kayra-sercan-NSwyO3jcbrA-unsplash

Kami juga Menerima Pengunduran Diri Mereka yang Telah Memberikan Pengunduran Diri Kepada Anda

Sang pujangga besar Mehmed Akif Arsoy seringkali datang ke Masjid Sultan Ahmed untuk menunaikan salat Subuh. Setiap kali beliau datang ke masjid, beliau selalu melihat seorang lelaki tua sedang menangis di sudut ruangan. Suatu hari, lelaki tua itu menceritakan pengalamannya kepada beliau yang membuatnya sangat tersentuh. Lantas  beliau menjelaskan bagaimana percakapannya dengan lelaki tua tersebut.

“Setiap harinya saya selalu datang ke masjid untuk menunaikan salat Subuh. Secepat apapun saya tiba, saya selalu melihat seorang lelaki tua yang tengah duduk di sudut masjid dan terus menangis . Rambut dan jenggotnya sudah beruban dan ekspresinya terlihat sedih dan putus asa. Ia terus menangis sampai-sampai saya  tidak bisa menyaksikan ia tidak menyucurkan air mata meskipun hanya semenit. Saya tidak bisa menahan diri selain bertanya-tanya mengapa lelaki tua ini menangis seperti itu. Suatu pagi, saya mendekatinya dan bertanya “Mengapa Anda menangis tersedu-sedu? Haruskah seseorang kehilangan harapan akan ampunan Tuhannya?” Dia menatapku dengan matanya yang keriput seraya berkata:

Jangan memaksaku menjelaskannya Tuan. Hatiku terasa hancur. Aku pun terus memaksanya hingga akhirnya ia berkata : ” Wahai Tuan, saya dahulu adalah seorang pejabat militer di bawah kekuasaan Sultan Abdulhamid. Satu pasukan tentara berada di bawah komando saya.  Saya bertugas hingga kematian kedua orang tua. Setelah kejadian duka itu, saya memutuskan untuk mengundurkan diri. Harta yang saya wariskan bagi keluarga cukup banyak. Untuk mengawasi harta tersebut agar tidak disalahgunakan, akhirnya saya berpikir untuk mengelolanya dalam. Oleh karena itu, saya menulis sebuah permintaan kepada otoritas kerajaan. Permintaan tersebut berbunyi ” Kedua orang tuaku telah wafat. Kepemilikan harta dan bangunan keluarga kami sangat besar tersebar di beberapa tempat. Dengan demikian, harus ada seseorang yang mengurusnya. Mohon pertimbangkan keadaan tersebut dalam pemutusan pengunduran diri saya.”

Beberapa hari kemudian, saya menerima surat resmi dari sultan. Kubuka surat itu dengan penuh semangat. Pengunduran diri saya tertolak. Kupikir sangat jelas bahwa Sultan menerimanya secara langsung. Kutulis surat itu sekali lagi lantas kukirim kembali. Naas, hasilnya tetap sama. Akhirnya, saya putuskan untuk menemui Sultan secara langsung dan meminta persetujuan pengunduran diriku. Berbicara perihal Sultan, beliau ialah seseorang yang pemberani.  Beberapa waktu silam, saya pernah bekerja bersama asisten pribadi beliau. Ia bercerita beberapa hal mengenai Sultan. “Ketika Sultan melakukan perjalanan menggunakan kereta kuda, orang yang duduk di samping kanan dan kiri beliau merasa takut bahkan untuk bernapas saja.”

Abdulhamid ialah seseorang yang saleh. Karena alasan inilah saya memutuskan untuk menceritakan semuanya secara langsung, semoga Allah mengampuni beliau. Saya bertutur :

“Wahai Yang Mulia, dengan tulus hamba meminta Anda untuk menerima pengunduran diri hamba, memang beginilah kondisinya. Beliau berhenti selama beberapa menit. Dari ekspresinya dapat kukatakan bahwa Sultan tidak ingin menerima pengunduran diri saya. Untuk alasan inilah saya menjadi lebih sedikit bersikukuh. Lantas Sultan berbalik menatap saya dan dengan amarah beliau berkata “Pengunduran dirimu diterima” seraya menyuruh saya keluar.

Sungguh hal yang membahagiakan. Saya pun akhirnya kembali ke kampung halaman dan mengelola bisnis keluarga. Pada suatu malam, saya mengalami mimpi yang sungguh luar biasa. Kulihat semua tentara Muslim berkumpul untuk diperiksa. Resimen kami yang bertugas bertempur di wilayah timur dan barat diperiksa langsung  oleh Baginda Rasulullah.

Rasulullah berdiri de depan Istana Yidiz dan para tentara berbaris dengan sangat teratur tatkala memberi hormat pada beliau. Tampak Sultan Ottoman sebelumnya bersama Sultan Abdulhamid. Sang Sultan berdiri di belakang Rasulullah dengan sikap hormat. Dalam barisan tersebut akhirnya tibalah resimen yang kupimpin dulu. Satuan itu tidak memiliki pemimpin sehingga mereka berbaris dengan sangat kacau.

Melihat hal tersebut, Rasululllah bertanya kepada Sultan Abdulhamid ” Siapakah gerangan pemimpin resimen itu?”

Abdulhamid menjawabnya dengan penuh rasa rendah hati “Ya Rasulullah, pemimpin resimen ini telah mengundurkan diri. Ia terus bersikeras  sehingga kami putuskan untuk menyetujui surat pengunduran dirinya.’

Beliau menjawab : “Kami juga menerima pengunduran diri bagi mereka yang telah memberikan pengunduran diri kepada Anda.”

Si orang tua tersebut mengakhiri ceritanya dengan berkata :” Sekarang beri tahu, apakah saya harus menangis atau tidak?

Sesungguhnya, Rasulullah selalu berjalan di setiap langkah menuju Allah. Apabila seorang hamba ingin menerima dukungan beliau, kerjakanlah tugas sebaik mungkin.

zdenek-machacek-jbe0iCwo-U0-unsplash

Dua Prinsip Penting Dalam Dakwah: Sidik dan amanah

Dua Prinsip Penting Dalam Dakwah: Sidik dan amanah[1]

 Tanya: Dapatkah Anda menjelaskan maksud dari pernyataan berikut “Setiap yang kamu katakan haruslah kebenaran, tetapi kamu tidak mempunyai hak untuk mengatakan semua kebenaran”[2]

Jawab: Pernyataan ini ketika pertama-tama tumbuh di jiwa manusia dan berkembang di dalam masyarakat, ia telah mengguncang sebab-sebab kedustaan dari pondasinya.

      Dusta dengan penjelasan paling sederhananya adalah mengklaim suatu hal yang sebaliknya. Al Quran menyebut setiap sikap dan laku mereka yang mengingkari Allah sebagai dusta disebabkan mereka mengingkari hakikat besar di alam semesta ini.

۞ فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ كَذَبَ عَلَى اللَّهِ وَكَذَّبَ بِالصِّدْقِ إِذْ جَاءَهُ ۚ أَلَيْسَ فِي جَهَنَّمَ مَثْوًى لِلْكَافِرِينَ

Artinya: Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah dan mendustakan kebenaran ketika datang kepadanya? Bukankah di neraka Jahannam tersedia tempat tinggal bagi orang-orang yang kafir? (Az Zumar 39:32)

      Ayat tersebut dengan gamblang menjelaskan betapa perbuatan mendustakan Allah dan mendustakan kebenaran merupakan sebuah dosa yang amat menakutkan, saya tidak tahu apakah masih diperlukan untuk mengemukakan penjelasan lainnya.

        Kedua; dusta adalah sebuah karakter buruk yang dapat melenyapkan perasaan aman dan loyalitas yang terdapat pada seorang manusia. Seorang manusia yang beberapa kali berdusta lama kelamaan seperti meletakkan bayangan di hadapan segala kebenaran yang terpancar dari dirinya. Demikian pentingnya kebenaran, ketika prinsip-prinsip kenabian lainnya seperti tablig, fatanah, seimbang dan tidak jatuh kepada ifrat dan tafrit, serta kompetensi untuk senantiasa berada di atas siratal mustakim tumbuh di bawah spektrum bimbingan wahyu; karakter sidik dan amanah telah mulai tumbuh sejak Nabi masih belia dan berlanjut di sepanjang umur kehidupannya. Andaikata seorang Nabi di masa belianya sebelum diangkat menjadi nabi pernah berdusta ataupun diketahui tidak amanah, maka saat diangkat menjadi nabi orang-orang di sekitarnya akan berkata:” Kamu memang sebelumnya sudah sering berdusta. Kini dari mana kami tahu jikalau pesan-pesanmu tersebut bukanlah kedustaan lainnya?”

        Sidik adalah sifat para nabi yang paling utama, sedangkan dusta adalah sifat yang paling jauh dari kenabian. Al Quran pada surat al Anbiya ayat 58-68 menjelaskan peristiwa bagaimana Nabi Ibrahim as menghancurkan patung-patung yang disembah oleh kaumnya dimana beliau kemudian meletakkan kapaknya di leher patung yang terbesar dan setelah memberi isyarat bahwa patung besar itulah yang melakukannya, beliau berkata:

بَلْ فَعَلَهُ كَبِيرُهُمْ هَٰذَا

Artinya: Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukannya,

           Barangkali pernyataan metafora tersebut dengan sedikit sentuhan kecermatan adalah pernyataan yang benar. Akan tetapi, karena uslub yang demikian kurang cocok dengan tingginya derajat kenabian maka kepada mereka yang di hari akhir nanti meminta syafaat kepadanya, beliau akan berkata:” Seorang manusia yang pernah berbuat kekeliruan seperti itu tidak bisa memberi syafaat kepada kalian”. Pernyataan beliau tersebut juga memberi penekanan yang teramat penting betapa menyeramkannya dusta.

     Potret Kebanggaan Umat Manusia SAW telah masyhur dengan sifat jujur dan amanahnya jauh sebelum beliau diangkat menjadi nabi. Di antara banyak peristiwa barangkali kisah ini dapat dianggap sebagai dokumentasi penting yang menjelaskan karakteristik istimewa beliau tersebut: Suatu hari Kabah mengalami perbaikan. Ketika tiba waktu untuk meletakkan hajar aswad di tempatnya semula, muncullah ketegangan di antara kabilah. Hampir-hampir semua perwakilan kabilah mengeluarkan pedangnya dan menyatakan bahwa kabilahnyalah yang paling layak untuk mengerjakan tugas itu. Kemudian mereka membuat keputusan: Orang pertama yang memasuki Kabah akan mereka pilih sebagai hakim dimana keputusannya akan diterima oleh semua kabilah. Semua orang pun menunggu dengan penuh rasa penasaran hingga akhirnya orang yang pertama masuk adalah Nabi Muhammad. Sedangkan beliau saat itu tidak mengetahui apa yang sedang terjadi. Ketika kawan maupun lawan menyaksikan sosok yang memberikan rasa aman ini masuk maka berserulah mereka:”Yang datang adalah al Amin!”. Semua anggota kabilah sepakat untuk menerima apapun keputusan beliau tanpa syarat atau kondisi apapun. [3]

         Terdapat satu lagi peristiwa yang mendokumentasikan keterpercayaan beliau bahkan di kalangan lawan-lawannya: Sang Nabi beberapa saat setelah turunnya kenabian mengumpulkan orang-orang. Sambil menatap Jabal Abu Qubais, beliau bersabda “Apakah kalian percaya jika kukatakan bahwa di balik bukit itu terdapat pasukan musuh yang sedang datang untuk menyerang?” Kaum musyrik demi mendengar pertanyaan ini menjawab:”Ya, kami percaya!” Menimpali jawaban tersebut, Baginda Nabi kembali bersabda:”Ketahuilah bahwa aku adalah seorang Nabi yang diutus oleh Allah SWT.” Beliau menyelesaikan kata-katanya tetapi sebagian besar dari yang berkumpul tetap hidup dalam keadaan menentang kenabiannya.

        Pada hari ini, sosok yang dianggap sebagai hulubalang dakwah nabawiyah haruslah memberi perhatian besar kepada sifat sidik dan amanah sebagaimana Sang Nabi mempraktikkannya. Setiap kata yang disampaikan haruslah kata-kata yang benar. Di masa di mana dusta makin digemari dan banyak orang dengan santainya berdusta, maka kebenaran semakin mendapatkan nilai. Untuk itu, setiap murid Al Quran tidak boleh merendahkan dirinya di hadapan dusta bahkan yang terkecil sekalipun; murid Al Quran harus menyampaikan kebenaran atau jika tidak bisa maka ia lebih baik tidak berbicara.

       Ketiga, dalam beberapa keadaan, seorang manusia, bangsa, ataupun negara bisa saja berhadapan dengan kondisi dimana mereka diharuskan berbohong demi menjaga keselamatan dirinya. Dalam keadaan demikian sekalipun hendaknya kita memberi perhatian lebih spesifik lagi dan sama sekali tidak boleh menggunakan dusta sebagai jalan keluarnya. Ya, representasi dari rasa aman serta saksi kebenaran setiap saat harus berpikir dengan benar, berbicara dengan benar, dan bergerak dengan benar.

         Ya, setiap orang memang harus menyampaikan kebenaran, tetapi “Setiap kebenaran tidak harus disampaikan di setiap tempat.” Misalnya, seseorang yang memberikan informasi kepada musuh tentang posisi barak militer pertahan pasukannya sama artinya dengan memberi bara api kepada musuh dan membiarkannya menyerang pertahanan bangsanya. Untuk itu, dalam keadaan demikian hendaknya mencukupkan diri dengan kebenaran yang tidak memberikan implikasi bahaya. Tidak perlu baginya membocorkan kebenaran-kebenaran yang dapat membahayakan kelanggengan pos pertahanannya.

       Kesimpulannya, seorang manusia tidak perlu membuka pintu dusta walaupun itu tujuannya untuk masuk surga. Sambil menggenggam pernyataan “Setiap yang kamu katakan haruslah kebenaran, tetapi kamu tidak mempunyai hak untuk mengatakan semua kebenaran” sebagai prinsip, maka kita harus mengatakan kebenaran di setiap waktu.

[1] Diterjemahkan dari artikel yang berjudul: Tebligde iki Onemli Esas: Sidk ve Emanet, dari buku Prizma 4

[2] Bediuzzaman Said Nursi, Maktubat, Surat ke-22, Pembahasan Pertama

[3] Musnad Imam Ahmad, Mustadrak Imam Hakim