mengembangkandiri.com

MENYULAM PENDIDIKAN DENGAN BENANG SPIRITUAL

Ditulis Oleh : Ikhsannudin Nur Amri

Ilmu adalah sebuah kata yang memiliki marwah luar biasa. Kebersihan dan kelapangan hati sebagai wadah pengetahuan sangat penting untuk menjaga kesucian ilmu. Kebersihan ini bukan hanya mencakup aspek fisik, tetapi juga kebersihan hati dan jiwa, yang menjadi tanda penghormatan terhadap ilmu. Tumpuan ilmu tidak hanya terletak pada intelektualitas, tetapi juga pada kelapangan jiwa yang mampu menerima pengetahuan. Ilmu yang sejati selalu mengarah pada hakikat hidup, pemahaman, pencerahan, dan kedekatan dengan Sang Pencipta.[1]

Ya, konsep sulaman pendidikan tidak hanya tentang pengetahuan dunia, tetapi juga tentang keberlanjutan suburnya jiwa. Apabila hati dan jiwa tidak andil dalam pemahaman ilmu, maka kebodohanlah yang diperoleh dari hasil ilmu itu. Oleh karena itu, kendati akal dan pikiran, pendidikan juga harus mengarah pada terpenuhinya hasrat jiwa, menuntun pada tujuan yang utama, yakni mengenal dan mendekatkan diri pada-Nya.[2] Seperti alunan orkestra yang menyejukkan, integrasi ilmu duniawi dan spiritual berharmoni. Keduanya tidak dapat dipisahkan dan senantiasa beriringan.

Namun, di dunia modern ini, ilmu pengetahuan dan spiritualitas seringkali dipisahkan. Terutama pendidikan yang bertumpu pada rasionalitas dan empirisme murni yang sering mengesampingkan ajaran agama dan etika. Ketika hal ini terjadi terus-menerus dan berlangsung lama, generasi selanjutnya tidak akan merasakan harmoni yang luar biasa ini. Parameter majunya sebuah negara dilihat dari penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan kekayaan. Sangat disayangkan apabila negara-negara Islam tidak terdapat dalam jajarannya. Sebab, negara-negara mayoritas Islam tidak mengenal bahkan tidak maksimal diperkenalkan kepada ajaran sejati mereka sehingga tidak mengikuti perintah agamanya untuk membanca dan bekerja.[3]

Kemudian, pendidikan agama dihadirkan sebagai salah satu syarat terlengkapinya pendidikan karakter, tetapi seolah hanya formalitas saja sehingga kebutaan menerpa. Apa sebenarnya tujuan menempuh pendidikan di dunia? Jawabannya sudah ada di depan mata. Tidak hanya mencapai kemajuan material dari hasil mengeksploitasi alam saja, tetapi juga sebagai jalan untuk memahami esensi ke-Illahian yang hadir pada setiap aspek kehidupan. Hal ini akan sangat sulit terealisasi apabila tidak ada minat yang utuh terhadap pendidikan agama. Selain sebab diatas, masih ada faktor lain sehingga minat ini mengikis setiap waktunya. Sudah semestinya situsasi ini menjadi derita untuk kita semua.

Problematika Pendidikan Agama

Peran pendidik mengambil bagian besar atas masalah ini. Pendidikan agama adalah pendidikan yang mengajarkan peserta didik sikap serta keterampilan untuk menerapkan ajaran Islam pada setiap aspek yang bertujuan untuk meningkatkan spiritual, pemahaman, pengalaman, dan penghayatan peserta didik tentang agama sehingga memiliki karakter taat dan berbudi pekerti luhur dalam diri mereka.[4] Dalam pendidikan akhlak, disiplin menjadi hal yang paling utama. Hal seperti ini harus menjadi identitas pada setiap pendidik. Konsep siswa dalam memperhatikan gurunya adalah melihat, memproses, dan melakukan. Siklus ini terlahir secara alamiah selama tumbuh kembang mereka. Interpretasi dari seorang guru sangat penting dalam memperkenalkan seribu satu kebaikan sebuah agama.

Selanjutnya, dalam pendidikan dan pengajaran ada dua prinsip penting yang tidak boleh diabaikan. Pertama adalah motivasi dan peringatan. Kedua adalah insentif dan peneguran.[5] Namun, sebagai seorang guru harus berhati-hati dalam menggunakan metode ini. Alih-alih membenahi, bisa saja memperkeruh keadaan. Sampaikan nasihat dan kritik dengan lembut, jangan sampai apa yang disampaikan merendahkan martabat siswa. Ini akan menjadi teladan akhlak bagaimana seorang guru, terutama guru agama dalam bersikap. Namun, jika seorang guru tidak memahami dasar-dasar ini, tentu akan menjadi masalah selanjutnya. Seorang guru agama yang tidak kompeten, terlebih bukan ahli di bidangnya, akan menurunkan kualitas pendidikan spiritual. Sedangkan guru pendidikan agama memiliki tugas yang lebih penting dibandingkan pelajaran umum lainnya dari segi hasil. Kasus seperti ini banyak ditemukan di sekolah-sekolah umum.[6]

Tidak hanya tahu mengenai tanggungannya sendiri, seorang guru harus memahami bagaimana situasi siswa. Pendidikan agama memerlukan penerimaan ruhaniah secara utuh, bukan berarti pembelajaran harus berjalan kaku dan monoton. Model pembelajaran harus bervariasi tentunya. Hanya saja, alokasi waktu dan suasana yang mendukung untuk menempatkan pelajaran agama memerlukan perencenaan ketika bersanding dengan pelajaran lainnya. Sedangkan kebanyakan sekolah umum menempatkan pelajaran ini pada waktu-waktu krusial[7] seperti di akhir jam sekolah.[8] Konsentrasi siswa tidak maksimal pada waktu ini. Sehingga pada poin ini, pendidik harus memahami bagaimana situasi siswa. Secara psikologis, perkembangan emosional siswa lebih dulu daripada perkembangan mental.[9] Memahami emosional siswa adalah hal yang penting untuk menargetkan kapan siswa dapat menyerap materi agama secara maksimal.

Selain itu, guru pertama, yaitu orang tua, berperan penting terhadap pengenalan pembelajaran agama terhadap siswa. Penanaman karakter dimulai dari sini. Pola fikir orang tua yang senantiasa mendampingi dalam setiap perkembangan anak akan memberikan dampak luar biasa terhadap cara berpikir anak. Oleh karena itu, setelah menjadi orang tua seharusnya sudah mempersiapkan ilmu dalam menjalankan peran. Karena sebagai amanah, anak harus dibesarkan dan dididik sesuai dengan kaidah agama. Seperti Luqman dalam mendidik anaknya untuk tidak menyekutukan dan tetap di jalan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam ayat berikut:

 وَاِذْ قَالَ لُقْمٰنُ لِابْنِهٖ وَهُوَ يَعِظُهٗ يٰبُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللّٰهِۗ اِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيْمٌ

Artinya:

“(Ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, saat dia menasihatinya, ‘Wahai anakku, janganlah mempersekutukan Allah! Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) itu benar-benar kezaliman yang besar.’”.[10]

Karena sejatinya apa yang orang tua telah persiapkan, kelak akan menjadi kesan pertama tentang ilmu apa yang orang tua berikan kepada anaknya.

Apa yang harus kita lakukan?

Pertanyaan ini sudah memiliki jawaban. Pembenahan terhadap sistem pendidikan harus lebih ditingkatkan. Metode penyampaian dan pendidikan agama setidaknya selaras dengan situasi dan suasana siswa. Serabut generasi terdahulu akan senantiasa mengakar dan berkontribusi terhadap pembentukan fondasi generasi yang baru. Ya, yang membentuk fondasi generasi yang baru adalah generasi sebelumnya. Maka pilihlah sistem generasi terbaik diantara generasi terdahulu, yaitu sistem Baginda Nabi Muhammad SAW yang merupakan generasi terbaik sepanjang masa.

Seperti yang dikatakan oleh seorang cendekiawan mulia, “Menanamkan cahaya iman kepada generasi baru dan membantu agar iman itu mengakar kuat dalam dada mereka adalah hal teristimewa yang amat penting.”[11] Dari kutipan ini, urgensi pengenalan iman kepada anak usia dini harus dilakukan untuk meluruskan niat dari pendidikan. Penderitaan tentang tujuan yang menyimpang dari hakikatnya seharusnya melekat pada pundak para guru sebagai pengemban profesi kenabian.

[1] Şükran Vahide, Biografi Intelektual Bediuzzaman Said Nursi, terj. Sugeng Haryanto, Sukono, h. 122

[2] Ibid

[3] Vehbi Yıldız, Generasi Ilmu dan Irfan, terj. Ahmaf Gani & Imas Walijah, h.24-25.

[4] Suprapto, “Kebutuhan Guru Pendidikan Agama Islam di Sekolah,” Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan, Vol. 16, No. 2 (2018)

[5] Vehbi Yıldız, Generasi Ilmu dan Irfan, terj. Ahmaf Gani & Imas Walijah, h.48

[6] Mu’allimah, Problematika pembelajaran pendidikan agama Islam di SMA Negeri 3 Medan, (Thesis UIN Sumatera Utara, 2014)

[7] Waktu krusial adalah momen yang dapat menentukan hasil atau arah suatu situasi

[8] Tsalitsa, A., dkk, Problematika Pendidikan Agama Islam di Sekolah Umum Tingkat SMA, Jurnal Ilmu Pendidikan. 2020, Vol. 04, No. 1.

[9] Vehbi Yıldız, Generasi Ilmu dan Irfan, terj. Ahmaf Gani & Imas Walijah, h. 104.

[10] Q.S Luqman (31) ayat 13

[11] Muhammad Fethullah Gulen, “Mewujudkan Cita-Cita”, Majalah Mata Air, Vol. 8, No. 29, Januari-Maret 2021, hal. 5.

mengembangkandiri.com (17)

SISTEM PENDIDIKAN KITA

Alamiahnya, pikiran kita akan tertuju pada kualitas sekolah-sekolah dan beberapa guru ketika tahun ajaran baru telah dimulai. Tetapi kita tidak dapat berhenti memikirkan hal tersebut karena pendidikan sekolah adalah merupakan sesuatu yang cukup penting untuk membangun manusia yang berkualitas. Sekolah dapat dianggap sebagai sebuah laboratorium yang dimana sebuah obat mujarab yang ditawarkan dapat mencegah ataupun mengobati beberapa penyakit dalam hidup, dan guru-guru adalah orang-orang ahli yang keterampilan dan kebijaksanaannya dibutuhkan untuk menyiapkan dan meramu obat mujarab tersebut.

Sekolah adalah sebuah tempat untuk belajar, di mana segala sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan ini dan kehidupan setelahnya dapat dipelajari di sini. Sekolah dapat menyebarkan sinar pada gagasan-gagasan dan kejadian-kejadian penting dan membuat para muridnya mengerti tentang lingkungan alam dan kehidupan manusia di sekitar mereka. Sekolah juga dapat dengan cepat membuka jalan untuk menyibak arti dari segala sesuatu dan kejadian, yang menggiring manusia menuju keutuhan pemikiran dan perenungan. Intinya, sekolah adalah sejenis tempat ibadah di mana imamnya adalah para guru.

Sekolah-sekolah yang bagus sama berharganya dengan paviliun-paviliun para malaikat, di mana perasaan-perasaan akan kebaikan dikembangkan untuk para muridnya dan membimbing mereka untuk meraih kemuliaan pikiran dan semangat. Namun apabila terjadi sebaliknya, mereka nampak terbangun dengan sempurna, namun pada kenyataannya mereka mengalami kerusakan –mereka menanamkan ide-ide yang salah kepada murid-murid mereka– yang dapat mengakibatkan murid mereka menjadi seorang ‘monster.’ Sekolah seperti ini sama dengan sarang ular, dan kita harus merasa malu karena sekolah seharusnya merupakan sebuah tempat untuk belajar.

Seorang guru sejati adalah seseorang yang menabur benih-benih murni dan memeliharanya. Adalah merupakan tugasnya untuk selalu berada dalam kebaikan dan pikiran yang sehat, dan juga untuk selalu memimpin dan membimbing anak-anak menghadapi segala sesuatu di dalam hidup mereka. Di kehidupan nyata, yang biasanya anak-anak memiliki arah yang berbeda, mereka memperoleh karakter dan identitas mereka yang stabil, begitu juga ketika mereka berada di sekolah; seorang anak adalah merupakan bentuk dari cetakan mereka yang sebenarnya dan mencapai sebuah kepribadian yang misterius. Sama seperti sebuah sungai yang lebar dan penuh yang mendapatkan kekuatan ketika aliran sungai itu mengalir di dalam sebuah saluran yang sempit, begitu juga dengan kehidupan yang terus mengalir tak tentu arah ini yang kemudian disalurkan menuju kebersamaan melalui media sekolah. Sama halnya dengan, buah adalah merupakan perwujudan dari kebersamaan yang tumbuh dari keberagaman pohon-pohon buah.

Sekolah dianggap berhubungan dengan beberapa fase kehidupan saja. Kenyataannya lebih dari itu. Sekolah adalah sebuah ‘teater’ di mana semua hal yang tersebar di dunia ini ditampilkan di sini. Sekolah menyediakan segala kemungkinan untuk terus membaca dan berbicara kepada para murid bahkan ketika suasana hening sekalipun. Karena hal itulah, meskipun terlihat sulit untuk terlibat dalam sebuah fase kehidupan, namun sekolah mampu mengontrol semua waktu dan kejadian. Setiap murid biasanya menerapkan kembali di sepanjang hidupnya apa yang telah ia pelajari di sekolah dan selalu memperoleh efek dari pelajaran tersebut. Apa yang dipelajari ataupun diperoleh di sekolah dapat berupa khayalan dan cita-cita, atau keterampilan dan kenyataan tertentu. Namun, apa yang lebih penting adalah bahwa segala sesuatu yang diperoleh haruslah, dengan beberapa cara yang misterius, menjadi kunci untuk pintu-pintu yang tertutup, dan sebagai sebuah panduan menuju jalan untuk kebaikan.

Informasi yang benar yang didapat di sekolah dan benar-benar mampu menghubungkan berbagai pribadi, adalah sebuah alat dimana sebuah individu dapat terangkat menuju awan-awan di dunia yang luas ini dan mampu mencapai batas-batas keabadian. Informasi yang tidak benar-benar menghubungkan berbagai pribadi ini adalah tidak lebih dari sebuah beban yang dipikul di atas pundak murid-murid. Ini adalah sebuah beban tanggung jawab bagi para pemiliknya, dan setan adalah pengacau pikiran. Informasi yang seperti itu, yang mudah diingat namun susah untuk dicerna, tidak menyediakan sinar menuju pikiran dan semangat yang tinggi, namun meninggalkan gangguan terhadap pribadi itu sendiri.

Jenis pengetahuan terbaik yang harus didapatkan di sekolah adalah sebuah pengetahuan yang mampu membuat para murid menghubungkan segala peristiwa yang terjadi di dunia luar dengan pengalaman-pengalaman mereka sendiri. Seorang guru harus menjadi seorang pemandu yang dapat memberikan pandangan tentang apa yang sedang mereka alami. Tidak diragukan lagi bahwa pemandu terbaik (dan ia yang selalu mengulang-ulang pelajarannya) adalah kehidupan itu sendiri. Meskipun demikian, bagi mereka yang tidak tahu bagaimana memetik langsung pelajaran dari kehidupan ini adalah mereka yang membutuhkan perantara. Perantara-perantara ini adalah para guru –adalah mereka yang mampu menyediakan penghubung antara kehidupan dan sebuah pribadi, dan menginterpretasikan peristiwa-peristiwa yang ada dalam kehidupan ini.

Media massa dapat menyampaikan berbagai informasi kepada seluruh umat manusia, namun media massa tidak akan pernah dapat memberi pelajaran akan kehidupan yang sebenarnya. Dalam hal ini, guru-guru adalah sosok yang tidak akan pernah tergantikan. Hanyalah guru itu sendiri yang dapat menemukan jalan menuju hati para muridnya dan menanamkan pada pikiran mereka tanda-tanda yang tidak mudah luntur. Para guru yang benar-benar mampu mencerminkan dan menyampaikan kebenaran akan juga mampu menjadi seorang panutan yang baik bagi para muridnya dan juga dapat mengajarkan kepada mereka tujuan-tujuan dari ilmu pengetahuan. Guru-guru akan menguji coba berbagai informasi yang akan mereka sampaikan kepada murid-murid mereka melalui penyaringan pikiran mereka sendiri, bukan dengan metode Barat sebagaimana yang kini sering digunakan untuk menemukan jawaban akan segala sesuatu yang terjadi.

Para murid Nabi Isa, belajar darinya tentang bagaimana mengambil resiko akan kehidupan mereka demi tercapainya tujuan mereka dan mampu bertahan ketika mereka berada di mulut singa-singa; mereka tahu bahwa guru mereka telah membekali mereka dengan pelajaran-pelajarannya meskipun mereka berada di ambang batas kematian. Mereka yang telah meletakkan harapan, dan juga memberikan hatinya kepada, Nabi Muhammad, seorang panutan terbaik akan kemanusiaan, menyadari bahwa penderitaan demi tegaknya kebenaran akan menghasilkan kedamaian dan keselamatan. Melalui pengamatan mereka, murid-murid Nabi Muhammad mengetahui bahwa beliau selalu mendoakan orang-orang yang membencinya agar mereka mendapatkan kedamaian dan kebahagiaan walaupun seringkali orang-orang tersebut menyakiti Nabi Muhammad.

Sebuah pelajaran berharga adalah apa yang diajarkan di sekolah oleh para guru sejati. Pelajaran ini tidak hanya menawarkan sesuatu kepada para muridnya, namun juga mampu mengangkat mereka menuju kondisi yang baru dan lebih baik. Dengan begitu, seorang murid akan memperoleh sebuah pandangan yang mampu menembus kebenaran akan segala sesuatu dan melihat setiap kejadian sebagai sebuah tanda dari dunia-dunia yang tak terlihat.

Sekolah akan menjadi sebuah tempat yang begitu melelahkan untuk belajar dan mengajar, apabila para muridnya, melalui semangat yang makin memuncak dari para gurunya, terkadang terlalu jauh melayang menuju angkasa. Kadang-kadang kesadaran mereka terlalu meluap melewati batas kehidupan normal, membanjiri para muridnya dengan rasa keingintahuan akan apa yang mereka pikirkan atau rasakan ataupun alami.

Seorang guru sejati memahami petunjuk-petunjuk dari beberapa kejadian dan peristiwa dan mencoba untuk mengidentifikasi kebenaran-kebenaran di dalamnya, menguraikan rinciannya dengan menggunakan setiap kemungkinan yang ada.

Seorang guru Rousseau terkenal dengan kepemilikan suara hatinya; guru dari Kant memiliki suara hati beserta alasan-alasannya.. Di sekolah Maulana dan Yunus, guru mereka adalah Nabi Muhammad. Al-Qur’an adalah merupakan wahyu, dimana kata-kata di dalamnya adalah merupakan pelajaran-pelajaran akan Ketuhanan –kata-kata tersebut bukanlah kata-kata biasa namun kata-kata yang penuh misteri yang mampu menjangkau semua kalangan, dan kata-kata tersebut merupakan pembuktian akan kesatuan yang paling tinggi dari keberagaman.

Sekolah yang bagus adalah sebuah tempat suci di mana sinar Al-Qur’an akan dipusatkan, dan guru adalah seorang pemimpin yang memiliki kekuatan sihir dari laboratorium misterius ini. Guru sejati yang sebenarnya adalah ia yang akan menyelamatkan kita dari luka-luka di masa lalu, dan, dengan kekuatan kebijaksanaannya, mengenyahkan kegelapan yang menyelubungi dunia kita.

pexels-gabby-k-5996871

Perlu Diketahui Setiap Orang Tua

HAL-HAL YANG HARUS DIKETAHUI SEBAGAI ORANG TUA

Dalam keluarga yang ideal, orang tua harus menjadi ahli pendidikan, dan mereka harus memiliki rasa tanggung jawab serta pengetahuan yang diperlukan untuk mendidik anak. Siapapun yang ingin menjadi orang tua harus memiliki pengetahuan  tentang psikologi dan pedagogi pada level tertentu, atau setidaknya mengetahui prinsip-prinsip Al-Qur’an tentang hal ini. Mereka harus mengetahui dan mempelajari cara-cara membesarkan generasi dengan baik.

Orangtua dan anak harus mengerti dan paham terhadap tugas dan kewajibannya masing-masing, memiliki tanggung jawab sesuai dengan fitrah dan perintah-Nya. Jika sebuah keluarga dapat menjalankan semua tugas dan kewajibannya masing-masing, dapat menciptakan suasana keharmonisan dan penuh keakraban, maka inilah yang menjadi salah satu keberkahan dalam keluarga.

Jika orangtua kurang peduli atau respek pada anak-anak, kurang memperhatikan atau abai, maka anak-anak akan merasa diacuhkan oleh orangtua sehingga terjadilah amarah dalam diri mereka. Jika dalam sebuah keluarga sudah menerapkan kepedulian yang tinggi dan saling memberikan perhatian, maka insya Allah keluarga yang dibina akan menjadi harmonis dan rahmat Allah pun akan datang pada keluarga tersebut.
Jika antar sesama anggota keluarga saling memiliki satu sama lain, tentu akan menambah kebahagiaan dan keeratan hubungan kekeluargaan.
Selain itu hal yang sangat penting adalah bahwa orangtua juga harus memperhatikan dari mana dan bagaimana memperoleh nafkah, tidak ada keberkahan pada suatu apapun yang diperoleh dari harta yang tidak halal. Jadi, salah satu tanda keluarga ideal adalah memastikan harta atau rezeki yang diperolehnya halal. Rezeki yang halal akan mendatangkan keberkahan dari Allah SWT.

Harta yang dimiliki digunakan untuk sesuatu yang baik. Bukan untuk berfoya-foya dan memenuhi kesenangan yang sifatnya haram maupun makruh. Membelanjakan harta sesuai dengan aturan yang diajarkan, maka akan membuat kebahagiaan bagi keluarga tersebut dan mendapatkan keberkahan dari Allah SWT.

Itulah beberapa tanda-tanda keluarga bahagia, penuh kebahagiaan, tentram dan damai. Semoga kita semua dapat membangun keluarga yang bahagia dengan menerapkan hal-hal yang ma’ruf dan sesuai dengan ajaran Islam.

mengembangkandiri.com give-a-hope-2021-08-29-00-54-56-utc

Harapan Keluarga

Orang tua zaman sekarang yang tidak mendapatkan banyak pendidikan dari orang tua mereka di masa lalu, oleh karena itu saat ini mereka terkadang berharap banyak  kepada orang lain dalam hal pendidikan anak-anak mereka. Namun, dalam hal pendidikan, keluarga, guru dan institusi memiliki tanggung jawab masing-masing. Dan itu tidak dapat diserahkan hanya kepada satu pihak saja. Agar dapat mencapai hasil yang baik proses pendidikan harus dilakukan secara bersama dan saling bersinergi.

Kita yang sudah menjadi orang tua tentu senantiasa berharap, berdo’a dan berusaha semaksimal mungkin agar anak-anak kita kelak menjadi anak-anak yang shalih, anak-anak yang bermanfaat.

Sungguh beruntung dan berbahagia lah orang tua yang telah mendidik anak-anak mereka sehingga menjadi anak yang shalih, yang selalu membantu orang tuanya, mendoakan orang tuanya, membahagiakan mereka dan menjaga nama baik kedua orang tua. Karena anak yang shalih akan senantiasa menjadi investasi pahala, sehingga orang tua akan mendapat aliran pahala dari anak shalih yang dimilikinya.

Oleh karenanya, saking urgennya pembinaan dan pendidikan sang anak sehingga bisa menjadi anak yang shalih, Allah ta’ala langsung membebankan tanggung jawab ini kepada kedua orang tua.

Tanggung jawab pendidikan anak ini harus ditangani langsung oleh kedua orang tua. Para pendidik yang mendidik anak di sekolah–sekolah, hanyalah partner bagi orang tua dalam proses pendidikan anak.

Orang tua yang berusaha keras mendidik anaknya dalam lingkungan ketaatan kepada Allah, maka pendidikan yang diberikannya tersebut merupakan pemberian yang berharga bagi sang anak, meski terkadang hal itu jarang disadari.

Mengenai tanggung jawab pendidikan anak terdapat perkataan yang berharga dari imam Abu al-Hamid al-Ghazali rahimahullah. Beliau berkata, “perlu diketahui bahwa metode untuk melatih/mendidik anak-anak termasuk urusan yang paling penting dan harus mendapat prioritas yang lebih dari urusan yang lainnya. Anak merupakan amanat di tangan kedua orang tuanya dan qalbunya yang masih bersih merupakan permata yang sangat berharga dan murni yang belum dibentuk dan diukir. Dia menerima apa pun yang diukirkan padanya dan menyerap apa pun yang ditanamkan padanya. Jika dia dibiasakan dan dididik untuk melakukan kebaikan, niscaya dia akan tumbuh menjadi baik dan menjadi orang yang bahagia di dunia dan akhirat. Dan setiap orang yang mendidiknya, baik itu orang tua maupun para pendidiknya yang lain akan turut memperoleh pahala sebagaimana sang anak memperoleh pahala atas amalan kebaikan yang dilakukannya.

Betapa indahnya, jika kita memandang anak-anak kita menjadi anak yang shalih, karena hal itu salah satu penyejuk pandangan kita. Namun yang patut kita perhatikan adalah faktor yang juga mengambil peran penting dalam pembentukan keshalehan anak adalah keshalihan orang tua itu sendiri.

Jika kita menginginkan anak-anak shalih, maka kita juga harus menjadi orang tua yang shalih.

Karya Pembaca: Jejen

mengembangkandiri.com kids-love-nominated-2021-08-29-01-17-20-utc

Mendidik Cinta, Kasih, dan Hormat Keberagaman

MENDIDIK ANAK TENTANG CINTA, KASIH SAYANG DAN RASA HORMAT DALAM BUDAYA YANG BERBEDA

Semua anak pada umumnya, khususnya anak muslim yang hidup dalam masyarakat barat; Seiring dengan mempelajari keyakinan mereka sendiri dengan sangat baik, mereka juga harus mencintai dan mengasihi semua orang tanpa memandang keyakinan mereka, dan mereka harus dididik dan dibesarkan dengan menghormati agama dan budaya yang berbeda. Jika anak yang dibesarkan tanpa dididik untuk mencintai dan mengasihi serta menghormati orang lain, maka ia tidak akan bisa bermanfaat baik bagi dirinya atau bagi masyarakat tempat ia tinggal.

Mengenalkan anak pada keragaman penting dilakukan sejak dini. Orang tua harus mengajak anak untuk bersosialisasi, bisa di sekolah maupun di lingkungan rumah. Orang tua perlu memberi pemahaman kepada anak agar tidak terpengaruh pada perilaku yang melanggar norma.

Anak harus diajak untuk berpikir kritis dan terbuka. Yakinkan kepada anak dengan keberagaman yang dimiliki akan membawa kedamaian. Berikan pemahaman bahwa dengan perbedaan kita bisa saling melengkapi. Bangun percaya diri anak dengan menonjolkan kelebihan mereka. Ikutkan anak pada kegiatan yang mendukung minat dan bakat. Dari sini anak mengenal banyak keragaman dan dapat menambah semangat dalam mengembangkan bakatnya.

Orang tua harus memberi contoh langsung perbuatan yang menunjukkan toleransi. Misal mengajak anak berkunjung ke panti-panti sosial, tentu akan dapat menumbuhkan jiwa anak untuk menghormati kehidupan yang penuh dengan keberagaman.

Mengajari anak mengenai toleransi beragama antar sesama dan menghargai perbedaan bisa dimulai dengan cara-cara sederhana dari rumah. Tunjukkan kepada anak bahwa cinta kita sebagai orang tua tidak bersyarat. Tunjukkan pula rasa cinta dan hormat, bahkan kepada orang-orang yang berbeda dari kita. Tunjukkan rasa cinta juga pada diri kita sendiri dan biarkan anak-anak melihat bahwa kita tidak menghakimi siapapun.

Kita hidup dalam dunia yang tidak sempurna. Tidak ada  manusia yang sempurna. Siapa saja dari suku apa saja, dan dari agama apa pun bisa melakukan kesalahan. Tahan diri kita untuk tidak berkomentar menyangkut perbedaan dengan hal salah yang mereka lakukan. Dengan demikian anak pun belajar dari kita untuk selalu memaafkan dan menghargai perbedaan.

Tanpa kita sadari, media yang ditonton, dibaca, dan didengar anak juga turut serta memberi masukan mengenai kesetaraan, dan rasa hormat kepada sesama. Kita perlu jeli membaca pesan tersirat dari alur cerita, penokohan, dialog, atau sudut pandang penceritaan dari media yang dinikmati anak. Meski demikian, dunia tidak mungkin steril dari semua hal yang berseberangan dengan nilai keluarga kita. Sekali lagi, kebiasaan berdiskusi menjadi kuncinya.

Bila orang tua mendorong sikap toleran pada anak-anaknya, membicarakan nilai-nilai dalam keluarga dan mencontohkan perilaku serta ucapan yang menunjukkan bahwa kita menghargai semua orang, anak-anak akan mengikuti jejak kita.

Karya Pembaca: Jejen

mengembangkandiri-pemuda

Demi Pemuda

Bagi mereka yang ingin memprediksi masa depan sebuah bangsa, bisa dengan mudah dan akurat mengamati sistem pendidikan yang diajarkan ke generasi mudanya.


Nafsu layaknya manisan, dan kebaikan seperti makanan yang kadang sedikit asin bahkan masam. Jikalau pemuda diberikan pilihan, yang mana akan mereka lebih sukai? Karena itulah, sudah menjadi kewajiban kita untuk mengarahkan mereka menjadi sahabat bagi kebaikan dan musuh dari kebiasaan buruk dan tak bermoral.


Sampai kita menyelamatkan generasi muda kita melalui pendidikan, mereka masih akan terus tertawan oleh lingkungan, nafsu serta kesenangan dunia. Mereka hanyut tanpa tujuan, terpengaruh oleh nafsu dan jauh dari ilmu dan akal budi. Sebenarnya, mereka mampu menjadi contoh sebagai pemuda yang gagah berani yang berprinsip dan berjiwa kebangsaan, namun, hanya jika pendidikan yang mereka tempuh mampu merawat potensi mereka dan mengembangkannya dengan cermat demi masa depan.


Bayangkan, semisal masyarakat sebagai sebuah cangkir terbuat dari kristal, dan generasi mudanya adalah cairan yang dituangkan kedalamnya. Perhatikan bahwa cairan mengikuti bentuk dan warna wadahnya. Namun disisi lain, apabila ada kelompok dengan pemikiran yang melenceng menjerumuskan para pemuda untuk patuh kepada mereka ketimbang kebenaran sejati. Apakah orang seperti mereka tak pernah bertanya ke dalam benaknya sendiri? Bukankah mereka seharusnya juga berada dalam jalan kebenaran?


Maju atau mundurnya sebuah bangsa tergantung pada semangat dan kesadaran pada bidang pendidikan yang diberikan kepada para generasi muda. Bangsa yang berhasil membangun generasi mudanya dengan baik, akan selalu siap untuk maju, sedangkan bangsa yang gagal dalam mendidik generasi mudanya, akan sadar bahwa mustahil untuk maju, bahkan mustahil hanya untuk mengambil satu langkah kedepan.


Hanya sedikit perhatian yang kita berikan tantang pentingnya nilai-nilai budaya dalam pendidikan, yang sebenarnya merupakan intisari dari pendidikan. Saat kita sudah sadar dan memberikan porsinya dengan tepat, kita akan meraih tujuan utama pendidikan.


Generasi muda adalah sumber tenaga, kekuakatan dan kecerdasan masa depan suatu bangsa. Jika dilatih dan dididik dengan tepat, mereka bisa menjadi “pahlawan”, yang menghadapi rintangan dan yang berpemikiran cemerlang sebagai cahaya bagi hati dan kedamaian dunia.