narrow-street-of-jerusalem-at-night-2021-08-30-02-12-28-utc

Mensyukuri Hadiah Mi’raj

Cara mensyukuri hadiah Mikraj adalah beribadah sampai pagi tiba[1]

Cemil Tokpınar

Agenda kita sangat padat. Acara-acara menarik datang satu demi satu. Coronavirus lalu datang di tengah kesibukan tak terhitung masyarakat dunia. Ia telah berhasil menarik perhatian seluruh dunia kepada dirinya. Nyawa terasa manis. Betapa indahnya hidup. Tidak ada satu pun manusia yang mau mati.

Itulah sebabnya setiap hari semua orang belajar informasi baru tentang penyakit ini. Mereka mencoba menerapkan informasi tersebut, memperhatikan kebersihan pribadi, memperkuat sistem kekebalan tubuh, berolahraga, tidak meninggalkan rumah, menyimpan makanan, dan entah apa lagi yang telah lakukan.

Meskipun semua itu dilakukan, umur kehidupan yang bisa tetap dijalani dengan produktif maksimum bisa dilakukan hingga kita berusia 70 sampai 80 tahun. Tentu saja melindungi nyawa dan kesehatan merupakan kewajiban kita sebagai manusia. Ia juga merupakan bagian dari perintah agama.

Namun, sebagaimana kita memberi perhatian besar kepada kehidupan dunia yang sementara ini bukankah seharusnya kita juga memberikan perhatian besar kepada kehidupan abadi kita nanti? Selain itu, bukankah virus ini telah menunjukkan ketidak berdayaan manusia, betapa fana-nya dunia, serta betapa besar nikmat kesehatan yang kita miliki?

Persis ketika berada di dalam pemikiran-pemikiran seperti ini, satu demi satu datang kesempatan untuk mengubah kehidupan yang fana menjadi kehidupan yang abadi. Pertama-tama, kita kedatangan rangkaian penuh kesempatan untuk meraih pahala dan berkah, yaitu Tiga Bulan Suci yang mulia.  Kita baru saja menjalani malam raghaib di awal Februari kemarin. Sedangkan hari senin lusa, insya Allah kita akan menghidupkan malam mikraj, insya Allah.

Beliau naik ke puncak kebahagiaan di tahun kesedihan (amul huzni)

Satu setengah tahun sebelum peristiwa hijrah dari Mekkah ke Madinah, Nabi kita SAW menjalani salah satu mukjizat terbesar di malam ke-27 bulan Rajab, yaitu Isra dan Mikraj. Peristiwa mikraj yang terjadi setelah kematian sosok-sosok yang paling dicintai oleh Rasulullah yaitu wafatnya istri beliau, Sayyidah Khadijah, dan  pamannya Abu Talib sangatlah bermakna. Sang Pencipta menghibur Rasulullah dengan menjamunya di hadapan-Nya. Dia memuliakannya dengan rahmat-Nya yang paling agung.

Apabila datang masa di mana kepedihan demi kepedihan datang beruntun yang membuat diri ini menggeliat dengan kepedihan dan keprihatinannya lalu kita bertawajuh kepada Sang Pencipta memohon rahmat dan tajali inayat-Nya apakah kita akan terhalang dari pertolongan-Nya?

Demikianlah, pada malam itu Malaikat Jibril datang dan membawa Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Haram menuju Masjidil Aqsa di al Quds dengan mengendarai Buraq.  Ia menjemputnya dari Masjidil Haram dan membawanya ke Masjid al-Aqsha di Yerusalem dengan mengendarai Buraq. Dari sana, beliau dibawa ke langit untuk ditunjuki ayat-ayat dan bukti-bukti ke-Mahakuasa-an Allah SWT. Di setiap level langit Beliau dipertemukan dengan para nabi.

Setelah itu, beliau tiba di maqam qāba qausaini (sejarak dua ujung busur panah, An Najm 53: 9).“ Beliau diperlihatkan beragam hal luar biasa. Beliau menyimak kalam-Nya yang kita tidak bisa ketahui komposisinya, melalui cara yang tidak bisa kita pahami, dari Dia yang suci dari tempat dan waktu secara langsung. Beliau menyaksikan jamaliyah-Nya yang tanpa akhir. Mikraj menurut konsep waktu kita berlangsung begitu singkat sehingga beliau pun pulang ke kediamannya yang mulia pada malam yang sama.

Senin malam esok lusa merupakan malam terjadinya mukjizat mikraj ratusan tahun yang lalu. Malam ini adalah malam yang luar biasa, malam di mana Sang Pencipta menyambut Nabi Besar Muhammad al Mustafa SAW baik secara jasmani sekaligus secara ruhani. Malam di mana Dia mengajaknya bertemu, berbicara, serta menunjukkan  nikmat dan kabar gembira yang tak terhitung banyaknya.

Isra dan Mikraj dalam Quran

Langkah awal mukjizat mikraj hingga tiba di Masjidil Aqsa dijelaskan dalam Al-Qur’an sebagai berikut:

“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui..” (Surah Isra’, 17:1).

Langkah kedua dari mikraj adalah ketika Nabi Muhammad SAW memulai perjalanannya dari Masjidil Aqsa menuju seluruh tingkatan langit hingga akhirnya beliau tiba di hadapan ilahi. Bagian ini juga diceritakan dalam Surat Najm sebagai berikut:

“Sedang dia berada di ufuk yang tinggi. Kemudian dia mendekat, lalu bertambah dekat lagi. Maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi). Lalu dia menyampaikan kepada hamba-Nya (Muhammad) apa yang telah Allah wahyukan. Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya. Maka apakah kaum (musyrik Mekah) hendak membantahnya tentang apa yang telah dilihatnya? Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal, (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar (Surah Najm, 53: 7-18)

Tiga anugerah besar telah diberikan kepada Nabi Besar Muhammad SAW pada malam ini. Ini merupakan pertemuan terbesar dalam sejarah umat manusia. Tiga anugerah tersebut adalah: salat yang lima waktu, dua ayat terakhir surat Al Baqarah yaitu Amanarrasulu, dan yang terakhir yaitu anugerah di mana semua umat Rasulullah yang tidak syirik kepada Allah akan diampuni (HR Muslim, Iman: 279).

Nabi Muhammad SAW mengatakan dalam hadisnya yang mulia, “Salat adalah mikrajnya orang mukmin”. Melalui hadisnya tersebut, beliau mengisyaratkan bahwasanya salat merupakan pertemuan, perjumpaan, dan perbincangan kita sebagai hamba dengan Sang Pencipta.

Amanarrasûlu: Ayat-ayat doa yang unik tiada banding

Kemuliaan dua ayat terakhir dari Surat Al Baqarah yang juga merupakan salah satu anugerah yang didapat dari malam mikraj dijelaskan dalam sebuah hadis sebagai berikut:

“Terdapat dua ayat di akhir surat Al-Baqarah. Barang siapa yang membacanya (untuk kebutuhan hidupnya di dunia maupun akhirat atau untuk Al Quran yang akan dibacakannya di malam tersebut), maka cukuplah hal tersebut baginya. (HR Bukhari, Fadailul-Qur’an: 10)

Beberapa ulama menjelaskan bahwa ungkapan “cukup” di sini adalah “menghidupkan malam”.

Rasulullah SAW dalam hadis lainnya menyampaikan urgensi dari mempelajari maupun mengajarkan dua ayat ini:

“Allah Yang Mahakuasa menutup Surat Al-Baqarah dengan dua ayat ini. Barang siapa membacanya akan diberikan pahala dari perbendaharaan Arsy A’la. Pelajarilah dua ayat ini, ajarkan ia kepada wanita-wanita dan anak-anakmu.”

Itu berarti mempelajari dan mengajarkan dua ayat tersebut merupakan perintah dari Rasulullah SAW. Dalam hal ini, penting bagi kita untuk mengingatkan keluarga dan orang-orang terdekat kita dan mendorong mereka untuk mempelajarinya.

Sekali lagi terdapat berita gembira dalam hadis luar biasa berikut ini:

“Allah SWT 1000 tahun sebelum menciptakan menciptakan bumi dan langit menulis sebuah kitab. Ia menurunkan dua ayat dari kitab tersebut. Dua ayat tersebut dijadikan sebagai akhir dari surat Al Baqarah.  Jika ayat-ayat itu dibaca selama tiga malam di sebuah rumah, maka setan tidak akan mendatangi rumah tersebut. “ (Tirmizi, Sawwabul-Qur’an: 4)

Mukjizat Mikraj membuktikan bahwa semua prinsip iman, terutama keberadaan dan keesaan Sang Pencipta merupakan kebenaran dan hakikat. Ini karena Nabi Muhammad SAW yang sepanjang hidupnya senantiasa berbicara tentang kebenaran dan hakikat serta tidak pernah berbohong meski bercanda sekalipun menyampaikan bahwa dirinya menemui Sang Pencipta dan telah melihat akhirat dengan mata kepalanya sendiri.

Bagaimana mungkin Sang Muhbir Sadiq SAW yang tidak pernah berbohong bahkan dalam hal paling remeh sekali pun di sepanjang hidupnya kemudian akan berkata bohong dalam perkara besar seperti ini? Ya, sebagaimana dia telah melihat hakikat dan kebenaran, dia pun mengatakan hakikat dan kebenaran.

Ibadah apa yang harus kita lakukan di malam ini?

Kita harus menghidupkan malam mikraj dengan Al-Qur’an, salat sunah, dan doa. Sedangkan pagi harinya kita lanjutkan dengan berpuasa. Supaya kita bisa tahan begadang di malam harinya, hendaknya kita beristirahat dengan cukup sebelum malam tersebut tiba. Jika dimungkinkan, lakukan tidur qailullah. Setelah makan malam, kita bisa mengonsumsi sesuatu yang bisa mengusir kantuk seperti teh dan kopi. Saat kantuk tiba, kita bisa menyegarkan diri dengan memperbaharui wudu.

Meskipun keesokan hari dari malam mikraj adalah hari selasa, amatlah dianjurkan untuk berpuasa di hari senin dan selasanya. Mereka yang berhalangan bisa saja berpuasa hanya pada hari senin atau hari selasanya saja. Mereka yang lebih banyak berpuasa akan mendapat pahala lebih juga.

Malam tersebut yaitu senin malam harus kita hidupkan dengan Al-Qur’an, salawat, tobat dan istigfar, serta salat dan doa. Untuk ini perlu dilakukan persiapan dan perencanaan terlebih dahulu. Dari segi motivasi, alangkah baiknya jika bisa menghabiskan malam dalam sebuah program yang diikuti banyak orang. Akan tetapi, karena kita harus berhati-hati terhadap penularan virus corona, maka kita bisa membuat program tersebut di lingkup keluarga. Kita bisa memotivasi bahkan memberi penghargaan kepada anak-anak kita yang aktif sesuai proporsinya.

Dalam surat yang ditulis Badiuzzaman saat beliau dan murid-muridnya berada di Penjara Afyon, terdapat hal-hal menarik perhatian terkait ibadah-ibadah apa saja yang dapat dikerjakan di malam ini:

“Lailatul Mikraj layaknya Lailatul Qadar yang kedua. Ikhtiar maksimal yang bisa dikerjakan pada malam ini bisa diberi 1000 ganjaran.  Berkat rahasia perusahaan maknawi, insya Allah setiap diri kalian layaknya lisan 40.000 malaikat yang bertasbih, Anda pun di tempat pesakitan ini akan berdoa dan beribadah dengan lisan 40.000 orang di malam yang agung dan penuh pahala ini” (Syua ke-14)

Supaya peluang luar biasa ini tidak terlewatkan, mari kita manfaatkan malam tersebut sebagai berikut:

  1. Mari tidak mengabaikan penunaian salat fardhu secara berjamaah, yang diikuti salat sunah awwabin, tasbih, hajat, dan tahajud.
  2. Lakukan khataman Al Qur’an dengan jalan membagi-bagikan juz. Selain itu, kita juga bisa membaca surat-surat pilihan seperti Yasin, al-Fath, Ar-Rahman, Al-Mulk, An-Naba, dan Jausyan.
  3. Jika mampu, kita bisa mengkhatamkan Jausyan yang lengkap dan Al Qulubud Daria.
  4. Kita harus bertobat, beristigfar, dan mengirimkan banyak salawat kepada Baginda Nabi SAW.
  5. Di penghujung malam, kita perlu mengajak anggota keluarga bangun sahur dan membaca niat puasa bersama-sama. Dilanjutkan dengan salat subuh berjamaah dan membaca tasbihat panjang.
  6. Di setiap kesempatan pada malam tersebut kita harus mendoakan negeri kita serta semua orang-orang tak berdaya, tak bersalah yang teraniaya dan terzalimi di seluruh penjuru dunia. Di setiap akhir salat dan wirid mari kita doakan kebahagiaan dan jalan keluar bagi mereka.
  7. Selain itu, mari kita bagikan informasi ini kepada teman-teman lainnya supaya kita menjadi sarana bagi orang lain untuk menghidupkan malam mikrajnya.

Sumber: Tr724 | Cemil Tokpınar

[1] Diterjemahkan dari: https://www.tr724.com/mirac-hediyelerine-sukur-sabaha-kadar-ibadetle-olur/

mengembangkandiri.com splashes-of-watercolor-paint-and-painting-supplies-2021-09-02-14-39-48-utc

Menyikapi Kesalahan

Karya Pembaca: Mahir Martin

Kesalahan dan Cara Menyikapinya

Manusia adalah makhluk Tuhan yang tak bisa terhindar dari kekhilafan. Baik disengaja maupun tak disengaja, manusia melakukan kesalahan, manusia lupa dan alfa, manusia menyimpang dan melakukan dosa.

Kesalahan diidentikkan dengan perbuatan setan. Sebuah dosa atau kesalahan terjadi karena manusia mengikuti bujukan, rayuan, dan ajakan setan. Setelah manusia melakukan kesalahan, setan akan mengajak manusia melakukan pembenaran.

Bagi orang yang taat dan memiliki karakter kuat, setelah melakukan kesalahan, alih-alih mencari pembenaran, mereka akan kembali kepada Rabbnya untuk mencari pintu maaf atas kesalahan yang dilakukan.

Dalam al-Quran ditegaskan,

“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui” (Q.S 3:135).

Memohon ampun ketika melakukan kesalahan bukan perkara mudah. Kesalahan akan membawa manusia kepada lingkaran fasid. Fasid adalah perbuatan, pekerjaan, isi hati yang rusak atau busuk. Berada dalam lingkaran fasid membuat manusia akan selalu berada dalam lingkungan yang rusak dan busuk. Hal ini menyebabkan manusia sangat rentan untuk terus melakukan kesalahan dan sulit keluar darinya.

Seperti kita ketahui, manusia sangat dipengaruhi oleh lingkungan dimana ia berada. Dalam diri manusia terdapat sifat berlian dan juga sifat arang. Lingkungan yang akan menentukan sifat mana yang akan lebih dikedepankan. Jika manusia berada dalam lingkaran fasid, sudah barang tentu sifat buruklah yang akan lebih menonjol. Sifat arang akan lebih terlihat dan menutupi sifat berlian yang ada pada dirinya.

Setiap kesalahan yang dilakukan manusia akan membuat noda hitam dalam diri manusia. Noda yang akan membekas di benak manusia, sekecil apapun noda itu ditorehkan. Noda kecil akan membesar jika tidak segera dibersihkan. Oleh karenanya, sekecil apapun kesalahan tidak seharusnya diremehkan. Kesalahan yang besar maupun yang kecil sekalipun, seharusnya bisa dibersihkan dengan segera melakukan taubat dan permintaan ampun kepada-Nya.

Ketika seseorang melakukan kesalahan, maka yang seharusnya dilakukan adalah bermuhasabah dan kembali kepada Rabbnya, meminta maaf dan bertobat dengan sebenar-benarnya. Namun sayangnya, terkadang kita melupakannya. Terkadang kita lebih sibuk melakukan pembelaan diri, merasa diri tak bersalah, dan melakukan pembenaran.

Kita seolah tidak menyadari atas kesalahan yang kita lakukan.

Jika muhasabah benar-benar dilakukan, maka akan terbentuk perasaan bersalah dalam diri. Seseorang yang sadar atas kesalahan yang dilakukan akan fokus mengarahkan dirinya untuk bertobat dan hidup dalam pengharapan untuk mendapatkan maaf dari Rabbnya walaupun ia sendiri tak bisa memaafkan dirinya sendiri yang telah melakukan kesalahan tersebut.

Oleh karenanya, agar terhindar dari melakukan kesalahan, manusia harus terus berhati-hati. Manusia seharusnya menghindar dari lingkaran fasid yang ada dihadapannya, menjauh dari perbatasan untuk masuk kedalamnya. Berjalan di perbatasan, sewaktu-waktu bisa membuat manusia tergelincir ke dalamnya, masuk ke dalamnya tanpa ia sadari.

Ya, terkadang kita memang tak sadar dalam melakukan kesalahan, tak sadar masuk ke lingkaran fasid yang bisa membuat kita justru melakukan pembenaran terhadap kesalahan yang kita lakukan. Bahkan bisa saja kita justru sibuk menyalahkan orang lain atas kesalahan yang kita lakukan.

Hal ini sesuai dengan sebuah kaidah bahwa seseorang yang sibuk dengan menyalahkan orang lain, tak akan mampu melihat kesalahan dirinya sendiri.

Seseorang yang selalu mencari-cari noda dalam diri orang lain, tak akan menyadari dirinya yang berada dalam kubangan lumpur yang penuh dengan noda.

Alhasil, kita harus sangat berhati-hati dalam kehidupan. Kita harus berusaha menjaga diri untuk tidak melakukan kesalahan dan kekhilafan. Kita juga harus menyadari bahwa kita hidup di dalam dunia yang licin, yang sewaktu-waktu bisa membuat kita tergelincir ke dalam kesalahan.

Selain itu, kita juga seharusnya bisa mengulurkan tangan kepada orang-orang yang memiliki kemungkinan untuk tergelincir di tempat yang sama, karena inilah yang dibutuhkan dari keimanan dan kasih sayang kita kepada sesama manusia.

ilustrasi-potret-said-nursi-_mengembangkan_diri

Membaca Risalah Nur Setiap Hari

Sebaiknya Dalam Sehari Kita Baca Risalah Nur Berapa Halaman?[1]

Penulis | Cemil Tokpınar

Beberapa tahun yang lalu, kami pernah bertamu ke rumah salah satu teman yang berprofesi sebagai seorang guru. Di rak bukunya terdapat set risalah nur.

Ketika senggang, kami membaca sebuah pelajaran dari buku tersebut.

Buku terlihat baru, masih mulus. Mungkin baru dibeli.

Karena penasaran, aku pun bertanya:

“Apakah Anda telah selesai membaca semua set buku risalah nur?”

“Belum” jawabnya.

“Apakah Anda telah menyelesaikan seri-serinya yang paling tebal? Misalnya al Kalimat, al Maktubat, atau judul risalah lainnya?” tanyaku lagi.

“Saya belum pernah menyelesaikan buku-buku yang tebal. Di program-program membaca, saya biasanya membaca atau menyimak buku-buku risalah yang tipis.

Rupanya ia sudah berkenalan dengan buku-buku Risalah Nur sepuluh tahun lamanya.  Apabila ia membaca sedikitnya sepuluh halaman per hari, pastilah dalam setahun ia telah menyelesaikan semua set setidaknya sebanyak satu kali.

Sebenarnya, ada beberapa contoh serupa yang saya temui. Pada diri pribadi, keluarga, dan lingkaran pertemanan dapat ditemui mereka yang sudah mengenal risalah nur tetapi belum cukup dalam membacanya.

Pada hari ini saya ingin membahas kuantitas dalam memaksimalkan pelajaran-pelajaran iman secara harian.

Waktu mengalir seperti air.

Hari-hari ketika kita tidak mampu menyisihkan waktu untuk membaca risalah nur akan ditulis sebagai kerugian dalam hidup kita. Karena membaca karya-karya tersebut menjadi sarana bagi peningkatan kualitas iman, ibadah, ikhlas, ketakwaan, dan akhlak, maka tidak membacanya akan meninggalkan kerugian yang amat serius.

Seberapa banyak kita membaca dalam sehari tergantung pada target yang kita tentukan. Pada hari ini, coba kita mulai dari target yang paling rendah.

Seperti yang Anda ketahui, setetes demi setetes lama-lama menjadi samudera.  Meskipun sedikit, apabila kita tidak mencicil apa yang kita targetkan maka kita akan kehilangan samudera.

Orang-orang di masa kini memiliki banyak kesibukan. Terdapat nasihat dan motivasi penting dari Ustaz Said Nursi tentang berapa banyak waktu yang harus kita curahkan untuk membaca atau menyimak Risalah Nur di tengah hiruk-pikuk kesibukan sehari-hari.

Dalam sebuah surat yang dikutip dalam Lampiran Emirdag (Emirdağ Lâhikası), Ustaz membahas sebuah peringatan spiritual yang diterimanya. Ketika memberikan motivasi untuk membaca setiap hari, Beliau memberikan kabar gembira yang luar biasa:

“Apabila seorang lelaki di rumahnya terdapat 4-5 anak, hendaknya ia mengubah rumahnya tersebut menjadi Madrasah Nuriyah. Apabila ia tinggal sendirian, ia bisa mengundang 3-4 tetangganya yang paling akrab dan mengondisikan tempatnya berkumpul sebagai Madrasah Nuriyah mini. Jika itu juga tidak memungkinkan, setidaknya ia menyisihkan waktu meskipun hanya 5-10 menit untuk membaca, menyimak, atau menulis risalah nur. Dengan demikian ia bisa mendapat pahala dan kemuliaan penuntut ilmu yang hakiki. Ia juga bisa meraih lima jenis ibadah seperti yang ditulis di risalah ikhlas. Dalam hatiku muncul peringatan bahwa sebagaimana para penuntut ilmu yang hakiki, muamalah agung yang mereka kerjakan untuk mendapat penghasilan guna memenuhi kebutuhan sehari-hari pun dapat dianggap sebagai salah satu jenis ibadah.”

Apabila pernyataan tersebut memerlukan penjelasan ringkas, kita dapat melihat aktivitas membaca ini akan dilakukan dengan siapa, dimana, bagaimana, minimal seberapa banyak, dan kabar gembira bagi mereka yang melaksanakannya.

Bagaimana membaca buku dan dengan siapa saja:

Pertama-tama, ia disarankan untuk dilakukan bersama keluarga. Apabila ia tinggal sendirian, disarankan untuk membacanya bersama para tetangga. Apabila cocok, aktivitas menuntut ilmu ini bisa dilakukan baik bersama keluarga maupun bersama teman-teman lainnya. Pernyataan ini juga dapat kita pahami bahwasanya proses membaca disarankan menggunakan metode muzakarah. Cara membaca yang demikianlah yang dianggap memenuhi kriteria membaca harian. Namun, apabila kesempatan seperti itu sulit untuk dilaksanakan, maka aktivitas membaca bisa dilakukan kapan pun dan dimana pun ketika sempat.

Aktivitas membaca baiknya dilakukan di mana: 

Apabila ruang institusi resmi seperti pusat kebudayaan atau pun ruang belajar tidak tersedia, aktivitas membaca bisa dilaksanakan di rumah-rumah atau di mana saja boleh dilakukan, menyesuaikan dengan kondisi. Sebagai langkah antisipasi pandemi global yang sedang kita hadapi, alangkah indahnya jika kita berhasil mengkreasikannya dengan sistem digital dan menggubah seluruh penjuru bumi menjadi dershane.

Dalam satu hari sebaiknya membaca berapa halaman:

Dalam surat yang ditulis Ustaz tersebut, disampaikan sedikitnya membaca selama 5-10 menit. Bila kita konversi waktu 5-10 menit tersebut menjadi jumlah halaman, kita dapati dalam durasi waktu tersebut kita telah membalik 2-4 halaman. Apabila kebiasaan ini bisa dilakukan secara kontinu, maka ia bisa digunakan sebagai target harian. Ungkapan “setidaknya” menyampaikan pesan bahwa durasi ini bisa ditambah jika sedang senggang.

Apa saja kabar gembira yang bisa diraih:

Mereka yang membaca secara rutin setiap hari akan meraih kemuliaan dan keutamaan para penuntut ilmu. Selain itu, mereka juga meraih lima jenis ibadah yang dijelaskan dalam risalah ikhlas.

Kemuliaan dan keutamaan para penuntut ilmu telah dijelaskan dalam banyak hadis.  Demikian banyak kemuliaannya, tidurnya para penuntut ilmu yang hakiki dan ikhlas pun bernilai ibadah, apabila meninggal mereka meraih derajat syahid, amalan duniawi yang mubah akan terhitung sebagai ibadah.

Sedangkan lima jenis ibadah yang dibahas dalam risalah ikhlas adalah sebagai berikut:

  1. Ia merupakan bentuk jihad maknawi yang merupakan perjuangan terpenting dalam menghadapi kaum yang sesat.
  2. Ia merupakan pengabdian dalam bentuk bantuan bagi ustadz untuk menyebarluaskan kebenaran
  3. Ia merupakan pengabdian bagi seluruh kaum muslimin dari sisi keimanan
  4. Ia merupakan bentuk pemerolehan ilmu lewat tulisan
  5. Ia merupakan bentuk ibadah tafakkur yang satu jam darinya senilai dengan satu tahun ibadah.

Kini mari kita melakukan muhasabah dan menanyakan pertanyaan berikut kepada diri kita sendiri:

Berapa tahun kita telah mengenal Risalah Nur? Berapa kali kita mampu menyampaikan Risalah Nur? Melalui kehidupan dan ilmu, seperti apa kita telah menjadi teladan bagi anggota keluarga dan lingkungan masyarakat? Apakah kita memiliki jadwal membaca dan menyimak harian yang rutin? Apabila masih belum ada, kira-kira kapan akan dimulai?

Umur akan segera berlalu layaknya angin. Apabila kita menyisihkan 5-10 menit waktu yang dimiliki untuk membaca Risalah Nur, dalam 5 tahun kita akan menyelesaikan membaca semua setnya setidaknya sekali. Dalam 50 tahun, artinya kita akan menyelesaikan semua setnya sebanyak 10 kali. Dengannya kita akan meletakkan pelajaran-pelajaran dan tafsir dari ribuan ayat-ayat Al-Qur’an yang membahas iman ke dalam akal, kalbu, dan perasaan kita. Apakah kita tidak memiliki setidaknya 5-10 menit dalam sehari untuk meraih iman dan makrifat, mendaki anak tangga ketenteraman dan ihsan, menyelamatkan iman diri kita sendiri serta menjadi sarana bagi terselamatkannya iman orang lain?

Kita sedang hidup di periode masa di mana semua set risalah baik dalam bentuk tulisan ataupun audio dapat diakses melalui telepon genggam. Di mana pun kita bisa temukan kesempatan, ia dapat segera digunakan untuk membaca risalah sebanyak 3-4 halaman. Apalagi, setiap hari terdapat lebih dari 5-10 menit yang kita gunakan untuk singgah pada hal-hal tidak perlu yang bahkan merugikan.

Apabila saat ini kita tidak mengatakan “cukup” pada kebiasaan kita yang absen dari rutinitas membaca, lalu akan kita mulai kapan?

[1] Diterjemahkan dari: https://www.tr724.com/gunde-kac-sayfa-risale-i-nur-okuyalim/

mengembangkandiri.com ramadan-kareem-greeting-photo-2022-02-02-20-57-31-utc

Tiga Bulan Suci dan Malam Raghaib

Musim Berlimpahnya Rahmat:  Tiga Bulan Suci dan Malam Raghaib

Cemil Tokpınar

Sesaat lagi kita akan memasuki musim penuh berkah yang datang untuk menyelamatkan kita di hari-hari di mana semua umat manusia, terutama masyarakat negara kita dan dunia Islam yang tengah menghadapi berbagai masalah dan bencana.

Tiga bulan suci yang bernama Rajab, Sya’ban, dan Ramadhan. Pada hari Kamis tanggal 26 Januari 2023 biasa disebut dengan Lailatul Raghaib, malam Jumat pertama di bulan Rajab.

Tiga bulan suci merupakan musim penuh berkah dan istimewa di mana Allah SWT mencurahkan rahmat, maghfirah, dan inayat-Nya.  Kita dapat mengatakan bahwa Tiga Bulan Suci adalah rentetan peluang yang datang berturut-turut di mana bulan yang datang berikutnya nilainya semakin berharga. Ia merupakan tempat berlalu lalangnya siang dan malam penuh berkah di mana satu amalan di dalamnya akan mendapatkan 1000 ganjaran.

Sebagaimana halnya pasar dan pekan raya yang digelar pada hari dan musim tertentu memamerkan produk terbaru dan inovasi terkini serta mengobral banyak diskon dan doorprize, demikian juga bulan rajab, sya’ban dan ramadan atau lazim kita sebut sebagai dengan tiga bulan suci, di dalam hari-hari dan malam-malamnya terdapat banyak promo dan hadiah kejutan yang melebihi besaran hadiah dan diskon di hari-hari lainnya.

Ketika tiga bulan suci datang, demi mendapatkan rahmat dan berkat melimpah di dalamnya Rasulullah SAW berdoa:

اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِى رَجَبٍ وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ
Ya Allah, berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban dan pertemukanlah kami dengan bulan Ramadhan (Musnad Imam Ahmad: 1: 259).

Menghidupkan tiga bulan suci dan berjumpa dengan bulan ramadan merupakan suatu nikmat luar biasa dan anugerah yang istimewa.

Badiuzzaman Said Nursi yang merupakan teladan dalam ibadah dan doa serta panutan dalam perjuangan dan iman selalu melaksanakan program khusus untuk menghidupkan Tiga Bulan Suci, khususnya di bulan Ramadhan dan malam-malam mulia di dalamnya. Beliau juga menyemangati murid-muridnya untuk melakukan hal yang sama.

Dalam sebuah surat yang beliau tulis ketika sedang berada di Penjara Afyon, tempat di mana beliau dan murid-muridnya mengalami tekanan berat dan perampasan hak-hak sebagai manusia, seolah-olah sedang merasakan kegembiraan di hari lebaran beliau tak bisa menahan diri untuk tidak memberikan kabar gembira berikut ini:

“Lima hari lagi syuhur-u tsalâsa (tiga bulan suci) yang penuh berkah dan berlimpah pahala akan datang. Jika di waktu lain setiap amal ibadah dan kebajikan mendapat ganjaran 10 pahala, di bulan Rajab yang mulia ia akan diganjar 100 pahala, di bulan Sya’ban yang istimewa akan dibalas lebih dari 300 pahala, dan di bulan Ramadhan al Mubarakah ia akan mendapatkan 1000 pahala. Pahala ini akan meningkat ribuan kali lipat pada setiap malam jumat di dalamnya dan menjadi 30.000 ganjaran di malam lailatulqadar. Tiga bulan suci ini merupakan bazar suci yang memperjualbelikan komoditas yang berguna bagi kehidupan ukhrawi. Ia merupakan pameran sempurna bagi para ahli hakikat dan ahli ibadah. Menjalani tiga bulan suci menjanjikan ganjaran besar, seakan-akan ia telah menunaikan ibadah selama 80 tahun bagi setiap ahli iman yang menghidupkannya, apalagi di dalam Madrasah Yusufiyah di mana beramal di dalamnya bernilai 10 kali lipat dibandingkan beramal di luar. Ini tentu saja merupakan suatu keberuntungan yang sangat besar.  Betapa pun sulit untuk, tetapi kesulitan yang dijalani merupakan rahmat itu sendiri.” (Kitab Syualar, Syua ke-14)

Berdasarkan hal tersebut maka dua rakaat salat yang ditunaikan di bulan Rajab akan bernilai sebesar 200 rakaat. Satu puasa yang ditunaikan di bulan Rajab akan bernilai sebesar 100 puasa. Sedangkan sedekah sebesar seribu rupiah di bulan Rajab akan bernilai sebesar 100.000 rupiah. Pada bulan Sya’ban besaran ganjaran dinaikkan tiga kali lipat bila dibandingkan dengan pahala yang diberikan di bulan Rajab. Setiap ibadah akan diganjar pahala 300 kali lipat.

Dari kalimat dalam surat ini dapat kita pahami bahwa bulan-bulan ini adalah rangkaian peluang yang sangat besar sehingga menghidupkannya bahkan dalam kondisi di dalam penjara yang keras akan menambah jumlah ganjaran dan pahala yang diberikan oleh Allah sebanyak sepuluh kali lipat lagi.

Badiuzzaman dalam kondisi di dalam penjara yang dinginnya menusuk tulang dan pada kondisi diracun serta mendapat beragam siksaan lain sekalipun tidak mengabaikan ibadah-ibadahnya meski hanya sedikit. Dalam kondisi tersebut beliau tetap meneruskan usahanya dalam menulis karya yang berjudul “Al Hujjatuz Zahra” serta memberikan pelajaran agama meski melalui metode korespondensi surat-menyurat. Beliau menyambut datangnya tiga bulan suci ini seperti menyambut kehadiran hari raya. Ini merupakan teladan bagus dan penuh pelajaran bagi kita.

Tidak hanya hari-hari di dalam tiga bulan suci tersebut yang penuh berkah. Keberadaan malam-malam istimewa seperti malam raghaib dan mikraj di bulan rajab, lalu lailatul bara’ah di nisfu sya’ban, dan lailatulqadar di bulan ramadan menambah kemuliaan dan keistimewaan dari tiga bulan suci ini.

Malam Mulia Pertama di Bulan Rajab: Malam Raghaib

Malam Raghaib adalah malam Jum’at pertama di bulan Rajab, yaitu malam yang menghubungkan hari Kamis besok dengan hari Jumat. Di dalamnya terdapat ganjaran tambahan sebanyak seratus kali lipat pahala bagi setiap amal kebajikan dan ibadah yang diamalkan.

Raghaib, adalah sebuah kata dalam bahasa Arab. Ia berarti “sesuatu yang dicari, diinginkan, dituntut, bernilai tinggi, dan berlimpah dalam kebajikan”.

Malam Regâib mendapatkan kemuliaannya berkat kehadiran Nabi Muhammad SAW di salah satu sudut alam.

Terkait hal tersebut, Badiuzzaman mengutip salah satu memorinya ketika berada di kota Emirdag sebagai berikut:

“Saya menulis dua surat untuk Anda tepat enam jam sebelum Lailatul Raghaib tiba.   Setelah menyerahkan “Hizbun Nuriye”[1], menurut hemat saya ia merupakan sejenis Mukjizat Muhammadiyah. Kekeringan dan ketiadaan hujan selama dua bulan berturut-turut, ketika di semua wilayah doa-doa yang dipanjatkan setelah salat terasa mandul, semua orang kalbunya merintih karena putus asa dengan kekhawatiran masa depan rejekinya, tiba-tiba Lailatul Ragaib – yang belum pernah saya dengar sebelumnya sepanjang hidup saya dan yang belum pernah didengar orang lain – melalui puji-pujian tasbih yang keras dan intens dari para malaikat ar-ra’d[2]  hujan rahmat pun turun sekitar seratus kali selama tiga jam lamanya. Bahkan orang yang paling keras kepala sekalipun menyaksikan kesucian malam Raghaib dan kenabian Muhammad SAW sampai tingkat tertentu. Turunnya Rasulullah ke alam syahadah[3] di satu sisi menunjukkan bahwa dirinya adalah rahmat bagi semesta alam yang akan disaksikan keagungannya di sepanjang zaman. Alam semesta pun bertepuk tangan kepada malam terjadinya peristiwa tersebut.” (Kitab Emirdağ Lahikası, hlm.638).

Dalam riwayat Abdullah ibn-i Umar (r.a.) dan Abu Umama (r.a.), Nabi Muhammad SAW menyebutkan lima malam di mana doa tidak akan ditolak:

“Terdapat lima malam di mana doa yang dipanjatkan di waktu tersebut tidak akan ditolak: Malam pertama bulan Rajab, Malam Nisfu Sya’ban, Malam Jumat, Malam Idulfitri, dan Malam Iduladha.” (Jalaluddin Suyuti, Jâmius-Saghir, 3/454)

Bagaimana Cara untuk Menghidupkan Malam Ragaib?

Alangkah baiknya jika pada malam-malam penuh berkah ini diisi dengan banyak ibadah dari awal malam hingga datangnya waktu subuh. Usaha untuk menghidupkannya sendirian biasanya akan mudah disisipi oleh kantuk yang dihembuskan nafsu dan setan. Untuk itu, usaha yang terbaik adalah menghidupkannya dalam program bersama di masjid ataupun di suatu majelis ilmu. Dengan demikian, satu sama lain bisa saling memotivasi. Satu sama lain juga bisa saling mendoakan.

Namun, karena pandemi yang terus meliputi seluruh penjuru dunia maka kita harus mengikuti rekomendasi ahli kesehatan dan mengambil tindakan yang diperlukan untuk menjaga kesehatan kita.

Terdapat lima ibadah penting yang dapat dikerjakan di malam-malam yang penuh berkah tersebut.

Bertaubat dan beristigfar: Rasulullah SAW menyampaikan bahwa dirinya bertobat dan beristigfar sehari sebanyak 70 kali. Dari sisi ini dapat diketahui bahwasanya kapan pun itu tobat dan istigfar tetap merupakan suatu ibadah yang penting. Tobat dan istigfar yang dibacakan di malam-malam mulia ini semakin menambah kemuliaannya dan insya Allah mudah untuk diterima.

Membaca Al-Qur’an: Khataman Al-Qur’an dengan jalan membagi juz. Selain itu, membaca atau menyimak surat-surat pilihan seperti Yasin, Al Fath, Ar Rahman, Al Mulk, dan An Naba juga sangat utama.

Mendirikan salat: Selain menunaikan salat fardhu diiringi zikir tasbihat panjang, mendirikan salat sunah awwabin, tahajud, taubat, tasbih, dan hajat sangatlah berfadilah.

Membaca salawat kepada Rasulullah sebanyak mungkin adalah suatu bentuk ibadah yang sangat penting di setiap waktu. Tentu saja akan ada pahala berlipat ketika ia dibacakan di malam-malam penuh berkah ini.

Berdoa: Membaca doa yang dikutip dalam Al-Qur’an dan Hadis, membaca jausyan dan doa-doa yang dibaca oleh para wali, serta memanjatkan doa yang berasal dari pengharapan hati kepada Sang Pencipta juga penting adanya. Karena doa-doa yang dipanjatkan di malam-malam penuh berkah ini akan dikabulkan. Wabil khusus berdoa kepada-Nya hingga pagi tiba supaya kita bisa terbebas dari jeratan ifrit yang mencengkeram diri.

Berpuasa di Tiga Bulan Suci

Berpuasa di pagi hari pasca malam raghaib adalah ibadah yang penuh dengan fadhilah.  Puasa dilaksanakan bukan sebelum malam tiba, melainkan setelahnya. Ini karena kalender ibadah dalam suatu hari dimulai dengan azan maghrib. Ia berakhir pada azan maghrib berikutnya.  Misalnya awal mula Ramadan dimulai dengan tarawih di malam hari dilanjutkan dengan berpuasa di pagi harinya. Namun, mereka yang sanggup menunaikan puasa sebelum dan sesudah malam ragaib tentu saja berarti telah menunaikan amal-amal yang paling utama.

Apalagi puasa sebelum malam ragaib yang jatuh pada hari kamis memang disunahkan.  Mereka yang tidak sempat berpuasa di hari kamis, tetapi hanya mampu berpuasa di hari jumat saja pun tidak mengapa. Ini dikarenakan ia jatuh bertepatan dengan hari Jum’at, tidak bisa jatuh pada pilihan hari yang lain. Ia termasuk perbuatan makruh yang mendekati halal. Pagi setelah malam raghaib selalu bertepatan dengan hari jumat, oleh karena itu tidak ada pilihan lain. Oleh karena itu, mereka yang terpaksa hanya bisa berpuasa di hari jumat karena tidak sempat berpuasa di hari kamis sebenarnya juga tidak termasuk dalam kategori makruh tanzih.

Berpuasa di tiga bulan suci selain merupakan ibadah yang penuh dengan fadhilah, ia juga merupakan sarana bagi terkabulnya doa-doa Mereka yang mampu bisa menargetkan diri untuk berpuasa sehari dalam seminggu atau bahkan beberapa hari dalam seminggu.

[1] Hizb-i Nurî  adalah hasil tafakkur Ustaz dalam Bahasa Arab. Ia membahas hakikat-hakikat dalam Risalah Nur. RIngkasan pendeknya terdapat dalam Syua ke-15, tepatnya di makam ke-2. Saat ini ringkasan dari  Hizbi Nuriye adalah wirid Khulasatul Khulasah. Ia terdapat pada kitab wirid “Hizbu Anwaril Haqaiq Nuriyah/Hizbu Envari’l Hakaiki’n- Nuriyevcuddur.

[2] Malaikat yang di berikan tugas untuk mengatur awan dan hujan di mana ia mengaturnya dengan menggunakan petir sebagai cambuk

[3] yaitu peristiwa ditanamkannya janin Nabi Muhammad ke rahim ibunya

mengembangkandiri.com glass-of-water-with-ice-cubes-2021-08-29-06-09-57-utc

Menyikapi Kebencian

Karya Pembaca: Mahir Martin

Sebagai umat Islam, kita pasti sering mendengar kisah Nabi Adam As. dengan kedua anaknya Habil dan Qabil. Dikisahkan dalam Al-Quran bahwa terjadi konflik antar keduanya. Karena konflik tersebut, Qabil akhirnya membunuh Habil. Peristiwa ini yang diyakini sebagai peristiwa pembunuhan pertama di muka bumi.

Banyak sudah pembunuhan terjadi di muka bumi. Tidak hanya pembunuhan, banyak juga jenis kejahatan lain yang terjadi di muka bumi ini. Jika kita perhatikan, kejahatan itu bisa terjadi salah satunya disebabkan oleh rasa kebencian yang timbul dalam diri seseorang.

Rasa Benci

Tak bisa dipungkiri, nafsu manusia yang dikelilingi dengan rasa iri, dengki, hasad, atau kecemburuan akan membawa kepada kebencian. Rasa benci yang akan membuat pembenci berani melakukan tindakan apapun demi orang yang dibenci.

Pembenci tak akan melihat kebaikan orang yang dibenci, walaupun terkadang kebaikannya justru dilakukan terhadap dirinya. Misalnya, ketika orang yang dibenci menyapa, pembenci akan bermuka masam atau mungkin saja berbalik muka, tak ingin menghiraukan.

Pembenci, pemikirannya berpola tetap.

Di matanya, apapun yang dilakukan orang yang ia benci adalah salah, tak ada benarnya. Ia tak mampu membedakan antara kebaikan dan keburukan lagi. Ia ibarat melihat dengan kaca mata yang dipenuhi dengan kotoran sehingga tidak bisa melihat lagi dengan jernih.

Lebih jauh lagi, sikap membenci terkadang membuat pembenci melakukan tindakan yang tidak rasional, dan di luar nalar akal sehat. Mereka bahkan rela menghalalkan segala cara demi melakukan pembenaran terhadap dirinya, dan menyalahkan orang yang ia benci. Kebohongan, kemunafikan, bahkan perilaku anarkis bisa saja ia lakukan.

Rasa benci itu juga tidak melihat hubungan dan kedekatan seseorang. Kebencian bisa menjadi gunting pemutus ikatan antar sesama kita. Seseorang bisa sangat mudah membenci temannya, sahabatnya, kerabatnya, bahkan saudara kandungnya. Jika sudah kadung benci, hubungan dan ikatan sudah tak memiliki makna lagi.

Sikap Kita

Lantas, bagaimana sebaiknya kita bersikap ketika kita dibenci?

Hal pertama yang seharusnya kita lakukan adalah intropeksi diri. Lihat kembali ke dalam diri kita, apakah kita benar-benar sudah menjadi insan yang baik? Apakah kita bisa menjaga tingkah laku kita sehingga orang tidak membenci kita? Jangan-jangan kebencian seseorang timbul disebabkan oleh diri kita sendiri.

Intropeksi diri ini seharusnya dilakukan setiap saat, terlepas kita mengetahui apakah ada orang yang membenci kita atau tidak. Ada atau tidak pembenci, introspeksi dan mawas diri harus terus dilakukan. Sejatinya, rasa benci itu berpotensi untuk ada pada siapapun yang ada di sekitar kita, apalagi jika kita tidak mampu menjaga sikap kita, tidak mampu mengintrospeksi diri kita.

Hal kedua yang perlu kita lakukan jika kita memiliki pembenci adalah sabar menghadapinya. Kebencian yang mengarah kepada kita adalah sebuah ujian yang harus kita hadapi dengan pikiran jernih. Jangan sampai kita terbawa emosi dan perasaan, yang justru bisa melahirkan kebencian juga dalam diri kita. Kebencian tak akan hilang jika dihadapi dengan kebencian juga.

Kesabaran sangat penting karena pembenci pasti akan menyerang dari berbagai sisi dalam diri kita. Jika diri kita kurang sabar, dan benteng pertahanan kita kurang kuat, kita akhirnya bisa terbawa emosi dan perasaan. Jika hal ini terjadi, diri kita sendiri yang akan menderita kerugiannya. Kita bisa saja semakin terpuruk dengan adanya kebencian itu.

Hal ketiga adalah perlu adanya kekuatan mental dalam diri kita. Kekuatan mental sangat diperlukan agar kita tidak terpengaruh dengan adanya para pembenci di sekitar kita. Hanya memikirkan para pembenci akan membuat diri kita lebih terpuruk dan tidak bisa produktif dalam kehidupan.

Memfokuskan perhatian kepada tugas dan kewajiban kita dalam kehidupan bisa menjadi kekuatan terbesar dalam melawan para pembenci kita. Kita harus bisa membuktikan diri bahwa kita masih tetap bisa move on walaupun para pembenci tidak memberikan dukungan kepada kita. Tanpa mereka, kita masih bisa memberikan yang terbaik dalam melaksanakan tugas dan kewajiban kita.

Sebuah Refleksi

Lantas, apa yang semestinya kita lakukan agar tidak ada kebencian dalam kehidupan kita?

Komunikasi yang baik, yang dilakukan dari hati ke hati, akan bisa melelehkan es kebencian dalam hati manusia. Tidak mudah melakukannya ketika ada api kebencian yang membara. Terkadang diperlukan sarana mediator untuk bisa melakukannya. Dengan adanya komunikasi dua arah, kita akan bisa mengetahui apa sebenarnya sumber kebencian yang mungkin timbul dalam hati seseorang.

Kebencian baru bisa dihilangkan dengan adanya kesadaran dalam diri pembenci dan orang yang dibenci. Kesadaran akan terbentuk setelah adanya komunikasi efektif yang dilakukan secara intensif, komunikasi yang tidak hanya dilakukan sesekali atau sekali saja.

Karena kebencian adanya di hati, sebagai manusia sebaiknya kita bisa menjaga hati kita dari belenggu kebencian itu. Menjaga hati tak semudah menjaga diri. Menjaga hati memerlukan kewaspadaan tingkat tinggi. Menjaga hati ibarat menjaga diri dari gigitan kalajengking dan ular kobra, yang bisa saja menyerang tanpa kita sadari.

Alhasil, bersikap seperti Habil dalam kisah Nabi Adam As. di dalam Al-Quran kiranya bisa menjadi sikap yang seharusnya dikedepankan dalam melawan kebencian. Dalam Al-Quran diabadikan bagaimana sikap yang dilakukan Habil ketika berkonflik dengan saudaranya Qabil.

Habil berkata, “Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam” (QS 3:28).

Sikap Habil ini memberikan pembelajaran kepada kita bagaimana seharusnya kita bersikap terhadap orang yang ingin melakukan keburukan kepada kita. Seorang ksatria adalah seorang yang mampu menjawab keburukan yang dilakukan terhadap dirinya dengan kebaikan, mampu menjawab kebencian dengan rasa cinta dan kasih sayang.

Al-Quran sebagai pedoman hidup, pastinya memberikan banyak hikmah dan pelajaran bagi umat Islam. Setiap ayat Al-Quran terkadang tidak langsung kita pahami, perlu penghayatan,  dan perenungan untuk bisa memahami benar-benar apa sebenarnya makna yang terkandung di dalamnya.

Kiranya, kisah Habil dan Qabil bisa membuka perspektif kita bagaimana seharusnya kita memahami dan bersikap menghadapi kebencian yang mungkin saja terjadi kepada diri kita.

mengembangkandiri.com decorative-moon-and-stars-on-color-background-spa-2021-09-02-15-10-21-utc

Telah Tiba! Hari yang Lebih Baik dari Seribu Hari!

“Hari yang lebih baik dari seribu hari telah tiba!” 

Menyebutnya sebagai ‘hari yang lebih baik dari seribu hari’ saja rasanya kurang. Karena saat kita memasuki musim tersebut, di dalamnya terdapat malam dan hari-hari yang nilainya setara dengan seribu, sepuluh ribu, bahkan sepuluh ribu hari.

Hari-hari tersebut adalah hari-hari di tiga bulan suci dan kita telah dekat dengannya. Di tahun 2022 ini, hari pertama di bulan Rajab jatuh pada hari Kamis, tanggal 3 Februari 2022.

Semoga Allah SWT menganugerahi kita kemampuan untuk menyucikan, memuliakan, dan memenuhi hak-hak bulan suci tersebut, khususnya hak dari bulan Ramadhan.

Lalu mengapa tulisan ini diterbitkan hari ini?

Kami menginginkan agar hari-hari dan malam-malam yang keutamaannya setara dengan seluruh umur kita ini tidak tenggelam oleh hiruk pikuk kesibukan agenda-agenda harian.

Mari kita menyambut datangnya tiga bulan suci ini layaknya kita menyambut hari raya!

Mari kita menghidupkannya seakan ia adalah rahasia untuk meraih kemenangan!

Mari kita menganggap tiga bulan suci ini seakan ia adalah tiga bulan suci kita yang terakhir!

Sebagaimana yang Anda ketahui, kita sangat membutuhkan hadiah dan anugerah-anugerah kejutan dari Allah SWT. Kita menantikan kejutan tersebut dengan penuh hasrat dan gairah. Kita juga menginginkan pertolongan dan perlindungan yang luar biasa dariNya.

Demikianlah, tetapi segala sesuatu ada harganya. Hadiah dan anugerah istimewa dari Sang Rabb menginginkan ibadah dan usaha keras dari si hamba.

Dan kesempatan tersebut datang tepat di hadapan kita.

Bukankah kita seharusnya mengarungi bulan-bulan yang seperti samudera kesempatan ini tidak dengan kelalaian, melainkan dengan penuh persiapan, terencana, dan terprogram?

Jangankan kita kaum muslim akhir zaman yang penuh dengan kesalahan, sultannya umat manusia SAW saja menunggu datangnya bulan-bulan suci ini dengan penuh harapan. Agar bisa menemui tiga bulan suci ini, beliau berdoa:

“Ya Allah berkahilah kami dengan bulan Rajab dan Sya’ban, serta sampaikanlah kami ke bulan Ramadhan! (Musnad 1:259)

Karena sampai ke tiga bulan suci ini dengan menghidupkannya, sampai ke bulan ramadhan dan memuliakannya dengan ibadah, merupakan anugerah luar biasa baik bagi Baginda Nabi maupun bagi umatnya.

Tantangan tokoh-tokoh besar juga besar. Baginda Nabi di setiap waktunya senantiasa memikirkan kebahagiaan dunia dan akhirat umatnya yang akan datang. Beliau juga memikirkan masalah-masalah yang menimpa seluruh umat manusia. Beliau berusaha keras dan berdoa demi turunnya hidayah bagi mereka.

Jembatan Kesempatan

Demikianlah Baginda Nabi SAW, sosok yang memiliki kredit agung serta wibawa mulia di sisi Allah SWT telah menganggap tiga bulan suci serta bulan Ramadhan ini sebagai kesempatan di atas kesempatan. Beliau memusatkan konsentrasinya untuk beribadah dan berdoa di bulan ini.

Para sahabat dan kekasih-kekasih Allah yang meneladaninya juga melakukan hal serupa. Salah satunya adalah Bediuzzaman Said Nursi. Dalam suratnya kepada murid-muridnya, walaupun hidup di bawah siksaan berat ketika tinggal di Penjara Afyon selama 20 bulan, beliau memberikan kabar gembira yang dibawa oleh tiga bulan suci ini:

Lima hari lagi bulan-bulan yang penuh pahala ibadah dan penuh keberkahan yaitu  tiga bulan suci akan tiba. Jika ganjaran setiap kebaikan di luar waktu tesebut hanya bernilai sepuluh, di bulan Rajab nilainya mulai dari  seratus, di bulan Syaban nilainya mulai dari tiga ratus, sedangkan di bulan Ramadhan yang penuh  berkah nilainya mulai dari seribu. Ganjaran di malam-malam jumatnya dimulai dari seribu, sedangkan di malam lailatul qadar bisa mencapai 30.000 kali lipat.

Pasar suci dimana terjadi perdagangan ukhrawi yang memberikan keuntungan berupa banyak faedah-faedah ukhrawi;  serta masyhar atau perkumpulan sempurna bagi ahli hakikat dan ahli ibadah; melewati waktu di madrasah Yusufiyah yang mana satu kebaikan diberi 10 ganjaran ditambah adanya garansi kepada ahli iman berupa ganjaran sepanjang umur sebanyak 80 tahun untuk ibadah  yang dilakukan di dalam tiga bulan ini; tentu saja hal tersebut adalah keuntungan yang amat besar. Seberapa pun besar kesusahan di dalamnya, ia tetaplah bulan rahmat (Sinar ke-14).

Ya Allah! Dapatkah Anda cermati sudut pandang tersebut! Walaupun kondisi beliau sangat kurus, sangat tua, dan sangat sensitif, beliau bertahan dengan ibadah dan doa dalam menghadapi cuaca dingin dan penyakit bertubi-tubi. Tak cukup dengannya, beliau juga diracun. Pahlawan ibadah yang bersabar ini telah menganggap segala macam kesusahan sebagai rahmat, tidak mengeluh, dan tidak mencari-cari alasan. Malahan menyambutnya seakan yang akan datang adalah hari raya!

Karena tiga bulan suci merupakan rantai yang merangkai kesempatan-kesempatan besar seperti itu, ketika ia dihidupkan di bawah kondisi penjara yang amat berat, maka ganjaran dan pahala yang dianugerahkan Allah SWT sepuluh kali lipat lebih banyak.

Dari kabar gembira yang diberikan oleh Ustaz tersebut dapat kita pahami bahwasanya tiga bulan suci, khususnya bulan Ramadhan, setiap hari-harinya, apalagi malam Ragaib, malam Mikraj, malam Nisfu Syaban, dan malam Lailatul Qadar merupakan jembatan kesempatan yang memfasilitasi diraihnya ribuan, sepuluh ribu, dua puluh ribu, bahkan tiga puluh ribu  ganjaran.

Angka-angka ini bukanlah kinayah, melainkan hakikat. Pahala-pahala melimpah dan ganjaran-ganjaran berkali lipat di bulan-bulan suci ini seperti buah jagung yang penuh berkah dimana ia menghasilkan banyak biji atau mengingatkan kita pada promosi toko dimana mereka memberi hadiah tambahan bagi konsumen yang membeli salah satu produk yang dijualnya.

Kita yang memberikan perhatian berlebih kepada promosi-promosi sementara yang ada di dunia, bukankah kita seharusnya memberikan perhatian lebih lagi pada hari-hari dan malam-malam penuh berkah yang menjadi sarana bagi diraihnya rida Ilahi serta dihadiahkannya istana-istana surga yang abadi.

Malam Jumat Pertama di Bulan Rajab

Mari kita mulai menghidupkan tiga bulan suci ini dengan malam jumat pertama di bulan rajab. Setiap ibadah yang dilakukan di malam ini akan ditulis dengan ganjaran pahala lebih banyak seratus kali lipat.

Dalam istilah arab, istilah ini dimaknai sebagai malam yang sangat diinginkan, diharapkan, nilainya agung, anugerahnya melimpah.

Malam ini kemuliaannya ibarat kemuliaan malam saat ditanamkannya benih janin dari Nabi Muhammad di rahim ibundanya yang mana ia menjadi sebab bagi datangnya Rasulullah ke alam dunia ini.

Perhatikanlah!

Doa-doa di malam ini akan dikabulkan. Dalam sabda nabi yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar ra dan Abu Umamah ra, beliau menyebutkan terdapat lima malam dimana doa-doa tidak ditolak:

Ada lima malam dimana doa-doa yang dipanjatkan di malam tersebut tidak ditolak. Doa-doa tersebut akan dikabulkan: malam pertama di bulan Rajab, malam ke-15 di bulan Sya’ban, malam jumat, malam Idul Fitri, serta malam Idul Adha. (Lihat Jalaluddin as Suyuti, Jami’us Saghir, 3/454)

Mari kita manfaatkan kesempatan ini. Mari isi agenda kita dengan program-program untuk mengisi hari-hari dan malam-malam istimewa di dalam tiga bulan suci ini. Mari kita informasikan kesempatan ini kepada keluarga dan lingkungan kita dengan memanfaatkan segala macam sarana dan media sosial. Mari kita motivasi mereka untuk bersemangat dalam meraih keistimewaan-keistimewaan di dalamnya.

Bagaimana Menghidupkan Malam Jumat Pertama di bulan Rajab

Kita sebisa mungkin menghidupkan malam penuh berkah ini dengan doa dan ibadah hingga pagi tiba. Sayangnya di tengah-tengah usaha untuk menghidupkan malam mulia ini, setan dan nafsu akan mendorong mata kita untuk lekas mengantuk. Untuk itu, yang terbaik adalah menghidupkan malam ini di dalam majelis zikir ataupun dalam program yang dikelola bersama oleh masjid. Jika tidak memungkinkan, bisa juga dengan berkumpul di salah satu rumah anggota keluarga ataupun anggota masyarakat yang dirasa memungkinkan. Jika memungkinkan, kita usahakan programnya berlanjut hingga waktu sahur tiba. Dengan teh dan kopi kita coba usir rasa kantuk. Bisa juga menggunakan air dingin ketika memperbaharui wudu kita sehingga diri ini tetap terjaga.

Kita harus merencanakan program untuk menghidupkannya sedari sekarang. Pertama-tama, kita harus menjelaskan urgensi acara ini kepada mereka yang akan hadir. Kita juga harus mengumumkan rangkaian kegiatan apa saja yang akan dijalankan di dalam program. Bahkan kita juga harus memotivasi dan mengingatkan teman-teman yang bertugas memberi pengumuman kepada rekan-rekan lainnya. Kita jangan sampai menyia-nyiakan malam mulia ini dengan kesibukan jalan-jalan, bertamu, dan mengobrol kesana-kemari. Waktu mulia ini hanya akan kita isi dengan taubat, istigfar, salawat, salat, membaca al Quran, doa, zikir, dan wirid.

Ketika menghidupkan malam mulia ini, tidak cukup dengan orang tua, anak-anak dan remaja juga harus dilibatkan. Isi program tidak hanya diperhatikan dari susunan ibadah dan doa-doa yang akan dipanjatkan saja, melainkan jamuan-jamuannya juga perlu dibuat lebih istimewa. Jamuan-jamuannya juga perlu dibuat lebih menarik hati para pesertanya. Untuk menyiapkan hal tersebut, di siang ataupun sore harinya kita perlu berbelanja segala macam persiapannya. Malam penuh berkah ini harus kita sambut layaknya malam hari raya.

Ya, kita harus menangis dan merintih karena kita adalah pendosa, karena ada banyak saudara-saudara kita yang merintih karena ditindas. Akan tetapi, kalbu kita harus penuh dengan kebahagiaan, karena setiap doa akan dikabulkan, setiap taubat akan diterima di malam ini, insya Allah.

Mungkin beberapa orang tidak bisa menghidupkan malam ini semalam suntuk karena ada aktivitas kerja dan sekolah di keesokan hari. Jika memungkinkan, ia bisa mengambil izin atau cuti. Jika tidak, mungkin ia perlu berusaha menyedikitkan tidurnya di malam itu.

Bukankah kita pun terkadang begadang untuk memenuhi kebutuhan duniawi kita?

Apakah kita sebelumnya belum pernah begadang menjaga rekan atau anggota keluarga kita yang sedang sakit?

Apakah sebelumnya kita belum pernah begadang menantikan pesawat pertama lepas landas di bandara?

Apakah kita sebelumnya belum pernah begadang untuk menonton kesebelasan kesayangan kita bertanding di liga champion?

Apakah sebelumnya kita belum pernah begadang karena mengobrol dengan sahabat kita semalam suntuk?

Malam-malam ini adalah malam dimana kesempatan emas bertabur berlian dihamparkan layaknya ganimah. Ia adalah baskom untuk menyucikan diri sekaligus roket pendorong untuk mencapai derajat yang lebih agung.

Mereka yang terlibat dalam acara menghidupkan malam ini harus kita motivasi untuk berpuasa di keesokan harinya, termasuk di dalamnya remaja dan anak-anak. Untuk itu, kita juga harus menyiapkan hidangan sahur dengan menu makanan yang dapat memikat hati mereka.

Ibadah apa saja yang bisa dikerjakan? 

Di malam mulia ini terdapat lima ibadah penting yang dapat dikerjakan:

  1. Taubat dan beristigfar, taubat dan istigfar yang dipanjatkan di malam ini insya Allah akan diterima
  2. Membaca al Quran, khususnya surat-surat istimewa seperti Yasin, al Fath, ar Rahman, al Mulk, dan an Naba
  3. Menunaikan salat sunah, khususnya awwanin, tahajud, taubat, tasbih, dan hajat
  4. Salawat, kita harus banyak mengirimkan salawat kepada Baginda Nabi di malam yang mulia ini.
  5. Berdoa, kita harus memanjatkan doa kepada Sang Rabbi misalnya dengan doa-doa yang terdapat di al Quran dan hadis, jausyan, tauhidname, serta doa-doa yang pernah dibaca oleh sosok-sosok dan wali-wali agung. Terlebih lagi kita harus mendoakan saudara-saudara kita yang sedang terpojok dan dizalimi sehingga mereka dapat selamat dari kesulitan itu.

Kapan kita bisa berpuasa? 

Berpuasa di hari yang berhubungan dengan malam jumat pertama di bulan rajab sangatlah berfadilah. Puasa dijalankan tidak di hari sebelum malam, melainkan di hari setelah malam. Ini karena kalender ibadah dalam satu hari dimulai dengan azan magrib hingga masuk waktu azan magrib berikutnya. Sebagaimana di waktu Ramadhan, kita memulai ibadahnya dengan salat tarawih, baru berpuasa di keesokan harinya. Akan tetapi, karena hari sebelumnya adalah kamis, maka berpuasa di dalamnya juga merupakan perbuatan sunah.

Boleh juga berpuasa hanya di hari jumatnya. Karena kita melakukannya bukan karena sengaja, melainkan karena kebetulan waktu mulia tersebut jatuh di hari jumat yang sebenarnya makruh tetapi dekat dengan halal. Karena waktu mulia ini akan selalu jatuh di hari jumat, maka tidak ada pilihan lainnya. Untuk itu, bagi mereka yang tidak bisa berpuasa di hari kamis, maka berpuasa di hari jumat tidaklah makruh. Bagi mereka yang menghendaki, sebagaimana bisa berpuasa di hari kamis, jumat, dan sabtu, ia juga bisa berpuasa di hari jumat dan sabtunya.

Demikianlah kawan! Mari segera undang kawan-kawan kita untuk memuliakannya.

Sebagaimana yang Anda ketahui, penginspirasi juga akan meraih pahala dari amal yang dilakukan oleh orang yang terinspirasi darinya. Siapa yang tahu barangkali lewat pengumuman yang Anda lakukan akan menjadi sebab bagi diraihnya pahala di seantero dunia.

Diterjehkan dari artikel berjudul: Biri bine bedel günler Geliyor!|Penulis: Cemil TokpInar.| www.tr724.com