Başkalarına hayat vermek için yaşayın (3)

TAKDIR YANG BAIK

Ditulis Oleh : Fajar Sidiq

Baiklah, satu hal yang pasti. Tidak ada yang bilang kehidupan yang kita jalani itu mudah. Semua orang selalu memiliki rintangan dan masalah yang dihadapinya masing-masing.  Namun, seiring dengan hal tersebut, manusia sebagai makhluk yang ‘rajin mengeluh’ biasanya memperburuk keadaan dengan keluhan-keluhannya. Dengan berbagai perasaan dan pikiran negatifnya. Pusing dengan masalah, ditambah pula dengan keluhan. Paket komplit.

Badiuzzaman Said Nursi memberi isyarat tersebut kepada kita bahwasanya ketika kita mengeluh terhadap ujian yang diberikan oleh Allah SWT., maka sejatinya ujian kita menjadi dua. Satu adalah ujian yang datang dari Allah SWT., satu lagi adalah keluhan-keluhan yang membuat pikiran kita semakin rumit.

Memang, manusia itu sejatinya sangatlah lemah. Rajin mengeluh, sedikit bersyukur. Allah SWT. sendirilah sebagai sang khalik yang tentu paling tahu mengenai manusia.

“Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. (19) Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, (20) dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir.” (Q.S. Al-Ma’arij: 19-21).

Begitulah tabiat manusia, sedikit-sedikit panik, sedikit-sedikit juga mengeluh. Ketika mereka ditimpa keburukan seperti sakit, miskin, musibah, ya mereka mengeluh, protes, komplain dengan yang Allah berikan. Sementara itu, ketika mereka diberi kebaikan seperti diberi harta, umur yang panjang, mereka malah menjadi pelitnya minta ampun, mendadak lupa apa definisi sedekah. Bahkan, sebagian mereka ada yang berperilaku seperti Qarun yang berkata “sungguh ini semua adalah hasil jerih payahku”. Capek deh.

Dalam hal perkeluhan ini, ada baiknya juga kita dengarkan wejangan dari Ghandi. Dia berpendapat bahwa keep your toughts positive. Because your thoughts become your words. Jagalah pikiranmu tetap positif, karena pikiran positif akan menjadi kata-katamu. Keluhan itu adalah suatu hal yang negatif, kontrakproduktif dengan masalah yang sedang dihadapi. Sederhananya, hanya dengan mengeluh masalah yang kita hadapi tidak pernah akan selesai begitu saja. Keluhan malah memperburuk keadaan. Maka dari itu, agar kita tidak mengeluh, langkah pertama yang harus kita lakukan ialah berpikir positif. Dengan berpikir positif, maka kata-kata yang akan kita keluarkan akan sama positifnya. Alih-alih mengeluh, kita akan ber-husnuzan kepada Allah yang memberikan ujian tersebut bahwa pasti ada hikmah di balik ujian yang kita emban. Bukankah Allah SWT. sesuai dengan prasangka hamba-Nya? Maka dari itu, tetaplah ber-husnuzan untuk setiap hal yang datang kepada kita.

Ghandi melanjutkan bahwasanya, keep your words positive, because your words become your behaviors. Jagalah kata-katamu, karena kata-katamu itu akan menjadi kebiasaan yang kamu lakukan. Saya adalah seorang mahasiswa yang berkuliah di Bandung. Konon katanya, ada beberapa orang Bandung yang juga mahasiswa sama seperti saya, setiap dia berbicara selalu menyisipkan kata-kata kasar. Entah itu blog, anying, dan ragam bahasa kasar lainnya. Dan ternyata, itu benar!! Kata-kata kasar sudah mendarah daging dalam dirinya. Mungkin, saat pelajaran bahasa Indonesia dulu, dia salah mengartikan fungsi koma dan malah diganti dengan kata-kata kasar. Dan bahkan, orang kata-kata kasar juga berpengaruh kepada bagaimana seseorang berperilaku. Lihatlah bagaimana para pelaku mabuk-mabukan, pelaku zina, dan pelaku maksiat lainnya saat berinteraksi, bukankah kata-kata kotor juga senantiasa menemani mereka? Aneh sekali rasanya jika ada orang mabuk-mabukkan sambil bilang alhamdulillah dalam rangka bersyukur bisa mabuk.

Hal ini sebetulnya tidak terbatas hanya pada kata-kata kasar saja. Setiap hal yang sering kita lakukan, atau bahasa yang kita ucapkan sehari-hari, berpengaruh juga kepada kebiasaan yang kita jalankan. Misalnya orang Sunda yang terbiasa berbicara bahasa Sunda. Sering sekali ketika ia berbicara bahasa Indonesia selalu menyisipkan kata-kata bahasa Sunda seperti atuh, euy, dan malah terkadang biasanya dicampur antara bahasa Sunda dengan bahasa Indonesia. Karena itu, Ghandi menegaskan bahwa keep your behaviors positive, because your behaviors become your habits. Jagalah kelakuan-kelakuan kita tetap positif, karena perilaku yang senantiasa kita lakukan akan berubah menjadi kebiasaan. Kita dibiasakan shalat sejak kecil, maka insyaallah ketika kita dewasa, shalat sudah menjadi makanan keseharian kita. Sebaliknya, jika kita tidak dibiasakan shalat, mungkin untuk menjalankan satu shalat saja tantangannya luar biasa beratnya bagi kita.

Ghandi melanjutkan, keep your habits positive, because your habits become your values. Jagalah kebiasaan kita tetap positif, karena kebiasaan kita akan berubah menjadi bagaimana nilai di dalam diri kita. Menurutmu, bagaimana cara orang-orang menilai seseorang? Si A memiliki julukan sebagai seorang ustaz tentu karena kebiasaan ibadah yang dia lakukan. Si B diberi julukan tukang ngibul karena ia rajin berbohong. Kira-kira, begitulah sepintas bagaimana orang lain menilai kualitas nilai yang ada di dalam diri manusia.

Namun, tentu komentar orang lain bisa dijadikan sebagai bahan evaluasi bagi diri kita sendiri. Di sisi lain, penilaian tersebut bukanlah penilaian yang sejati. Si A dianggap ustadz karena rajin beribadah, tetapi ternyata dia hanya ingin riya saja. Maka dari itu, yang paling tahu tentang nilai diri kita adalah diri kita sendiri. Dan kebiasaan-kebiasaan baik, adalah bagaimana cara agar kita terbiasa dengan hal-hal yang baik, dengannya semoga kita bener-bener jadi orang yang baik pula.

Terakhir, Ghandi meneruskan bahwasanya keep your values positive, because your values become your destiny. Jagalah nilai diri kita positif, karena nilai diri tersebut akan berubah menjadi takdir kita. Memang betul, bahwa takdir manusia telah ada bahkan 50.000 tahun sebelum alam semesta diciptakan. Namun, karena hal tersebut sebagian orang keliru dalam menafsirkannya. Sebagian orang berpikir karena takdir telah ditetapkan, maka untuk apa kita berusaha? Untuk apa kita berbuat? Orang toh baik-buruknya semua sudah ditentukan, kita pasrah saja tanpa usaha dan biarkan semesta bekerja. Biasanya, kalimat Jabariyah seperti ini dilontarkan untuk dijadikan sebagai pembenaran saja.

Sementara itu, terkadang kita melupakan definisi dari tawakal itu sendiri. Tawakal itu tentunya berserah diri kepada Allah SWT. Namun, penyerahan diri tersebut setelah diiringi oleh ikhtiar yang kita lakukan. Kenapa saat manusia melakukan dosa itu memiliki konsekuensi untuk dihukum? Karena dosa yang dilakukan manusia memiliki campur tangan dari kehendak manusia itu sendiri. Maka dari itu, ikhtiar dan tawakal itu benar-benar penting untuk kita jalankan.

Terdapat ungkapan bahwasanya “jika kita ingin melihat seperti apa diri kita 5 tahun mendatanga, maka kita cukup melihat apa yang kita kerjakan di hari ini.” Mungkinkah ketika kita ingin menjadi seorang penulis misalnya, kita hanya bermalas-malasan saja? Mungkinkah kita menginginkan barang yang kita inginkan, kita hanya berdiam diri saja sementara itu kita tidak pergi ke toko di mana barang tersebut dijual? Maka dari itu, jawaban sederhananya, takdir kita di masa depan, bisa jadi tergantung apa yang sedang kita kerjakan hari ini. Jika kita mencita-citakan jadi orang baik, saleh, rajin shalat misalnya. Tak mungkin kita tak mengusahakannya dari sekarang dengan memperbaiki diri kita beserta amal-amal kebaikan yang menyertainya.

Seseorang yang ditakdirkan mendapatkan peran tertentu selalu beriringan dengan nilai diri yang mereka miliki. Seorang presiden misalnya, tentu sebelum-sebelumnya ia sudah belajar banyak hal. Dimulai dari kemampuan berpolitik, bersosial, public speaking, negosiasi, ekonomi, dan hal lainnya. Suatu peran selalu beriringan dengan kemampuan seseorang tersebut.

Sementara itu, jika kita melihat terdapat mereka yang menempati suatu peran, tetapi dirinya tidak memiliki kapabilitas dalam menjalankan peran tersebut, maka kata rasulullah saw. “Apabila suatu urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah terjadinya kiamat.” (HR. Al-Bukhari).

Itulah mengapa nilai diri itu bisa jadi mengantarkan kita kepada ‘takdir kita’. Maka dari itu, untuk mengejar takdir yang baik, mulailah dari berpikiran yang baik-baik, ber-husnuzan. Agar dengan prasangka baik itu, semoga kita ditakdirkan menjadi baik. Menjadi golongan kanan. Ashabul yamin. Amiinn…

Referensi:

mengembangkandiri.com (17)

SISTEM PENDIDIKAN KITA

Alamiahnya, pikiran kita akan tertuju pada kualitas sekolah-sekolah dan beberapa guru ketika tahun ajaran baru telah dimulai. Tetapi kita tidak dapat berhenti memikirkan hal tersebut karena pendidikan sekolah adalah merupakan sesuatu yang cukup penting untuk membangun manusia yang berkualitas. Sekolah dapat dianggap sebagai sebuah laboratorium yang dimana sebuah obat mujarab yang ditawarkan dapat mencegah ataupun mengobati beberapa penyakit dalam hidup, dan guru-guru adalah orang-orang ahli yang keterampilan dan kebijaksanaannya dibutuhkan untuk menyiapkan dan meramu obat mujarab tersebut.

Sekolah adalah sebuah tempat untuk belajar, di mana segala sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan ini dan kehidupan setelahnya dapat dipelajari di sini. Sekolah dapat menyebarkan sinar pada gagasan-gagasan dan kejadian-kejadian penting dan membuat para muridnya mengerti tentang lingkungan alam dan kehidupan manusia di sekitar mereka. Sekolah juga dapat dengan cepat membuka jalan untuk menyibak arti dari segala sesuatu dan kejadian, yang menggiring manusia menuju keutuhan pemikiran dan perenungan. Intinya, sekolah adalah sejenis tempat ibadah di mana imamnya adalah para guru.

Sekolah-sekolah yang bagus sama berharganya dengan paviliun-paviliun para malaikat, di mana perasaan-perasaan akan kebaikan dikembangkan untuk para muridnya dan membimbing mereka untuk meraih kemuliaan pikiran dan semangat. Namun apabila terjadi sebaliknya, mereka nampak terbangun dengan sempurna, namun pada kenyataannya mereka mengalami kerusakan –mereka menanamkan ide-ide yang salah kepada murid-murid mereka– yang dapat mengakibatkan murid mereka menjadi seorang ‘monster.’ Sekolah seperti ini sama dengan sarang ular, dan kita harus merasa malu karena sekolah seharusnya merupakan sebuah tempat untuk belajar.

Seorang guru sejati adalah seseorang yang menabur benih-benih murni dan memeliharanya. Adalah merupakan tugasnya untuk selalu berada dalam kebaikan dan pikiran yang sehat, dan juga untuk selalu memimpin dan membimbing anak-anak menghadapi segala sesuatu di dalam hidup mereka. Di kehidupan nyata, yang biasanya anak-anak memiliki arah yang berbeda, mereka memperoleh karakter dan identitas mereka yang stabil, begitu juga ketika mereka berada di sekolah; seorang anak adalah merupakan bentuk dari cetakan mereka yang sebenarnya dan mencapai sebuah kepribadian yang misterius. Sama seperti sebuah sungai yang lebar dan penuh yang mendapatkan kekuatan ketika aliran sungai itu mengalir di dalam sebuah saluran yang sempit, begitu juga dengan kehidupan yang terus mengalir tak tentu arah ini yang kemudian disalurkan menuju kebersamaan melalui media sekolah. Sama halnya dengan, buah adalah merupakan perwujudan dari kebersamaan yang tumbuh dari keberagaman pohon-pohon buah.

Sekolah dianggap berhubungan dengan beberapa fase kehidupan saja. Kenyataannya lebih dari itu. Sekolah adalah sebuah ‘teater’ di mana semua hal yang tersebar di dunia ini ditampilkan di sini. Sekolah menyediakan segala kemungkinan untuk terus membaca dan berbicara kepada para murid bahkan ketika suasana hening sekalipun. Karena hal itulah, meskipun terlihat sulit untuk terlibat dalam sebuah fase kehidupan, namun sekolah mampu mengontrol semua waktu dan kejadian. Setiap murid biasanya menerapkan kembali di sepanjang hidupnya apa yang telah ia pelajari di sekolah dan selalu memperoleh efek dari pelajaran tersebut. Apa yang dipelajari ataupun diperoleh di sekolah dapat berupa khayalan dan cita-cita, atau keterampilan dan kenyataan tertentu. Namun, apa yang lebih penting adalah bahwa segala sesuatu yang diperoleh haruslah, dengan beberapa cara yang misterius, menjadi kunci untuk pintu-pintu yang tertutup, dan sebagai sebuah panduan menuju jalan untuk kebaikan.

Informasi yang benar yang didapat di sekolah dan benar-benar mampu menghubungkan berbagai pribadi, adalah sebuah alat dimana sebuah individu dapat terangkat menuju awan-awan di dunia yang luas ini dan mampu mencapai batas-batas keabadian. Informasi yang tidak benar-benar menghubungkan berbagai pribadi ini adalah tidak lebih dari sebuah beban yang dipikul di atas pundak murid-murid. Ini adalah sebuah beban tanggung jawab bagi para pemiliknya, dan setan adalah pengacau pikiran. Informasi yang seperti itu, yang mudah diingat namun susah untuk dicerna, tidak menyediakan sinar menuju pikiran dan semangat yang tinggi, namun meninggalkan gangguan terhadap pribadi itu sendiri.

Jenis pengetahuan terbaik yang harus didapatkan di sekolah adalah sebuah pengetahuan yang mampu membuat para murid menghubungkan segala peristiwa yang terjadi di dunia luar dengan pengalaman-pengalaman mereka sendiri. Seorang guru harus menjadi seorang pemandu yang dapat memberikan pandangan tentang apa yang sedang mereka alami. Tidak diragukan lagi bahwa pemandu terbaik (dan ia yang selalu mengulang-ulang pelajarannya) adalah kehidupan itu sendiri. Meskipun demikian, bagi mereka yang tidak tahu bagaimana memetik langsung pelajaran dari kehidupan ini adalah mereka yang membutuhkan perantara. Perantara-perantara ini adalah para guru –adalah mereka yang mampu menyediakan penghubung antara kehidupan dan sebuah pribadi, dan menginterpretasikan peristiwa-peristiwa yang ada dalam kehidupan ini.

Media massa dapat menyampaikan berbagai informasi kepada seluruh umat manusia, namun media massa tidak akan pernah dapat memberi pelajaran akan kehidupan yang sebenarnya. Dalam hal ini, guru-guru adalah sosok yang tidak akan pernah tergantikan. Hanyalah guru itu sendiri yang dapat menemukan jalan menuju hati para muridnya dan menanamkan pada pikiran mereka tanda-tanda yang tidak mudah luntur. Para guru yang benar-benar mampu mencerminkan dan menyampaikan kebenaran akan juga mampu menjadi seorang panutan yang baik bagi para muridnya dan juga dapat mengajarkan kepada mereka tujuan-tujuan dari ilmu pengetahuan. Guru-guru akan menguji coba berbagai informasi yang akan mereka sampaikan kepada murid-murid mereka melalui penyaringan pikiran mereka sendiri, bukan dengan metode Barat sebagaimana yang kini sering digunakan untuk menemukan jawaban akan segala sesuatu yang terjadi.

Para murid Nabi Isa, belajar darinya tentang bagaimana mengambil resiko akan kehidupan mereka demi tercapainya tujuan mereka dan mampu bertahan ketika mereka berada di mulut singa-singa; mereka tahu bahwa guru mereka telah membekali mereka dengan pelajaran-pelajarannya meskipun mereka berada di ambang batas kematian. Mereka yang telah meletakkan harapan, dan juga memberikan hatinya kepada, Nabi Muhammad, seorang panutan terbaik akan kemanusiaan, menyadari bahwa penderitaan demi tegaknya kebenaran akan menghasilkan kedamaian dan keselamatan. Melalui pengamatan mereka, murid-murid Nabi Muhammad mengetahui bahwa beliau selalu mendoakan orang-orang yang membencinya agar mereka mendapatkan kedamaian dan kebahagiaan walaupun seringkali orang-orang tersebut menyakiti Nabi Muhammad.

Sebuah pelajaran berharga adalah apa yang diajarkan di sekolah oleh para guru sejati. Pelajaran ini tidak hanya menawarkan sesuatu kepada para muridnya, namun juga mampu mengangkat mereka menuju kondisi yang baru dan lebih baik. Dengan begitu, seorang murid akan memperoleh sebuah pandangan yang mampu menembus kebenaran akan segala sesuatu dan melihat setiap kejadian sebagai sebuah tanda dari dunia-dunia yang tak terlihat.

Sekolah akan menjadi sebuah tempat yang begitu melelahkan untuk belajar dan mengajar, apabila para muridnya, melalui semangat yang makin memuncak dari para gurunya, terkadang terlalu jauh melayang menuju angkasa. Kadang-kadang kesadaran mereka terlalu meluap melewati batas kehidupan normal, membanjiri para muridnya dengan rasa keingintahuan akan apa yang mereka pikirkan atau rasakan ataupun alami.

Seorang guru sejati memahami petunjuk-petunjuk dari beberapa kejadian dan peristiwa dan mencoba untuk mengidentifikasi kebenaran-kebenaran di dalamnya, menguraikan rinciannya dengan menggunakan setiap kemungkinan yang ada.

Seorang guru Rousseau terkenal dengan kepemilikan suara hatinya; guru dari Kant memiliki suara hati beserta alasan-alasannya.. Di sekolah Maulana dan Yunus, guru mereka adalah Nabi Muhammad. Al-Qur’an adalah merupakan wahyu, dimana kata-kata di dalamnya adalah merupakan pelajaran-pelajaran akan Ketuhanan –kata-kata tersebut bukanlah kata-kata biasa namun kata-kata yang penuh misteri yang mampu menjangkau semua kalangan, dan kata-kata tersebut merupakan pembuktian akan kesatuan yang paling tinggi dari keberagaman.

Sekolah yang bagus adalah sebuah tempat suci di mana sinar Al-Qur’an akan dipusatkan, dan guru adalah seorang pemimpin yang memiliki kekuatan sihir dari laboratorium misterius ini. Guru sejati yang sebenarnya adalah ia yang akan menyelamatkan kita dari luka-luka di masa lalu, dan, dengan kekuatan kebijaksanaannya, mengenyahkan kegelapan yang menyelubungi dunia kita.

mengembangkandiri.com (16)

CINTA DAN KASIH SAYANG

DITULIS OLEH: FETHULLAH GÜLEN

Cinta adalah bagian terpenting dari setiap makhluk. Ia adalah sinar paling cemerlang dan kekuatan paling dahsyat yang dapat melawan dan mengatasi segala hal. Cinta mengangkat setiap jiwa yang meresapinya, dan mempersiapkan jiwa itu untuk perjalanan menuju keabadian. Jiwa yang mampu membangun hubungan dengan keabadian melalui cinta, memacu dirinya untuk mengilhami jiwa-jiwa lain untuk memperoleh hal yang sama. Jiwa itu membaktikan hidupnya untuk tugas suci ini, yang demi tugas tersebut, ia rela memikul segala penderitaan yang paling pedih, dan seperti ketika ia melafalkan “cinta” pada hembusan nafas terakhirnya, ia juga akan mengucapkan “cinta” ketika diangkat pada Hari Pembalasan kelak.

Tidaklah mungkin jiwa yang tak memiliki cinta dapat naik ke horison kesempurnaan manusia. Meskipun ia hidup beribu tahun, ia tak akan mampu melangkah menuju kesempurnaan. Mereka yang kehilangan cinta, seperti orang-orang yang terperangkap dalam sikap mementingkan diri sendiri, tidak mampu mencintai orang lain dan benar-benar tidak menyadari cinta yang tertanam dalam-dalam pada setiap yang ada.

Seorang anak disambut dengan cinta ketika ia lahir, dan tumbuh dalam suasana hangat dari jiwa-jiwa yang penuh kasih sayang. Meskipun anak-anak mungkin tidak merasakan cinta dengan kadar yang sama pada fase kehidupan berikutnya, mereka selalu merindukan dan mengejarnya selama hidup mereka.

Ada banyak bias cinta pada paras matahari; air menguap, naik membubung tinggi, dan setelah mengembun dalam tetasan-tetasan di bubungan tinggi itu, tetesan-tetesan itu jatuh dengan riangnya ke bumi pada sayap-sayap cinta. Lalu, ribuan kuntum bunga bermekaran bersamaan dengan cinta, menawarkan senyuman indah ke sekeliling. Embun menetes pada dedaunan membiaskan cinta dan berkelap-kelip dengan jenakanya. Domba dan anak-anaknya mengembek dan berjingkrakan dengan cinta, dan burung-burung serta anak-anak ayam bercicitan dengan cinta memadukan suara cinta.

Setiap makhluk ambil bagian dalam orkestra paripurna cinta di dunia dengan simponi khasnya dan mencoba mendemonstrasikannya, dengan bebas semaunya atau dengan sifat bawaannya, aspek cinta yang begitu dalam yang ada pada kehidupan.

Cinta melekat pada jiwa manusia sebegitu dalam sehingga banyak orang rela meninggalkan rumah untuk mengejarnya, banyak rumah tangga hancur, dan, di tiap sudut seorang Majnun mendesah dengan cinta, merindukan Layla.[1]Bagi mereka yang belum menemukan cinta yang ada pada diri mereka, penjelmaan cinta seperti itu dianggap sebagai keganjilan!

Mementingkan orang lain adalah sikap mulia yang dimiliki manusia, dan sumbernya adalah cinta. Siapapun yang memiliki andil terbesar dalam masalah cinta ini, mereka lah pahlawan kemanusiaan paling hebat; orang-orang ini telah mampu mencabut perasaan benci dan dendam pada diri mereka. Pahlawan-pahlawan cinta ini akan senantiasa hidup bahkan setelah mereka tiada. Jiwa-jiwa agung ini, yang tiap hari menyalakan suluh cinta yang baru dalam alam batiniah mereka dan menjadikan hati sebagai sumber cinta dan altruisme, akan disambut dan dicintai masyarakat. Mereka berhak untuk memasuki kehidupan abadi atas ridha Yang Mahaadil.

Seorang ibu yang rela mati demi anaknya adalah pahlawan cinta; orang-orag yang membaktikan hidup untuk kebahagiaan orang lain adalah “pejuang yang gagah berani”, dan mereka yang hidup dan mati untuk kemanusiaan diabadikan dengan monumen-monumen yang tak kenal mati yang pantas untuk disematkan ke dalam hati kemanusiaan. Di tangan para pahlawan ini, cinta menjadi obat mujarab untuk mengatasi setiap hambatan dan kunci untuk membuka setiap pintu. Mereka yang memiliki obat mujarab dan kunci demikian ini lambat atau cepat akan dapat menguak gerbang semua belahan dunia dan menyebarkan semerbak wangi kedamaian di mana pun, dengan menggunakan “pedupaan” cinta di tangan.

Cara paling langsung untuk sampai pada hati umat manusia adalah cara cinta, jalan para Nabi. Mereka yang menempuh jalan ini jarang sekali ditolak, kalaupun ditolak oleh segelintir orang, mereka disambut dengan gembira oleh ribuan lainnya. Sekali mereka diterima dengan cinta, tak akan ada yang mampu menghalangi mereka untuk meraih cita-cita gemilang, keridhaan Tuhan.

Betapa bahagia dan melimpahnya mereka yang mengikuti petunjuk cinta. Sebaliknya, betapa malangnya mereka yang melakoni kehidupan “tuli dan bisu,” tidak menyadari hakikat cinta yang dalam pada jiwa mereka!

Ya Allah Yang Mahaagung! Hari ini ketika benci dan dendam meruap di mana-mana seperti gumpalan-gumpalan kegelapan, kami berlindung di bawah Cinta-Mu yang tak berbatas dan memohon dengan sangat di pintu-Mu, agar Engkau memenuhi hati hamba-hamba-Mu yang jahat dan bengis dengan rasa cinta dan kasih sayang!

 

Referensi

[1] Layla dan Majnun adalah dua sejoli yang dimabuk cinta dalam kisah legendaries literatur Timur.

mengembangkandiri.com (15)

TAHU SAJA TIDAK CUKUP

Ditulis Oleh: Fajar Sidiq

Jika kita lihat media sosial akhir-akhir ini, maka kita akan menemukan banyak sekali perdebatan di dalamnya. Bahkan, perdebatan tersebut juga terjadi di kalangan sesama Muslim. Apa saja didebatkan. Mulai dari hukum, etika, dan bahkan sampai kredibilitas keimanan seseorang. Tak jarang Muslim yang satu membabi buta menuduh Muslim yang lainnya tidak beriman. Bahkan terlampau jauh sampai mengkafirkan sesama Muslim. Innalillahi wa inna ilaihi raji’un.

Terlepas apakah umat Muslim dewasa ini mengulang kembali sejarah yang akan berujung kepada perpecahan. Fenomena ini menarik bagi kita untuk menyelami kembali sebetulnya apa hakikat sejati dari iman itu sendiri?

Iman berasal dari Bahasa Arab dari kata dasar amana yu’minu-imanan, artinya beriman atau percaya. Percaya dalam  Bahasa  Indonesia  artinya  meyakini  atau  yakin  bahwa  sesuatu  (yang  dipercaya)  itu  memang  benar  atau  nyata adanya. Abul ‘Ala al-Mahmudi menterjemahkan iman dalam Bahasa inggris faith, yaitu to know, to believe, to be convinced beyond the last shadow of  doubt yang  artinya,  mengetahui,  mempercayai,  meyakini  yang  didalamnya  tidak  terdapat  keraguan  apapun. Sedangkan secara istilah iman adalah “membenarkan dengan hati, mengucapkan dengan lisan dan melaksanakan dengan anggota badan”

Ketika rombongan Arab Badui datang kepada rasulullah saw. dan menyatakan bahwa mereka telah beriman, rasulullah saw. memberi tahu mereka bahwa sejatinya mereka baru berislam.

Allah SWT. berfirman, “Orang-orang Arab Badui itu berkata: ‘Kami telah beriman’. Katakanlah: ‘Kamu belum beriman, tapi katakanlah “kami telah tunduk”, karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (Q.S. Al-Hujurat: 49).

Syaikh Wahbah Az-Zuhaili dalam tafsirnya Tafsir Al-Wajiz berpendapat bahwa ayat di atas diturunkan bagi pembenci dari Bani Asad bin Khuzaimah. Mereka datang ke Madinah untuk berjumpa dengan rasulullah saw. saat masa-masa gersang. Mereka menampakkan ungkapan syahadatain, namun mereka belum beriman dalam hati. Mereka baru mengucapkan secara lisan saja, Iman yang benar belum merasuk kedalam hati mereka.

Namun, iman belum sampai di situ saja. Jika mengucapkan dengan lisan dan membenarkan dengan hati saja sudah bisa disebut iman, bukankah seharusnya iblis itu beriman? Kenyataan tidak berkata demikian. Nyatanya iblis lebih memilih mengingkari Allah SWT. ketika ia diperintahkan untuk bersujud kepada Adam a.s. Maka dari itu, keimanan harus dilakukan juga dengan anggota tubuh, dengan ketaatan. Hal mendasar seperti keimanan ini juga berdampak kepada cara kita mengimplementasikannya di kehidupan sehari-hari. Bahkan di tataran keilmuan, juga harus senantiasa diiringi dengan amal yang dilakukan.

Abu Abdirraḥmān As-Sulami -raḥimahullāh- meriwayatkan, ia berkata,”Sahabat-sahabat Nabi yang mengajari kami Al-Qur`an menceritakan bahwa mereka biasa belajar Al-Qur`an dari Rasulullah ﷺ per sepuluh ayat; mereka tidak akan masuk ke sepuluh ayat lainnya kecuali setelah mereka mengetahui pengetahuan dan pengamalan yang dikandungnya. Mereka mengatakan, ‘Kami belajar pengetahuan dan pengamalan.'”

Dua hal yang harus kita garisbawahi mengenai aplikasi iman dalam kehidupan sehari-hari ialah, ketika kita mempelajari suatu hal, entah itu ayat atau hadis, maka selalu iringilah dan usahakanlah berikut pengamalannya. Percuma kita membaca banyak buku tapi malas dalam pengamalannya. Percuma juga kita banyak mengaji, tetapi ilmu itu hanya sampai kepada memori kita saja, tidak kita amalkan isinya.

Ulama kontemporer seperti K.H. Ahmad Dahlan juga mencontohkan bagaimana pengamalan ilmu beserta pengamalannya. Diceritakan bahwa K.H. Ahmad Dahlan pada beberapa waktu terus-menerus mengajarkan surat Q.S. Al-Maun kepada murid-muridnya sehingga mereka bosan. Begini terjemahan suratnya:

“Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?/Maka itulah orang yang menghardik anak yatim/dan tidak mendorong memberi makan orang miskin/Maka celakalah orang yang salat/(yaitu) orang-orang yang lalai terhadap salatnya/yang berbuat ria/dan enggan (memberikan) bantuan (Q.S Al-Maun).”

Mereka pun bertanya kepada gurunya mengapa gurunya tidak mengajarkan surat yang lain? Ahmad Dahlan kemudian bertanya kepada murid-muridnya tersebut, “apakah kalian sudah mengamalkan surat al-Maun atau belum?” Para murid menjawab, “kami sudah mengamalkan, bahkan sudah menjadikan al-Maun sebagai bacaan pada setiap salat.”

“Kalian sudah hafal surat al-Maun, tapi bukan itu yang saya maksud. Amalkanlah! Diamalkan, artinya dipraktekkan, dikerjakan! Rupanya, saudara-saudara belum mengamalkannya,” ucap Ahmad Dahlan seperti dikutip Junus Salam dalam K.H. Ahmad Dahlan: Amal dan Perjuangannya (2009).

Setelah itu ia menyuruh murid-muridnya untuk berkeliling mencari orang miskin dan membawanya pulang, lalu dimandikan dengan sabun, diberi pakaian yang bersih, diberi makan dan minum, serta disediakan tempat tidur yang layak. MasyaAllah, sungguh akhlak yang mulia.

Tapi sayangnya, dewasa ini orang-orang banyak terjebak baru di tahapan memperoleh ilmunya saja, belum gencar di tahap pengamalannya. Tentu banyak orang yang tahu tentang kebaikan dan keindahan, tetapi mereka tidak menjalankannya dalam kehidupan. Itu karena mereka hanya baru sampai ke tahap mengetahui, tetapi belum ke tahap menyadari. Kita tahu jika shalat tahajud itu indah, kita bisa dengan all-out bermunajat kepada Allah. Namun, justru banyak dari kita malah tidak mengerjakannya. Hal itu disebabkan oleh karena pengetahuan kita tentang suatu hal tidak seiring dengan tumbuhnya kesadaran.

Seharusnya, ketika kita mempelajari suatu kebaikan, maka kita harus mengiringi pengetahuan tersebut dengan pertumbuhan kesadaran yang kita miliki seperti contoh dari para sahabat dan K.H. Ahmad Dahlan. Atau meminjam kata-kata Fahrudin Faiz yang menyatakan bahwa, sebenarnya kita ini mengetahui banyak hal yang baik dan tidak baik. Tetapi, kita belum punya kesadaran untuk melakukan yang kita tahu sebagai kebaikan atau menjauhi yang ktia tahu sebagai keburukan.

Bahkan dalam hal ini, rasulullah saw. mengajarkan kita sebagai umatnya dengan doa sebagai berikut:

اللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ، وَلَا تَجْعَلْهُ مُلْتَبِسًا عَلَيْنَا فَنَضِلَّ، وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

“Ya Allah tunjukkanlah kepada kami yang benar itu benar dan bantulah kami untuk mengikutinya, dan tunjukkanlah kepada kami yang batil itu batil dan bantulah kami untuk menjauhinya. Janganlah Engkau menjadikannya samar di hadapan kami sehingga kami tersesat. Dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.”

Di dalam doa tersebut, kita tidak hanya meminta untuk ditunjukkan hal yang benar atau hal yang salah saja. Tapi kita juga meminta kepada Allah agar kita dibantu untuk mengikuti kebenaran, dan menjauhi hal yang batil. Sebab, sekadar tahu kebenaran itu tidak akan berarti apa-apa tanpa kesadaran untuk mengerjakannya. Bahkan kita pun mengamalkan doa di dalam Q.S. Al-Fatihah sebanyak seminimimalnya sebanyak 17x untuk meminta jalan yang lurus. Namun, setelah Allah SWT. menunjukkan jalan yang lurus kok kita mundur?

Semoga kita selalu ditunjukkan hal yang benar itu benar dan kita dibantu untuk mengikuitinya. Semoga kita selalu ditunjukkan hal yang salah itu salah dan kita dibantu juga untuk menjauhinya. Semoga, setiap ilmu yang kita ketahui, kita bisa mengamalkannya juga dengan penuh keridaan. Amin…

 

Referensi

mengembangkandiri.com (14)

ARTI KEHIDUPAN

Ditulis oleh: Muhammad Fethullah Gulen

Pertanyaan: Apakah segala kesulitan di dalam hidup ini akan bertahan lama?

Jawaban: Dari pertanyaan ini tergantung pada tujuan kita hidup di dunia ini. Kenyataannya, memahami tujuan dari hidup ini membutuhkan sebuah proses yang lama dan mendalam. Kita akan dapat merasakan kegaibannya ketika kita benar-benar mampu memikirkan tentang keberadaan kita di dunia ini serta perasaan kita akan kemanusiaan. Oleh karena itu, konsep kita akan sebuah kehidupan akan perlahan-lahan berkembang di sepanjang hidup kita.

Tujuan dari penciptaan kita adalah jelas: untuk meraih tujuan-tujuan pengetahuan akan iman serta sisi kerohanian kita yang terbesar; untuk memikirkan rasa kemanusiaan dan juga keagungan Allah di atas bumi ini dan dengan hal tersebut, nilai diri kita sebagai umat manusia akan terbukti. Agar tujuan tersebut dapat tercapai, maka dibutuhkan sebuah pemikiran serta tindakan yang sistematis. Pemikiran akan mendorong adanya sebuah tindakan dan dengan jalan itu, dimulailah sebuah ‘keberhasilan siklus.’ Siklus ini akan menghasilkan lebih banyak siklus lagi yang lebih kompleks, yang terbangkitkan di antara nilai spiritual di dalam hati dan pengetahuan yang ada di dalam otak, dan dengan demikian, berkembanglah gagasan-gagasan yang lebih kompleks dan juga mampu menghasilkan rancangan-rancangan yang lebih beraspirasi.

Menjalankan sebuah proses seperti itu membutuhkan iman, kesadaran, serta pemahaman yang kuat. Orang-orang dengan karakter seperti ini mampu merasakan dan menganalisa gaya hidup yang gegabah dari orang lain. Orang-orang seperti itu akan mencerminkan apa yang mereka percayai sebagai sesuatu yang benar dan kemudian mereka menerapkannya di dalam segala tindakan mereka sehingga dengan demikian, mereka akan tetap dapat memperdalam pemikiran mereka serta mampu mendapatkan gagasan-gagasan yang baru. Mereka percaya bahwa hanya mereka yang mampu berpikir secara mendalam, yang produktif, yang mampu menahan rasa sakit serta penderitaan yang alamilah yang mampu membuat iman mereka menjadi lebih kuat dan lebih dapat bertahan lama.

Mereka mampu menghidupkan sebuah kehidupan yang penuh dengan pemikiran dengan cara mengamati setiap penciptaan yang terjadi pada setiap harinya, dan terkadang mereka mampu ‘membacanya’ seperti sebuah buku ataupun ‘menyulam’ pikiran-pikiran mereka dengan kebijaksanaan yang telah mereka dapatkan. Mereka melihat adanya tujuan dari penciptaan kita sebagai sesuatu yang sangat penting dengan mempercayai bahwa alam semesta ini diciptakan agar dapat di‘baca’ dan dipahami.

Keberadaan alam semesta itu sendiri merupakan sebuah kedermawanan yang dapat membimbing kita menuju ke sebuah jalan untuk mendapatkan kebajikan-kebajikan yang berlimpah. Kita seharusnya menghargai nilai-nilai yang terkandung di dalam rahmat-rahmat yang terberkati seperti ini. Kita harus dapat menjalankan serta memanfaatkan rahmat-rahmat tersebut dengan sebaik-baiknya karena kita telah diciptakan dengan penuh keberkahan yang luar biasa bersama dengan seluruh ciptaan Allah yang ada di alam semesta ini.

Agar dapat mencapai tujuan ini, kita harus mengerahkan segala daya upaya kita. Sebuah suara dapat terlihat dan sebuah nilai dapat terhubung hanya karena Allah Yang Maha Kuasa. Allah mampu mengembangkan segala kemampuan serta keahlian kita menuju jangkauan yang terjauh, dan dengan begitu, kita akan mampu membuktikan kemampuan diri kita sendiri sebagai makhluk yang berkeinginan kuat. Tugas kita adalah untuk memikirkan tempat, segala tanggung jawab, serta hubungan kita di kehidupan ini dengan alam semesta yang begitu luas ini. Kita seharusnya mampu menggunakan pemikiran batin kita untuk dapat menjelajahi sisi-sisi yang tersembunyi dari adanya penciptaan tersebut. Apabila kita dapat melakukan hal itu, kita akan mulai dapat merasakan sebuah perasaan yang lebih mendalam akan diri kita sendiri, sehingga kita akan mampu melihat segala sesuatu itu dengan kacamata yang berbeda, yang biasanya terjadi tidak seperti apa yang kita lihat, dan kita juga akan mampu menyadari bahwa ‘mereka’ sedang berusaha menyampaikan sesuatu kepada kita.

Aku percaya bahwa hal inilah yang merupakan tujuan yang sebenarnya dari hidup itu. Kita adalah makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna di alam semesta ini. Sesungguhnya, kita lebih seperti jiwa dan inti sari dari mana sebagian dari alam semesta ini berkembang. Dengan hal ini, kita seharusnya selalu bercermin dan mengamati alam semesta ini sehingga kita mungkin akan menyadari dan mampu memenuhi tujuan penciptaan kita. Tugas kita adalah untuk mencari wawasan dan firasat yang dapat menggembirakan hati dan jiwa kita, dan hanya jalan kehidupan inilah yang dapat menggerakkan kita untuk dapat mengatasi segala usaha yang mungkin akan mengalami kegagalan dari keseluruhan kehidupan yang materialistis dan terkadang menyakitkan ini.

Apa yang membuat penderitaan menjadi sesuatu yang berharga di dalam hidup ialah kegembiraan yang kita rasakan ketika kita tetap berjalan di sepanjang jalan ini dan mendapatkan berkah. Mereka yang tetap berjalan di jalan ini seringkali diberkahi kegembiraan dengan berbagai macam kecakapan. Mereka lalu akan berlari dengan begitu antusiasnya seperti sebuah arus sungai yang mengalir deras menuju ke laut, demi meraih tujuan akhir mereka.

Seringkali kita tidak percaya bahwa kebahagiaan itu datangnya dari sumber-sumber luar yang tidak akan pernah sama. Kebahagiaan yang sejati itu datangnya dari batin yang terdalam, tergantung pada seberapa dekat hubungan kita dengan Allah, yang dapat berubah menjadi kehidupan yang kekal di surga..ya, hal inilah yang membuat kita merasa begitu bahagia. Dunia batin kita itu merupakan sebuah area kecakapan akan Ketuhanan dan hal yang harus kita sadari ialah bahwa diri kita ini adalah pengikut dari kecakapan-kecakapan tersebut. Ketika kita berharap dan menunggu di sepanjang hidup kita demi secercah harapan, maka jiwa kita akan ‘bernyanyi’ dalam kebahagiaan yang mutlak:

Hati kami adalah singgasanaMu, ya Allah! Datanglah ke hati kami, ya Rabbi!

Generasi kita membutuhkan banyak bimbingan untuk mengajarkan kepada kita tentang bagaimana kita dapat meraih iman, pemikiran, proses, serta kebahagiaan seperti itu. Bimbingan mereka akan memberikan jalan kepada para pemuda kita untuk dapat menikmati masa muda mereka serta hidup di jalan yang benar. Mereka akan mengalami keberadaan dan ketiadaan sama halnya ketika mereka merasakan keabadiaan di dalam jiwa mereka; mereka akan mampu menyadari bahwa mereka akan dapat melakukan hal yang lebih daripada yang mereka pikirkan hanya dalam hitungan detik saja. Mereka akan dapat melihat kehidupan setelah mati yang terpancar di dalam segala hal dan dengan jalan itu, mereka akan menyaksikan sendiri kehidupan yang tanpa akhir; mereka akan menemukan bahwa kehidupan itu benar-benar berharga; mereka akan melihat bahwa seluruh proses penciptaan akan tumbuh dan bertahan di dalam jiwa mereka; dan mereka akan berkelana melalui berbagai dimensi jiwa mereka seakan-akan mereka sedang menjelajahi galaksi-galaksi sembari mengamati adanya ketidak terbatasan di dalam dimensi-dimensi yang telah mereka capai selama mereka berada di dalam kehidupan yang fana ini.

mengembangkandiri.com (12)

JIWA PARA PEMUDA

Sebuah komunitas menjaga kehidupan dan perkembangannya melalui jiwa para pemudanya. Apabila sebuah komunitas kehilangan jiwa ini, maka komunitas tersebut akan memudar dan layu, seperti sekuntum bunga yang pembuluh batangnya dipotong, akhirnya bunga itu hancur sampai ke akarnya.

Seorang lelaki muda, pada masa sekolah maupun masa remaja, biasanya penuh dengan berbagai aktivitas, yang diliputi perasaan nasionalisme dan patriotisme, pembicaraan tentang cara mengatasi berbagai masalah yang ada di negaranya dan juga bagaimana cara memajukan negaranya tersebut, dan ia pun akan menjadi gusar apabila ada kemalasan ataupun ketidakpekaan terhadap berbagai masalah yang ada dalam komunitas itu. Meskipun demikian, ada pula beberapa anak muda yang awalnya begitu meluap-luap akan pikiran-pikiran mulia mereka, namun begitu mereka mendapatkan sebuah posisi ataupun pekerjaan yang cukup bagus beberapa tahun kemudian, mereka akan duduk diam dan kehilangan berbagai perasaan dalam aktifitas-aktifitas sebelumnya tersebut. Menjadi tergantung pada posisi barunya itu, dengan berjalannya waktu, demi untuk memenuhi semua keinginan dan kesenangan-kesenangannya yang berupa materi, mereka akan mulai melupakan tujuan-tujuan awal mereka, mulai merasa terbebani oleh berbagai kritikan yang datang kepada mereka, dan akhirnya jatuh ke dalam keterbatasan keinginan dan kemauan. Sekali mereka berada dalam keadaan bahaya, mereka tidak akan pernah dapat pulih kembali jika tidak ada tangan-tangan mulia yang datang untuk membantu mereka, dan mereka akan terbelenggu oleh keadaan-keadaan yang pernah membuat mereka gusar dahulu. Mereka menjadi sangat acuh tak acuh terhadap berbagai pemikiran awal mereka sehingga mereka merasa terhina ketika berbagai kritikan atau bahkan suara hati mereka sendiri ataupun orang lain, tentang penyalahgunaan pekerjaan ataupun tanggung jawab yang mereka lakukan.

Mulai saat itu, mereka menggunakan seluruh kemampuan mereka untuk berusaha mempertahankan posisi mereka dan juga memenangkan pembuktian keunggulan diri mereka, segala hal yang dapat mempermalukan seorang manusia, dan mengakibatkan seseorang itu kehilangan posisinya perlahan-lahan. Apabila mereka menunjukkan kemampuannya untuk dapat lebih dipromosikan, mereka tidak akan memikirkan hal lain lagi selain mendapatkan promosi jabatan tersebut meskipun hal itu berarti mereka harus kehilangan kehormatan dan harga diri mereka, dan melakukan segala sesuatu yang berbeda dari apa yang diperintahkan oleh kesadaran dan iman mereka. Mereka akan membungkukkan badan mereka selama orang yang mereka anggap berguna bagi posisi mereka memberikan manfaat kepada mereka, dan menunjukkan keburukan-keburukan karakter dari seseorang yang sebelumnya mereka agung-agungkan secara berlebihan.

Sebuah kepura-puraan dan bujukan akan kembali menyerang mereka dan tipe mereka ini adalah begitu merendahkan diri mereka sendiri dibandingkan dengan karakter mereka sebelumnya sehingga kita tidak dapat lagi mengharapkan kebaikan ataupun nilai-nilai berharga dari mereka. Yang lebih menyedihkan lagi, mereka mengembangkan ‘penyakit’ mental atau spiritual yang menyebabkan mereka kehilangan kepekaan dan kemampuan berpikir mereka dalam mengambil keputusan yang benar, dan hal itu adalah benar-benar sebuah kekurangan pemahaman dan kebijaksanaan, dan mereka masih menganggap diri mereka sendiri sebagai satu-satunya orang yang memiliki kemampuan berpikir lebih baik dibandingkan orang lain, yang sebenarnya orang tersebut lebih dapat membuat penilaian yang paling baik dan juga mampu berbuat sesuatu yang lebih berguna.    

Dan tentu saja, hal ini sangat tidak mudah untuk mengingatkan mereka, ataupun memberi peringatan, akan kesalahan-kesalahan yang telah mereka perbuat. Sejak para pemilik jiwa-jiwa yang egois seperti mereka yang biasanya lebih mengembangkan kebencian dan dendam untuk melawan mereka yang mengungkapkan kesalahan-kesalahan mereka, dan mereka cenderung menganggap diri mereka sendiri sebagai seseorang yang selalu paling benar, mereka tidak akan pernah mau meminta saran dari siapapun.

Alamiahnya, hampir setiap orang memiliki kekurangan dalam hal tertentu dan biasanya kekurangan itu nampak tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Bagaimanapun, bukanlah hal yang tidak mungkin untuk menyelamatkan orang-orang dari keterpurukan di dalam rawa kelemahan-kelemahan mereka. Apabila kita mampu untuk menanamkan kepada para pemuda sebuah kepercayaan yang kuat, pikiran-pikiran yang murni dan sehat, sebuah perasaan yang kuat akan azas mengutamakan orang lain dan sebuah perasaan cinta yang tak mudah padam kepada bangsa dan negara; apabila kita mampu membuat mereka untuk menyelesaikan bersama-sama sebuah alasan mulia dimana hal itu membuat mereka mendedikasikan diri mereka kepadanya; apabila kita membawa mereka untuk lebih memilih nilai-nilai berharga seperti kehormatan dan harga diri di atas kesenangan-kesenangan; dan apabila kita menanamkan di dalam diri mereka sebuah tugas kesetiaan kepada negara dan bekerja untuk kejayaan negaranya, dan meyakinkan mereka bahwa adalah merupakan rasa tidak berterima kasih yang tak terampunkan apabila mereka melakukan sesuatu yang tidak begitu penting dibandingkan dengan melayani bangsa dan negara dalam hubungannya dengan alasan mulia tersebut. Apabila kita mampu melakukan semua itu, para pemuda akan memelihara identitas pokok mereka untuk melawan kebusukan mental dan spiritual. Jika tidak, setiap hari kita akan menyaksikan sebuah bintang yang perlahan-lahan hilang dari langit harapan kita karena penyakit-penyakit spiritual yang terjadi seperti cinta akan kedudukan, terlalu terikat akan kehidupan dunia, pencari ketenaran dan ketergantungan akan kesenangan-kesenangan materi, dan kita akan tunduk pada kekecewaan dan harapan yang hilang.