mengembangkandiri.com pexels-miguel-á-padriñán-194094

INTENSITAS DAN KASIH SAYANG DALAM KEPEMIMPINAN

Pertanyaan: Jika seorang pemimpin memiliki sifat yang lembut dan fleksibel, terlihat bahwa orang-orang akan mudah berpadu dengannya, namun mereka bisa saja menyikapinya tanpa ada rasa kerja keras yang disiplin; sedangkan jika memiliki sifat yang keras mereka akan bekerja dengan serius tetapi kali ini mereka tidak dapat mencurahkan rasa kasih mereka terhadap atasan, merubahnya kedalam kondisi ruh yang kaku dan mudah tersinggung. Sikap yang bagaimana dalam situasi ini yang seharusnya dilakukan oleh seorang pemimpin yang ideal?

Jawab: Kepemimpinan, merupakan sebuah tugas dan tanggung jawab yang pertama kali dimulai oleh ayah dan ibu, yang kemudian berlanjut sesuai usia dalam keluarga, yang nantinya akan kita jumpai dalam hampir setiap tahapan kehidupan. Untuk itu, sama halnya kepala sekolah yang ada di sekolah, guru yang ada di kelas, komandan yang ada di barak, direktur yang memberikan pekerjaan di pabrik; seseorang yang memiliki tanggung jawab yang berkaitan dengan individu juga merupakan pemimpin. Namun kepemimpinan, apalagi sebuah kepemimpinan yang adil bukanlah pekerjaan yang mudah seperti yang dibayangkan; merupakan hal yang benar-benar sulit dan secara hakikat jumlah orang yang berhasil dalam kepemimpinan sangatlah sedikit.

‘GILA’ ATAU SOSOK JAWARA DALAM PEKERJAAN?

Untuk sebuah kepemimpinan yang ideal, memiliki etika kerja yang tangguh dan bergerak dengan disiplin sangatlah penting. Namun sifat ini tidak cukup untuk sebuah kepemimpinan yang sempurna di level yang diinginkan. Misalkan ada beberapa orang yang bertugas sebagai pemimpin yang telah mendedikasikan dirinya dalam pekerjaan dan menunaikan tugasnya dengan kedisiplinan tinggi. Ia menjalankan tugas selama dua puluh jam, bahkan begitu pergi ke rumah, ia pun masih melakukan hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaannya.

Namun sayang, manusia-mansuia semacam ini justru dianggap sebagai orang yang gila kerja oleh lingkungannya. Ia merasa terganggu dan terasingkan dengan kondisi ini. Padahal seseorang yang bekerja keras untuk sebuah keidealan yang agung, berambisi dan gemar terhadap pekerjaan yang ia lakukan, bahkan menjadikannya tergila-gila akan pekerjaan tersebut bukan merupakan hal yang seharusnya dikucilkan begitu dianggap sebagai sifat yang negatif. Ya, yang bekerja keras siang-malam untuk menunaikan tugas yang ia ambil dalam bentuk yang paling sempurna, layaknya meniadakan dirinya dalam pekerjaan itu, orang-orang yang menghabiskan waktunya supaya tidak terwujud kerusakan di lingkup tanggung jawab yang ia jalani dan agar tidak merasakan kegagalan bukanlah seorang yang gila kerja, mungkin harus dilihat sebagai jawara pekerjaan, -dengan kata lain- individu yang menjadi contoh dalam pekerjaannya.

Apalagi disaat keengganan dan kemalasan dalam menjalankan tugas menjadi trand topic pada masa ini, andai semua orang bisa menjalankan pekerjaan yang ia lakukan sambil memiliki etika kerja yang begitu luhur dengan kesensitifan yang penuh dan keseriusan yang tinggi, tanpa harus mengurangi hak orang tua, anak-cucu, dan semua orang yang berada pada tanggung jawabnya. Manusia semacam itu tidak bisa dikategorikan sebagai “gila kerja,” sebaliknya itu adalah sebuah ahlak agung yang dikhususkan kepada orang-orang yang luhur dan sifat mulia yang perlu diapresiasi.

Orang-orang yang memiliki ahlak mulia ini mereka begitu menghayati pekerjaannya itu, sehingga ia pun tak henti berpikir bahkan ketika ia wudhu atau melakukan istibra. Meski pun pertimbangan sejenis itu, dalam lingkup kebutuhan tersebut terlihat tidak sesuai, namun mereka memikirkan rencana dan projek yang berhubungan dengan pekerjaan itu guna tidak berdiam diri disana. Jika seseorang menyatu begitu tergetarkan jiwanya dengan pekerjaan -apalagi jika pekerjaan tersebut berkaitan dengan sebuah keidealan agung dan luhur- yang ia pikul, orang itu akan menjalankan kehidupannya sibuk dengan mencari solusi permasalahan yang berhubungan dengan pekerjaan tersebut. Kalian dapat melihat seseorang yang seperti ini yang dimuliakan dengan etika kerja begitu membuang bagian “gila”nya, dengan pertimbangan sebagai pahlawan yang telah menyatu dengan tugasnya dan kalian dapat mengungkapkan kondisi ini dengan perkataan “Sungguh merupakan sebuah karakter yang mulia, sebuah sikap yang luhur!.”

METODE PERSUASI DAN KESAMAAN DERITA

Namun pemimpin yang sebenarnya bukanlah seseorang yang berjalan sendiri. Ia, adalah seseorang yang menempuh jarak  dengan orang-orang menurut kekuatan dan kesanggupan, kemampuan dan kapasitas mereka yang ada bersamanya, yang mengantarkan serta mengarahkan orang-orang yang ada dibelakangnya kedalam tujuan yang agung dan luhur, yang menggandeng saat membawa mereka dalam sebuah keistiqamahan tujuan. Ini pun akan terwujud dengan penyampaian seorang pemimpin kepada pemikiran orang-orang yang berada bersamanya, masuk kedalam hatinya, menjelaskan deritanya dan pada akhirnya membuatnya menerima saat membujuk mereka kedalam pekerjaan yang mereka lakukan dan pentingnya pekerjaan tersebut.

Ya, pemimpin yang nyata menggetarkan jiwa yang ada dalam hatinya, dan menebarkannya kepada ruh orang-orang yang berada bersamanya, menanamkan kedalam pemikiran mereka dan menjadikan asas yang ia getarkan sebagai derita alam. Misalkan sambil berkata, “Allahﷻ telah memberikan kesempatan dan anugerah sebanyak ini kepada kita. Melimpahkan atmosfer pekerjaan yang indah seperti ini. Oleh karena itu yang layak kita lakukan ialah menggunakan kesempatan dan anugerah ini dengan sesuai tanpa harus menguranginya sedikit pun.

Jika saja kita tidak menggunakan kesempatan ini dan menyia-nyiakannya, apakah Allahﷻ tidak akan menanyakan satu per satu hisab ini semua kepada kita?

Bagaimana kita bisa bangkit dibawah tanggungan ini, bagaimana kita akan memberikan hisabnya?

Harus membangkitkan kesadaran lawan bicara dalam hal pekerjaan yang mereka lakukan, membuat mereka menerimanya begitu membujuknya. Dan juga, pesan yang ingin disampaikan hanya dengan menyampaikan satu kali seperti itu, bisa jadi tidak akan terpantul dalam hati mereka. Oleh sebab itu layaknya melakukan rehabilitasi, permasalahan harus diungkapkan berulang kali dengan metode yang sesuai.

Di sisi lain seseorang yang bertugas sebagai pemimpin, jika permasalahan ini dengan pengutaraannya sendiri mampu menjadikan sebab reaksi, ketika saat itu yang harus dilakukan adalah menemukan seseorang yang tidak akan memberikan reaksi kepada orang-orang itu, kemudian membiarkan orang tersebut menyampaikan perihal yang penting ini. Jika perlu dalam perihal ini berusaha mengadakan satu kali atau beberapa seminar, mengorganisir konferensi dan menjelaskan pentingnya permasalahan ini. Jika seorang pemimpin terus memegang satu sisi penekanan pada dirinya namun yang ada disampingnya selalu bersandar dibelakangnya, guna menjalankan pekerjaan dalam bingkai yang sesuai ia seharusnya memundakkan beban kepada orang yang ada bersamanya dan membawanya saat menariknya, ini pun setelah beberapa waktu berarti menjadikan pekerjaan tersebut tak dapat lagi dikerjakan. Oleh karena itu pemimpin, harus mengajak orang yang ada dibelakangnya untuk berlari, menanamkan kepada mereka perasaan dan pemikiran untuk menjadi pelari dalam sebuah maraton dan untuk itu harus menyediakan keberlangsungan sebuah pekerjaan dalam jangka waktu yang panjang dengan usaha dan kerja keras yang sama.

Seorang pemimpin untuk dapat mewujudkannya, jangan sampai memandang kecil dan rendah pendapat dan pemikiran orang lain serta harus mengapresiasi begitu menerima dengan bijak apa yang mereka lakukan, menghembuskan kerja keras dan gairah mereka. Misalkan, meskipun pekerjaan yang dilakukan tidak sesuai dengan yang diharapkan, dengan mengatakan; “Teman-teman! Saya berterima kasih atas kerja keras dan semangat yang telah kalian upayakan dalam perihal ini. Sebenarnya yang seharusnya dilakukan adalah hal lain tetapi apa yang kalian lakukan pun tidak mungkin untuk tidak diapresiasi,” harus mengetahui untuk meletakkan sebuah sikap yang struktural dan positif bahkan dihadapan banyak kekurangan. Dengan ini tidak mendorong adanya rasa tidak hormat dan reaksi orang-orang akan dirinya serta tidak sampai menjatuhkan wibawanya sendiri dihadapan mereka. Karena ketika seorang pemimpin selalu menyalahkan orang-orang yang ada bersamanya, akan memacu perasaan bersalah yang ada dalam diri mereka, menjauhkannya dari dirimu dan bahkan dapat mengarahkan mereka menuju jalan yang akan memutuskan hubungannya denganmu.

KASIH SAYANG YANG LEBIH LUAS DARI ORANGTUA

Seorang pemimpin yang hakiki, sifat-sifat yang satu sama lain dapat berkembang secara berkebalikan, yang terlihat kontras, di waktu yang sama adalah pahlawan keseimbangan yang menempatkan dirinya tepat di jalan tengah. Dari segi ini, disamping kesadaran yang luhur, keseriusan yang tinggi dan kedisiplinan yang matang, ia bersikap dengan cinta dan kasih sayang sedapat mungkin kepada orang-orang yang ada disekitarnya. Yakni, di satu sisi menjaga kedewasaan dan keseriusan yang tugas haruskan, tidak berbaur berlebihan dengan orang-orang yang ada bersamanya dalam ukuran yang akan meretakkan kedewasaan dan keseriusan itu, tidak masuk kedalam perbincangan yang sia-sia. Namun di sisi lain layaknya malaikat yang penuh dengan kasih sayang selalu berada disamping mereka dalam segala jenis derita dan permasalahan dan bergetar diatasnya. Misalkan, ketika kamu sadar bahwa mukanya terlihat masam di saat salah satu diantara mereka datang ke kantor, segera mendekatinya dengan sebuah kasih sayang yang lebih dari kasih sayang orang tua; berusaha untuk mempelajari begitu memahami apakah ada masalah dengan istri, anak atau masalah dengan salah seorang atau juga sebuah hutang. Yang mana ia akan menyikapinya dengan penuh perhatian dalam ukuran yang orang tuanya pun sendiri tidak akan mampu menyikapinya seperti itu, membakar hatinya dan mencari jalan solusi alternatif. Dan sikap ini tidak hanya sekali, tetapi mengetahuinya sebagai tugas yang harus dilakukan dalam setiap derita dan permasalahan.

Kita bisa memperbanyak contohnya. Jika kalian seorang guru, kalian bisa mengatur jarak tertentu terhadap siswa kalian, kalian tidak akan bersama dengan mereka dalam permainan dan hiburan yang akan meretakkan sikap kedewasaan dan keseriusan kalian. Karena yang berbagi sikap kelalaian dengan siswa-siswanya dengan jalur permainan, dalam artian yang bersikap kekanak-kanakan seperti mereka, sangatlah sulit untuk menjaga sikap keseriusan, sulit membuat mereka mendengarkan perkataan di kesempatan lain begitu menjaganya. Namun dihadapan derita dan permasalahan mereka layaknya malaikat pelindung segera menunjukan dirinya disamping mereka dan mengepakan sayap kedalam diri mereka. Ketika kalian melihat seorang siswa yang memasamkan mukanya kalian akan mengelus rambutnya dan meluapkan kasih sayang dan kehangatan yang dapat membuka permasalahannya kepada kalian. Yang mana ia akan membuka dengan mudahnya kepada kalian derita dan permasalahan yang bahkan ia tidak sampaikan kepada ayah ibunya, kalian akan dijadikan sebagai teman penjaga rahasia dan memiliki derita yang sama. Dalam setiap unit apapun ia berada, jika seorang pemimpin dapat membawa dua masalah ini dengan seimbang berarti ia telah berhasil dalam kepemimpinan di ukuran tersebut. Jika permasalahan hanya bergantung dengan keseriusan dan kekerasan kalian, akan dianggap oleh para lawan bicara sebagai bentuk kebencian, terbesit komentar aneh berhubungan dengan yang kalian lakukan, menghubungkannya kedalam bait negatif seperti “gila kerja” dan pada akhirnya kalian akan jatuh kedalam posisi seorang pemimpin yang tidak didengar perkataannya sambil merasakan kehilangan kewibawaan. Yang mana meski kalian dalam kondisi berlari mati-matian, apa yang kalian lakukan akan tertindas kedalam pandangan yang negatif begitu tersohor dengan sifat-sifat yang negatif pula.

Selain itu, ketika seseorang melakukan kesalahan saat tidak mampu menjaga keseimbangan ini ia pun seharusnya tidak bersikap keras kepala dalam kesalahannya dan seharusnya mencoba untuk memperbaiki kesalahannya itu. Mari kita katakan bahwa, kalian telah memarahi siswa kalian karena kesalahan yang ia lakukan, ketika kalian sebenarnya mampu untuk memperingatinya dengan bujukan yang logis, kalian telah mematahkan hatinya dengan sikap yang keras. Dihadapan kondisi yang seperti ini, pertama yang harus dilakukan, kalian perlu membuka dompet kalian dengan murah hati begitu menggandengnya dengan segera, menjamunya dan berusaha mengambil hatinya dengan cara memberikan uang jajan dan kalian harus mampu mengatakan “Maafkanlah saya.” Kalian akan mengatakan “Jika kamu tidak memaafkan saya, saya tidak akan meninggalkan kamu!.” Dengan ini, jika kesalahan yang dilakukan segera diperbaiki, hati yang terpatahkan itu pun akan kembali terangkul dan hubungan dengan kalian akan tersegarkan kembali. Ya, salah satu asas yang paling penting tugas kita adalah kasih sayang. Kasih sayang disamping kedisiplinan, kasih sayang disamping etika kerja, kasih sayang disamping hidup secara teratur… kasih sayang, kasih sayang, kasih sayang…

Apakah kalian tidak melihat kedalam kehidupan Nabi Muhammad SAW! Ia selalu mengatakan apa yang ia katakan kepada khalayak umum, ia tidak pernah berbicara menjurus langsung kepada seseorang. Ketika melihat seseorang dikucilkan ia segera bergerak melindunginya. Misalkan, suatu hari seseorang yang baru masuk Islam, meminta bantuan dari Nabi Muhammad SAW begitu datang kehadapan Beliau. Rasulullah memberikan apa yang orang tersebut inginkan. Namun ia, mengungkapkan ketidakpuasannya sambil merasa tidak cukup dengan hal ini. Oleh karena itu beberapa dari para sahabat bergerak untuk memberi hukuman akan ketidakhormatannya ini, mereka berjalan menuju orang itu. Namun Nabi Agung yang dikirimkan sebagai rahmat untuk seluruh alam, menghalangi mereka dan membahagiakan orang tersebut sambil memberikan sesuatu yang lain. Setelah itu Beliau memberikan sebuah contoh begitu kembali kepada para sahabat seperti ini : “Seseorang melepaskan seekor unta dan orang-orang berlari untuk menangkap unta tersebut. Namun unta yang bergairah itu semakin menjadi-jadi dan lari sekuat tenaga. Pemilik unta datang dengan segenggam rumput ditangannya dan berkata : ‘Jangan mencampuri urusanku dengan untaku!.’ Setelah itu mendekati untanya secara perlahan, memasang tali ke lehernya dan membawanya begitu mengambilnya.” Nabi Muhammad SAW, setelah memberikan contoh ini ia kembali ke para sahabat dan bersabda: “Jika kalian tidak membiarkan orang itu kepada saya, kalian pun akan semakin menjauhkannya dan kalian telah melemparkannya kedalam api. Janganlah kalian ikut campur urusan ummatku!.”

Dari segi ini kita bisa mengatakan bahwa jika kita menunjukkan kebencian dan amarah begitu berkata, “kita akan bersikap disiplin, kita akan membawa orang-orang kedalam barisannya begitu bersikap disiplin” kita akan membuat mereka lari dari kita dan menjauh. Daripada itu, tanpa harus menjauhkan sikap keseriusan dari genggaman, kita harus memeluk mereka dengan rasa cinta yang dalam dan kasih sayang yang luas dan mengepakkan sayap untuk mereka. Yang mana, mereka harus melihat kedalam mata kita dan membuat mereka menunggu dari kita apa yang mereka tunggu dari ayah-ibu mereka.

Pada akhirnya, dalam pemahaman ahlak yang kita miliki secara mutlak harus ada sebuah kedisiplinan, secara pasti harus menjaga sikap keseriusan, namun di sisi lain harus memiliki rasa kasih sayang dan rangkulan yang luhur. Ketika kedua ini dibawa dalam ukuran yang seimbang itu berarti telah meletakkan sebuah kepemimpinan yang ideal. Karena sebuah sanjungan akan menghasilkan sanjungan. Ini adalah ahlak Ilahi. Allah SWT bersabda: فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ “Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu.” Dari segi ini jika kita memeluk orang-orang yang ada dibawah tangan kita, membukakan hati kita, merangkul mereka dengan kasih sayang dan kedekatan, mereka pun akan memaparkan kesetiaan dalam ukuran yang diinginkan dan berusaha untuk menunaikan tugasnya semampu mungkin dalam bentuk yang sempurna.

(Diterjemahkan dari artikel berjudul “İdarecilikte Ciddiyet ve Şefkat” dari buku Kırık Testi 10; Cemre Beklentisi)

mengembangkandiri.com_four-gingerbread-cookies-on-green-childrens-hand-2022-02-24-06-34-41-utc

Kasih Sayang dan Kekerasan

Karya Pembaca: Mahir Martin

Dunia memang selalu berubah, bergerak dengan dinamis untuk mencari keseimbangan baru. Beragam peristiwa silih berganti, datang dan pergi membuat kita terkadang harus berada pada kondisi terjepit antara hitam dan putih, gelap dan terang, peperangan dan perdamaian, permusuhan dan persahabatan.

Di tengah kondisi yang terkadang begitu memilukan, hanya ada satu obat penawar bagi segala kemuraman, cahaya bagi kegelapan, kesepakatan bagi peperangan, dan persaudaraan bagi permusuhan. Obat penawar itu adalah rasa kasih sayang. Rasa kasih sayang yang akan menggerus kekerasan yang terjadi di masyarakat.

Pancaran Kasih Sayang

Kasih sayang adalah pancaran dari cahaya akhlak Ilahi yang direpresentasikan dengan hati. Layaknya seorang ibu yang mencurahkan kasih sayang kepada anak-anaknya, seorang guru kepada murid-muridnya, seorang atasan kepada bawahannya.

Seseorang yang sanubarinya diliputi oleh rasa kasih sayang, tidak akan pernah meminta balasan apapun darinya. Kasih sayang akan menjadi kekuatan bagi yang lemah, penghangat bagi yang kedinginan, teman bagi yang kesepian, dan kehadiran bagi seseorang yang tak memiliki siapapun dalam kehidupannya.

Bukankah Nabi berkata bahwa barangsiapa yang tidak menghormati yang lebih tua dan tidak menyayangi yang lebih muda, maka bukanlah bagian dari kita? Ya, begitu pentingnya nilai kasih sayang, sampai-sampai Nabi pun memberikan peringatan ini.

Dengan kekuatan kasih sayang, hati yang keras pun akan menjadi lembut, kepedulian sosial akan muncul, dan saling tolong-menolong akan tumbuh dan berkembang di masyarakat. Dengan kekuatan kasih sayang juga, negara akan menjadi tempat dimana ketuhanan, kemanusiaan, persatuan dan kesatuan, hikmat dan kebijaksanaan, dan keadilan sosial akan dielu-elukan oleh rakyatnya.

Ya, kasih sayang adalah pancaran suci dari langit kepada kita semua. Jika kita ada pada hari ini dan mampu bertahan dalam kehidupan ini, itu karena kasih sayang-Nya; Jika kita saling menyayangi dan disayangi oleh orang-orang yang ada di sekitar kita, itu juga karena rahmat-Nya.

Nabi kita juga mengajarkan dan mencontohkan kepada kita bagaimana seharusnya kita hidup dan bermuamalah dengan penuh kasih sayang, kecintaan, dan kelembutan dalam beragama. Dalam beragama tidak boleh ada paksaan, penekanan, menyusahkan dan menyulitkan.

Kekerasan dalam Beragama

Ajaran dan teladan Nabi dalam beragama tersebut memang seharusnya bisa kita terapkan dalam kehidupan. Namun sayangnya, ada sebagian dari kita yang gagal memahami ajaran agama, gagal merepresentasikannya. Sehingga karena rasa takut yang dirasakan dari paksaan dan kekerasan yang dilakukan, banyak orang-orang yang akhirnya salah mengenali kita. Bukankah pepatah mengatakan bahwa manusia akan memusuhi sesuatu yang tidak dikenalinya?

Ya, hal ini terjadi karena kita tidak mampu untuk keluar dari daerah kita, kita cenderung menutup diri, dan gagal mengedepankan komunikasi dan dialog yang sehat dengan orang-orang yang berbeda pandangan dengan kita. Akhirnya akan selalu muncul percikan api pertikaian antara orang-orang yang beriman dengan yang tidak memiliki keimanan yang sama.

Orang-orang yang beragama terkadang memaksakan kehendaknya dengan kekerasan. Kekerasan sangat bertolak belakang dengan fitrah manusia yang memiliki iradah dan kebebasan berpikir.

Cara seperti itulah yang sangat bertentangan dengan akal dan logika manusia. Cara itu bukanlah cara yang berdasarkan dengan hasil pemikiran yang benar. Cara itu bisa saja menjadi bumerang yang justru dampak buruknya akan kembali kepada siapa yang melakukannya.

Hal ini yang akhirnya menyebabkan profil seseorang yang beragama menjadi sesuatu yang menakutkan dan mengkhawatirkan. Jika ini terjadi, maka kedepannya untuk merubah keadaan ini akan semakin sulit dilakukan, dan mungkin kekuatan kita tidak akan mampu menghadapinya.

Sebuah Refleksi

 Bagi orang yang beriman, menggunakan kekerasan untuk memaksakan kehendaknya, sebenarnya menunjukkan betapa lemah keimanannya. Artinya, ia tidak benar-benar yakin dengan keimanannya sehingga ia harus membuktikannya dengan memaksakannya kepada orang lain.

Seorang mukmin sejati akan begitu percaya dengan nilai-nilai yang ia miliki dan yakini. Ia akan mengubahnya menjadi pandangan hidup sehingga ia tidak akan takut untuk hidup bersama dengan orang-orang yang memiliki pandangan keimanan yang berbeda.

Ia berani untuk berdialog dengan mereka, meskipun terkadang berada di bawah naungan mereka. Karena seseorang yang tidak ragu dengan nilai-nilai keimanan dalam dirinya, ia tidak akan merasa tertekan dengan melihat kehidupan dan keimanan orang lain.

Apakah ini berarti bahwa nilai-nilai keimanan tidak bisa kita jelaskan kepada orang lain yang belum mendapatkan petunjuk keimanan?

Sudah menjadi tabiat manusia ingin menjelaskan atau mengajak orang lain kepada sesuatu yang ia yakini kebenarannya. Jika hal ini dilakukan dengan cara-cara yang benar, dengan adab dan cara yang benar, dengan tetap menghormati iradah dan kebebasan berpikir yang dimiliki masyarakat, maka masyarakat akan sangat salut, menghargai, dan mengambil contoh dari nilai-nilai keimanan tersebut. Bahkan, mungkin saja mereka akan mengakui nilai-nilai keimanan tersebut dengan menggunakan iradah dan kebebasan yang ada dalam diri mereka masing-masing.

Alhasil, setiap orang berhak memiliki nilai-nilai yang ia yakini, hidupi, dan mungkin ia ingin bagikan kepada orang lain. Yang menjadi permasalahan adalah ketika cara-cara yang penuh kasih sayang dan kelembutan telah digantikan dengan kekerasan dan paksaan dalam menyikapinya.

Oleh karenanya, yang perlu kita kedepankan adalah iradah dan kebebasan berpikir manusia dalam memandang sesuatu. Seseorang yang memiliki pandangan yang berbeda terhadap nilai-nilai yang kita anggap benar adalah suatu kewajaran dan menjadi kekayaan keberagaman yang ada di kehidupan bermasyarakat.