamaan sepuluh hari pertama bulan Zulhijah dari berbagai hadis mengatakan kalimat ini:

Sepuluh malam ini, dengan Al Quran bersumpah atasnya “Wal fajr wa layaa lin ‘asyr (QS al Fajr 89:1-2), oleh karena perhatian besar yang diberikan kepadanya maka malam tersebut memiliki nilai yang sangat agung sebagaimana mulianya malam Lailatul Qadar, Nisfu Syaban, dan Malam Mikraj. Karena berkat rahasia haji, atas nama dunia Islam, ribuan jamaah haji yang datang dari segala penjuru memiliki hubungan dengan semua entitas semesta, di satu sisi membuat mereka yang sibuk dengan amal salih di malam-malamnya kemudian memiliki bagian atas kebaikan-kebaikan makbul dan doa-doa yang dipanjatkan untuk umat Nabi Muhammad SAW oleh para jamaah haji tersebut (Kastamonu Lahikasi, surat ke-7).”

Pada hari itu jutaan mukmin berangkat ke tanah suci. Sebagian dari mereka bertawaf mengelilingi Kabah, sebagiannya menumpahkan air matanya di depan Raudhah Mutahharah, sebagiannya ber-sa’i, sebagiannya salat di Maqam Ibrahim, sebagiannya lagi memohon ampunan di Multazam. Sedangkan di hari arafah, semua jamaah haji datang dan berkumpul di Padang Arafah. Mereka berlindung di dalam rahmat Rabb-nya dengan kalimat-kalimat talbiyah “labbaik, allahumma labbaik!”

Demikianlah, dengan membayangkan kondisi di musim haji seperti itu kita berharap dapat meraih keutamaan maknawi. Marilah kita beribadah dengan harapan doa kita bisa masuk ke dalam doa-doa yang dipanjatkan oleh para jamaah haji, insya Allah

 

Kita Harus Memanfaatkannya Seakan Ia adalah Ramadhan Kecil

Untuk memanfaatkan sepuluh hari yang mulia ini, pertama-tama kita tidak boleh mengabaikan penunaian salat lima waktu kita. Karena tidak ada satupun ibadah sunah yang dapat menggantikan posisi ibadah wajib. Kita harus meningkatkan semangat untuk bisa bergabung dalam salat jamaah dan memberi perhatian lebih pada ibadah-ibadah kita serta menunaikannya dengan penuh khusyuk.

Sebisa mungkin siang hari saat berpuasa, waktu yang ada kita isi dengan membaca al Quran, istigfar, salawat, zikir, dan doa. Sebagaimana di bulan Ramadhan, marilah kita undang rekan, tetangga, dan handai tolan untuk berbuka puasa di rumah kita. Hal itu selain mengingatkan mereka tentang kesunahan puasa zulhijah juga sebagai dorongan motivasi agar mereka turut serta memuliakannya.

Jika kita tak mampu rutin mengerjakannya maka di hari-hari mulia ini marilah kita menggeliat demi meraih ampunan Ilahi dengan mengerjakan salat sunah dhuha, awwabin, tahajud, dan hajat. Bahkan dengan menjadikan ampunan dan rida ilahi sebagai tujuan utama, kita harus memanfaatkannya sebagaimana kita memanfaatkan sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Bagi yang tidak mampu menjalankannya sepuluh hari penuh setidaknya menguatkan tekad untuk bisa berpuasa di hari arafah dan sehari sebelumnya (hari tarwiyah) serta mengisinya dengan ibadah-ibadah lainnya.

Dalam sepuluh malam tersebut, khususnya di malam tarwiyah, arafah, dan hari raya, terdapat tempat istimewa bagi mereka yang menghidupkannya: Membaca seribu surat al ikhlas di hari arafah dan jangan lupakan keutamaan takbir tasyrik dari salat subuh hari arafah hingga hari keempat hari raya (tanggal 9-13 Zulhijah).

Diterjemahkan dari artikel Cemil Tokpinar pada laman:

https://www.yeniailem.com/zilhiccenin-ilk-on-gunu-sanki-kucuk-ramazan/#.XSMi8ugzbDc

yasmine-arfaoui-1392471-unsplash

Salat Jumat Rasulullah SAW

“Salat Jumat Rasulullah SAW”

Jamaah Muslim yang terhormat! Kita akan memanfaatkan jalan yang ditunjukkanNya, memanfaatkan anugerah yang diberiNya kepada kita. Dengan jalan yang ditunjukkanNya, kita akan termuliakan saat mendekatkan diri di hadapan Allah. Dengan perintah Allah dan jalan Baginda Nabi, kita akan meraih syafaat Rasulullah. Allah telah menunjukkan jalan keselamatan, langkah menjadi manusia, muncul dengan kalbu dan ruhani. Jalan bagi kita agar  layak mendiami alam abadi. Allah SWT telah menunjukkan jalan yang akan mengantarkan kita ke keabadian. Jalan raya tersebut bernama siratal mustaqim. Siratal mustaqim adalah jalan yang mengandung banyak rukun. Ketika berjalan di atasnya, tanpa merasa putus asa menghadapi segala hal yang perlu dilakukan. Mereka yang demikian akan meraih tujuan dan cita-citanya, yaitu Allah.

Pintu menuju surga bergantung pada bagaimana hidup dengan jalan ini. Untuk meneladani Baginda Nabi, maka ia bergantung pada pada sejauh mana kita mengikuti rukun jalan ini. Syarat untuk bisa menyaksikan jamaliyah Allah yang merupakan sumber dari segala keindahan, bergantung pada bagaimana kita hidup dengan rukun dari jalan itu. Mengikuti rukun jalan ini tidak begitu mudah. Hidup dengan rukun jalan ini sangatlah berat, tetapi orang-orang mukmin dan muslim, akan meringankannya.

وَٱسۡتَعِينُواْ بِٱلصَّبۡرِ وَٱلصَّلَوٰةِۚ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى ٱلۡخَٰشِعِينَ 

” Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan itu sungguh berat kecuali bagi orang yang khusyuk (QS 2:45)”

Dengan ayat itu, Allah menjelaskan beratnya salat bagi sebagian orang. Allah mengecualikan mereka yang kalbunya penuh rasa takut, hormat, khusyuk, dan kerendahan hati. Inilah jalan yang memiliki banyak adab dan rukun, tetapi manusia yang bertekad meniti jalan ini, akan hidup dengan tenteram berkat taufik dari Allah SWT. Saya hingga saat ini selalu berusaha menyampaikan salah satu rukun penting dari jalan ini.

Salat adalah pilar bagi kapal bernama agama, dengannya agama dapat berlayar. Salat bagaikan kompas yang membantu orang mukmin mengarahkan kapalnya. Salat adalah tangga bagi mukmin untuk melakukan mikraj dimana satu ujungnya di tangan Allah, sedangkan ujung lainnya ada di tangannya sebagai ikatan yang kuat. Salat adalah bentuk ibadah yang membawa seseorang bersedekap di hadapan Allah atas izinNya, dan model serta ringkasan terbaik salat adalah topik pembahasan kita hari ini, yaitu salat jumat!

Penunaian salat jumat adalah ungkapan hasrat dan gairah kolektif nurani dalam bentuk jamaah. Menurut Ibnu Hajar, Sang Kebanggaan Semesta diwajibkan mengerjakan salat jumat di Kota Mekkah. Pernyataan imam agung ini pasti memiliki dasar, tetapi ada sesuatu yang jelas, yang tak bisa dipahami oleh umum. Di lokasi dimana syaratnya tak bisa dipenuhi, tidak mungkin memahami kewajiban dari Allah tersebut. Sudah jelas Baginda Nabi tidak akan bisa menunaikan salat jumat karena syaratnya belum terpenuhi. Lalu mengapa Allah mewajibkan beliau menunaikan salat jumat?

Ya, tidak mungkin kita memahaminya. Ada sesuatu yang kita ketahui Rasul Akram SAW tidak pernah menunaikan salat jumat walau hanya sekali ketika di Mekkah. Dan salat jumat pertama dikerjakan setelah Rasulullah meninggalkan masjid Kuba. Dari sini kita pahami bahwa salat jumat adalah salat yang terbentuk oleh jamaah. Untuk itu, jika orang-orang tidak terkumpul sebagai jamaah yang cukup, maka salat jumat tidak wajib. Salat jumat memiliki syarat. Ia didirikan oleh imam dan jamaah.Salat jumat mensyaratkan adanya imam, mensyaratkan adanya masyarakat. Jumatan mensyaratkan seseorang yang menyerahkan hatinya kepada Rabb, yang memimpin dan mengatur, serta mensyaratkan adanya jamaah yang mentaati dan mematuhi Allah.

Salat jumat adalah salat berjamaah. Jika jamaah tidak terbentuk mereka tidak bisa menunaikan salat jumat. Jamaah ini terbentuk dari kelompok selain wanita, budak, dan orang sakit. Salat jumat mensyaratkan perbaikan, kepemimpinan, masyarakat, dan jamaah. Untuk itu Baginda Nabi tidak wajib mengerjakan salat jumat ketika masih di Mekkah. Ketika jalan ke Madinah terbuka dan Rasul Akram SAW diperintahkan untuk berhijrah, Beliau datang ke kota suci bernama Kuba, dan tinggal di sana pada hari senin, selasa, rabu, hingga kamis. Beliau membangun Masjid Kuba dengan tangannya sendiri. Masjid kemudian mengalami renovasi hingga mencapai bentuknya hari ini. Ganjaran salat di masjid itu setara dengan pahala umrah. Sang Kebanggaan alam semesta SAW setiap jumat pergi ke masjid Kuba dan menunaikan salat di sana. Sejak hari itu hingga sekarang disunahkan salat di Masjid Kuba. Semoga Allah menakdirkan mereka yang berziarah untuk bisa salat di situ, dan bagi yang belum semoga bisa berziarah ke sana.

Mereka tinggal di Kuba selama empat hari. Masyarakat Kuba dan Madinah pun dipenuhi oleh “perhiasan”. Mereka meninggalkan Kuba di hari jumat. Ketika mereka sampai di Lembah Bani Salim bin Auf, Malaikat Jibril membawa kabar dan Baginda Nabi pun menunaikan salat jumatnya di situ. Jika Anda ke Kuba, pemandu akan menunjukkan tempat ditunaikannya salat jumat pertama itu. Rasul Akram SAW telah mendapatkan jamaah. Kini Nabi berkesempatan untuk mengumumkan wajibnya salat jumat secara terang-terangan. Wilayahnya ada di perbatasan kota yang akan dibangunnya. Di sana beliau akan mengecapkan stempelnya, jamaah akan menyimaknya, beliau akan mengimami salat jumat. Saat posisi imam telah boleh diumumkan, dan orang-orang yang akan menjadi jamaah berhasil dikumpulkan, Allah pun mewajibkan salat jumat. Salat sebelumnya dilaksanakan sebagai sunah. Beliau melaksanakan salat jumat pertamanya.

Orang-orang mukmin masuk ke Kota Madinah dalam keadaan tenteram, senang, dan bahagia. Hal pertama yang dikerjakan Sang Kebanggaan Alam Rasulullah SAW setelah memasuki Kota Madinah adalah membeli sebagian reruntuhan milik yatim dan membangunnya sebagai masjid. Setelah itu salat jumat akan dikerjakan di sana seterusnya. Kita menyebutnya sebagai Masjid Nabawi, Kita menyebutnya sebagai Raudhah Thahirah. Apa yang bisa kita katakan, tak ada kata yang cocok untuk memahami makna hakiki dan menjelaskannya. Walaupun Makkah amat suci dan Ka’bah merupakan mihrab bagi manusia dan malaikat, Tak mungkin membandingkan tanah tempat bersemayamnya Rasul SAW dengan tanah lain di dunia. Tak peduli ia datang dari surga ataupun diciptakan khusus dari cahaya Ilahi. Apapun itu, kita tak akan pernah memahami makna agung dari Masjid Nabawi. Kita akan mencukupkan diri dengan penjelasan tentang sebagian sifatnya hingga kiamat tiba.

Masjid yang menaungi Raudhah Thahirah, Masjid suci yang amat agung. Rasulullah SAW bersabda bahwa hanya tiga masjid yang layak untuk diziarahi. Ini ada di Bukhari, Muslim, dan Musnad Ahmad Hanbal.[1] “Tidak boleh melakukan perjalaan jauh untuk menunaikan salat di masjid yang agung dan mulia, Akan tetapi, dibolehkan melakukan perjalanan jauh untuk menunaikan salat di tiga masjid tersebut. Untuk tiga masjid itu, jika perlu juga diperbolehkan menantang bahaya di tengah perjalanan.” Yang pertama, Masjidil Haram. Yang kedua, Masjid Nabawi, tempat yang kita sebut Raudhah Tahirah. Yang ketiga, Masjidil Aqsa, yang sayangnya hari ini ia tak dalam pengelolaan kita. Ia sedang menunggu kaum Muslim merdeka. Masjidil Aqsha sedang menanti sosok seperti Salahuddin al Ayyubi dan Muhammad al Fatih. Kaum mukminin tidak bisa berangkat ke Masjidil Aqsha walaupun berniat untuk pergi. Kaum mukminin tak bisa salat di tempat yang ditunjuk Rasulullah itu, padahal pahalanya ribuan kali lipat. Kondisi mukmin sedang buruk, kaum mukmin tertindas dan di posisi rendah! Di abad ke-21 ini mereka dijauhkan untuk bisa salat di Masjidil Aqsha. Tetapi kaum mukmin tidak menyadari penderitaan ini.

Perjalanan boleh dilakukan untuk salat di tiga masjid Itulah sabda Rasulullah SAW, salah satunya adalah Masjid Nabawi karena Ustaz serta mandor dari masjid itu adalah Ustaz serta mandornya umat manusia, Rasulullah SAW. Rasul SAW memanggul batu bata di punggungnya bersama Salman al Farisi dan Bilal Habasyi. Bersama Ammar, Rasulullah SAW mengaduk adonan lumpur dan menyekopnya ke cetakan. Pondasi dari masjid diletakkan di atas ketakwaan. Ia dibangun di atas kebaikan. Dua rakaat salat yang didirikan di Masjid Nabawi setara dengan ratusan rakaat salat di masjid lain. Semoga Allah mengabadikan anugerah itu hingga kiamat tiba. Semoga Allah tidak membiarkan tangan orang kafir, fajir, dan fasik mengusiknya. Semoga tempat-tempat suci tersebut tidak terkotori di abad 21, Semoga tangis darah kedua tidak ditumpahkan.

Yang dikerjakan pertama kali oleh Baginda Nabi adalah membangun Masjid Nabawi. Dibangunlah dan disitu beliau menyampaikan khutbahnya. Jamaahnya adalah pasukan pertama penakhluk dunia. Jangan kira jumlahnya ribuan atau ratusan ribu. Setelah masjid dibangun, jumlah sahabat yang memasukinya untuk menyimak khutbah Sang Nabi, sebagaimana yang Anda lihat di Medan Badar, tak lebih dari 313. Yakni sepersepuluh dari jumlah kalian, itulah jumlah jamaah yang menyimak Baginda Nabi. Masjid itu tidak memiliki mimbar, pilar, dan tiang spektakuler seperti yang dimiliki masjid masa kini. Dindingnya dibangun dari bata dan lumpur, langit-langitnya ditutup pelepah kurma. Ketika hujan, pelepah itu jatuh dan membuat lantai masjid becek. Setelah Rasul Akram SAW sujud, beliau bangkit dengan lumpur yang menempel di wajah mulianya. Mereka menunaikan salat dalam keadaan hujan. Mereka rukuk dan sujud dalam keadaan hujan dan berlumpur. Masjid yang sederhana, dimana mimbarnya terbuat dari batang kurma. Sang Kebanggaan Semesta bersandar padanya dan berkhutbah kepada jamaah.

Beberapa bulan kemudian, Rasul SAW meminta seorang wanita Ansar yang anaknya itu tukang kayu, “Sampaikan pada putramu, buatkan aku mimbar dengan 3-4 anak tangga, agar jamaah bisa menyimakku saat berkhutbah.” Mimbar dibuat dan diletakkan pada posisinya. Sejak hari itu, para pecinta Rasul berkhutbah dengan bersandar pada pilar dan tiang marmer. Mimbar dibuat dari marmer. Sejak saat itu menapakkan kaki di anak tangga mimbar itu dianggap tidak sopan secara akhlak. Umat Islam memuliakan mimbar sang Nabi. Kaum muslimin sejak saat itu hingga saat ini sangat menghormati mimbar Baginda Nabi.

Mimbar pertama adalah batang kurma. Batang kurma tidak menginginkan pesaing. Batang kurma ingin agar Nabi dengan cahaya langit dan berkah tetap menggunakannya hingga lapuk. Si batang kurma tidak mau tempatnya digantikan. Masjid sekalinya dibangun seperti itu ingin tetap begitu. Sisi manapun dari masjid yang dibangun oleh Rasulullah hendak Anda ubah, maka bagian masjid itu akan berteriak. Tetapi pada waktu itu yang diubah hanya batang mimbar saja. Karena yang diubah hanya batang mimbar, maka teriakan hanya muncul dari batang mimbar saja. Menurutku, andai tiang-tiang kurma itu juga diubah, mereka juga pasti akan berteriak. Jika pelepah kurma sebagai atap itu juga diganti, mereka juga pasti akan berteriak. Karena tidak satupun dari mereka yang sanggup berpisah dari Baginda Nabi.

Mimbar baru diletakkan di samping batang kurma lama. Rasul Akram SAW menaiki tangga mimbar. Hampir 20 sahabat yang meriwayatkannya. Riwayat ini diceritakan secara mutawatir oleh Bukhari Muslim serta kitab hadis lainnya. Mereka yang tidak mempercayai peristiwa ini dari perspektif ahli kalam bisa jadi dihukumi kafir. Semoga Allah menjaga kita.

Ini bukan seperti mukjizat lainnya. Peristiwa ini mutawatir. Rasulullah berkhutbah di mimbar barunya. Si batang kurma ditinggalkan. Jamaah memusatkan perhatian untuk menyimak Rasul Akram SAW. Tiba-tiba muncul suara yang tensinya lebih tinggi daripada suara Baginda Nabi. Setiap sahabat menceritakan peristiwa ini dengan penjelasannya masing-masing. Ada yang menceritakan suaranya mirip anak unta yang ditinggal induknya, ada yang bilang suaranya mirip suara rintihan manusia. Demikian tinggi tensi suaranya, masjid seperti terguncang. Jamaah pun teralihkan fokus perhatiannya. Suara berasal dari batang kurma. Bahkan beberapa sahabat mencatatkan bahwa batang kurma itu terbelah.

Rasul Akram SAW memahami pokok permasalahannya. Beliau turun dari mimbar. Dengan penuh keseriusan beliau mendekati si batang kurma. Beliau mengelus si batang kurma sambil menyampaikan sesuatu. Bibir mulianya komat kamit menjanjikan sesuatu pada si batang kurma. “Mana yang kamu pilih, kuletakkan dirimu di salah satu sudut masjid hingga dirimu lapuk, atau biar Allah menjadikanmu sebagai pohon abadi yang memberi buahnya kepada penghuni surga. Mana yang kamu pilih, disini saja atau fana di tempat lainnya.”

Si batang kurma memilih untuk menjadi pohon yang menghasilkan buah di surga. Elusan Baginda Nabi membuat teriakan berhenti dan Beliau bersabda, “Jika aku tidak mengelusnya, kalian akan mendengar teriakan itu hingga kiamat datang.” Si batang kurma berteriak. Posisinya diubah Seakan dikatakan, “Minggirlah! Mimbar telah menggantikan posisimu.” Ia tak mampu menahan perpisahan dengan Sang Nabi. Pergilah ke Masjid Nabawi. Sentuhlah pilar dan dindingnya, akan terdengar teriakan mereka semua. Jika ada telingamu, kalbumu, kesadaran dan perasaanmu, maka inderamu akan mendengarnya. Padahal selain batang kurma, ada banyak hal yang dulu dibangun Sang Nabi kini telah diruntuhkan. Selain batang kurma, betapa banyak hal yang dibuang, betapa banyak hal telah disingkirkan. Betapa banyak hal yang telah disingkirkan, termasuk cahaya bagi jiwa dan mataku, yaitu al Quran. Kepada generasi kita, bukan si batang kurma saja yang diminta untuk dilupakan, melainkan Baginda Nabi. Nama Agungnya diusahakan untuk dilupakan. Allah dan NabiNya berusahauntuk diingkari.

Bagaimana benda-benda dan peristiwa berteriak? Bagaimana Masjid Nabawi menjerit? Bagaimana semua yang dibangun Baginda Nabi SAW menjerit? Seseorang harus menjadi ahli nurani agar ia bisa mendengar dan terpengaruh oleh jeritan tersebut, dan untuk bisa mengatakan, “Malulah diriku, malulah jamaahku, malulah umat manusia!”

Jamaah Muslim Yang Mulia! Aku membuat pembukaan dari masjidnya Baginda Nabi. Dari mimbar tempat beliau berkhutbah kepada jamaahnya, hingga akhirnya sampai ke titik ini. Pembahasan utama kita adalah salat jumat dan jamaah. Rasulullah SAW dengan mengambil jamaah yang bersatu dan memiliki kesadaran sama, di hari dimana para hamba berkumpul & menghadap Allah, dimana pertemuan itu setara dengan mikraj, yaitu salat jumat. Menit ini, detik ini, saat ini, memiliki makna besar dan agung seperti itu. Bertawajuhlah kepada Allah dengan kalbu sadar. Semoga berkat rahmat Ilahi mempertemukan kita dengan waktu dimana doa-doa dikabulkan.

Saya juga ingin memberi kabar gembira ini juga, sekali lagi di salah satu hadits sahih, Rasulnya para rasul bersabda, “Di hari jumat ada suatu waktu dimana tidaklah seorang hamba berdoa, melainkan Allah memberi apa yang dipintanya.”[2] Mengenai waktu tersebut, para sahabat, tabiin, dan fukaha menyebutkan waktu yang berbeda-beda. Menurutku waktu tersebut mirip Lailatul Qadar, ia berganti-ganti di antara hari bulan Ramadhan. Seperti Nabi Khidir as, ia berjalan di antara manusia. Untuk merasakan menit tersebut, fokuskanlah tawajuhmu kepada Allah pada hari jumat. Nabinya para nabi dan mereka yang makbul doanya berhasil meraih menit, detik, dan waktu tersebut. Di waktu tersebut, mereka memanjatkan doa kepada Allah, dan Allah pun mengabulkan doa-doa mereka.

Menurut kebanyakan fukaha, waktu tersebut adalah saat ketika khatib berkhutbah. Waktu tersebut dikonfirmasi dengan diangkatnya kedua tangan Baginda Nabi untuk beroda di saat berkhutbah. Beliau berkhutbah di atas mimbar, lalu masuk seorang badui. Ia mengeluhkan kekeringan, “Ya Rasulullah! Semua hewan dan makhluk hidup mati kekeringan. Tidakkah engkau berdoa kepada Allah?” Rasulullah SAW mengangkat tangannya dan berdoa agar Allah menurunkan hujan. Sahabat berkata, “Saya bersumpah kepada Allah, di langit tak ada sedikitpun awan, Padahal ketika Rasul SAW turun dari mimbar dengan senyumannya, air hujan mengalir deras dari janggutnya. Hujan turun seminggu penuh, lembah Madinah dipenuhi banjir seminggu penuh. Seminggu penuh jalan tertutup.

Jumat berikutnya, Baginda Nabi kembali berkhutbah di atas mimbar. Seorang Badui kembali berdiri dan berkata, “Ya Rasululah! Terjadi banjir dimana-mana, tidakkah Engkau berkenan untuk berdoa kepada Allah!” Rasulullah kembali meraih waktu mustajab tersebut dan mengangkat kedua tangannya, “Ya Allah, turunkan hujan di sekitar kami, dan jangan turunkan kepada kami untuk merusak kami.” Sahabat kembali bersumpah, kegelapan di atas Madinah segera terbuka, hujan pun berhenti. Awan pergi ke sekitar. Pendatang membahas hujan deras, tetapi di Madinah tak ada hujan walau setetes. Karena ada yang mengangkat tangannya agar tidak jatuh setetespun hujan, Allah pun membuka pintu rahmatNya dan mengijabah permintaan dan permohonannya.

Di hari jumat ada suatu waktu yang jika seorang hamba berdoa maka Allah akan mengijabahnya. Jika demikian, maka hargailah waktu jumat dengan tawajuh penuh agar doamu kepada Allah diijabah, sehingga satu hari jumatmu menerangi hari-harimu dalam seminggu. Agar salat lima waktu kita tak memiliki kekurangan apapun, sehingga kita menjadi orang bersujud dan terang nuraninya. Semoga Allah menebarkan cahaya pada kalbu kalian, menjadikan kalian sukses secara materi dan maknawi. Semoga Allah menjadikan kita layak menjadi umat Nabi Muhammad yang dibanggakan semesta lagi mulia. Aamiin.

——————————————————————————-

[1] Salah satu riwayat dari hadis tentang ini yaitu Nabi shallallahu‘alaihi wasallam bersabda:

لَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ مَسْجِدِي هَذَا وَمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِ الْأَقْصَى

“Janganlah kalian menempuh perjalanan jauh kecuali menuju ke tiga masjid: masjidku ini (Masjid Nabawi), masjid Al Haram, dan masjid Al Aqsha” (HR. Bukhari no. 1115 dan Muslim no. 1397)

[2] Dalam hadis dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan tentang hari Jumat, lantas beliau bersabda,

فِيهِ سَاعَةٌ لاَ يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ ، وَهْوَ قَائِمٌ يُصَلِّى ، يَسْأَلُ اللَّهَ تَعَالَى شَيْئًا إِلاَّ أَعْطَاهُ إِيَّاهُ

“Di hari Jumat terdapat suatu waktu yang tidaklah seorang hamba muslim yang ia berdiri melaksanakan shalat lantas dia memanjatkan suatu doa pada Allah bertepatan dengan waktu tersebut melainkan Allah akan memberi apa yang dia minta.” (HR. Bukhari 935, Muslim 2006, Ahmad 10574 dan yang lainnya).