pexels-ali-karim-5798526

USLUB DALAM BERKHIDMAT

Tanya: Apa saja sarana yang diperlukan untuk mendapatkan inayah Ilahi dalam menggapai ufuk keridaan-Nya?

A. TAWAJUH KEPADA ALLAH
Tawajuh kepada Allahﷻ adalah hal yang sangat penting bagi para pahlawan cinta, serta penyandang kasih sayang yang bertekad meraih rida Allahﷻ. Sebagaimana perkembangan karakteristik personal dari umat manusia dapat terwujud berkat tawajuh kepada Allahﷻ, demikian juga perkembangan usaha khidmat –dakwah– sebagaimana bunga-bunga yang mekar menghadap ke arah matahari, dan hanya mungkin akan terjadi berkat bertawajuh kepadaNya.
Jika seandainya umat manusia memutus tawajuhnya kepada Allahﷻ, maka ia akan masuk dalam ketergelinciran cara pandang terhadap Allahﷻ dan akan terbelenggu oleh angan-angan dunianya fana. Untuk itu, tawajuh kepada Allahﷻ dalam dimensi tauhid, rida, dan keikhlasan amatlah penting demi terraihnya inayat Ilahi yang merupakan salah satu jalan yang tak bisa diabaikan demi menjaga nur kehidupan.
Orang-orang suci yang telah menyerahkan hatinya untuk tujuan yang mulia – dakwah – selama mereka mengikuti prinsip penting ini, maka setiap khidmat yang mereka lakukan, sudah pasti akan mendapat keuntungan dalam kehidupan personal walaupun mungkin mereka tidak mampu menggapai kesuksesan dari segi materi.

B. SESUAI DAN MENGIKUTI SUNATULLAH
Hal lain yang juga diperlukan guna meraih inayat Ilahi adalah mengikuti sunatullah. Allahﷻ menciptakan kita lewat tabir berbagai sebab. Sedangkan perkembangan nama Allahﷻ al-Qudrah akan dimanifestasikan di akhirat. Di akhirat, segala sesuatu terjadi dengan sangat mengagumkan dan hal-hal menakjubkan senantiasa berlangsung disana. Sedangkan dunia ini merupakan alam hikmah sehingga segala sesuatunya terbungkus oleh tabir sebab. Mengabaikan tabir sebab walaupun sebab-sebab itu nyata tidak lain merupakan tindakan jabariah.
Jika demikian, maka sebab demi sebab harus dengan sensitif diikuti dan gerakan demi gerakan harus disusun tanpa cela sesuai dengan sebab-sebab yang berlaku, sehingga mereka yang mengamatinya akan berkata: “Orang-orang ini tidak lain adalah orang-orang yang mencintai sebab-sebab”. Mereka juga harus bertawakal dan bertawajuh kepada Musabbibul Asbab, yaitu Allahﷻ, sembari menihilkan sebab-sebab, sehingga kali ini orang-orang yang menyaksikannya akan berkata: “Mereka seperti jabari yang tidak menerima satupun sebab dan menyerahkan segala-galanya kepada Allahﷻ.” Perilaku yang seperti ini merupakan sesuatu yang amat penting dalam menjaga keseimbangan antara hubungan dengan Sang Musabbibul Asbab dan sebab-sebab yang diciptakanNya.
Kita juga dapat menyaksikan keseimbangan ini pada kehidupan Baginda Nabi. Baginda Nabi di perang yang satu dan di medan perang lainnya senantiasa membangun benteng-benteng kokoh dan mengenakan dua lapis baju zirah.[2] Contoh ini dan juga banyak contoh lainnya menunjukkan betapa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam mengikuti sunatullah dalam derajat yang luar biasa sensitif. Di sisi lainnya beliau juga mengangkat kedua tangannya untuk berdoa dan bermunajat: “Ya Allah, janganlah Engkau datangkan kekalahan bagi pasukanku ini!”. Seakan beliau tidak melakukan persiapan apa-apa. Dengan demikian, kehalusan dan ketelitian Baginda Nabi dalam mengikuti sunatullah serta kepasrahan totalnya kepada Sang Musabbibul Asbab telah sampai pada titik koheren. Ya, beliau telah sampai pada titik koheren dan dengan demikian telah berhasil menjaga keseimbangan sebagai penggambaran dari pemahaman tauhid hakikinya yang sempurna.

C. KEBERLANGSUNGAN DAN KONTINUITAS
Salah satu dinamika terpenting yang perlu dikerjakan demi diraihnya inayat Ilahi adalah keberlangsungan serta kontinuitas usaha dan upaya seseorang dalam mencapai tujuan yang diharapkannya. Perlu diingat juga betapa banyak sosok yang memulai pekerjaan ini dengan penuh kebanggaan, namun tiga langkah kemudian disebabkan oleh kelelahan, kebosanan, kejenuhan, serta ditinggalkannya aktivitas suci ini karena merasa ia tidak berbeda dengan aktivitas lainnya tepat sesaat sebelum datangnya masa ‘panen’, lalu mereka pun tergusur dan hanya menjadi sesuatu yang tak lebih dari sekedar secuil penggalan sejarah belaka.

D. PEMUFAKATAN DAN PERSATUAN
Selain tiga sarana yang telah disebutkan sebelumnya, pemufakatan dan persatuan adalah sebuah sarana yang amat penting guna menggapai inayat Ilahi. Walaupun kekuatan setiap individu yang berkumpul bersama ataupun kemampuan suatu masyarakat yang berkumpul bersama, kekuatannya tak diragukan lagi. Hal ini adalah sebuah fakta bahwasanya anugerah Allahﷻ kepada suatu jamaah lebih besar dibandingkan dengan kumpulan andil dari setiap individu yang berkumpul dalam satu kesatuan tersebut. Karena Allahﷻ telah menyatukan syarat terwujudnya kesuksesan pemakmuran dunia dan tersebarnya ruh Sang Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dengan perjuangan kaum mukminin yang terbungkus dalam pemufakatan dan persatuan. Maka saat ia – pemufakatan dan persatuan – diabaikan, walaupun kumpulan mukminin tersebut diisi oleh sosok-sosok agung dan intelek seperti Imam Hasan Syadzili, Imam Ahmad Badawi, dan Syekh Abdul Qadir Jailani, kesuksesan tidak akan mungkin bisa dicapai. Ya, Allahﷻ telah mensyaratkan pemufakatan dan persatuan untuk tercapainya kesuksesan tersebut. Anugerah Allahﷻ yang luas kualitasnya melebihi ke-qutb-an[3] dan ke-ghauts-an[4]. Hal ini sebagaimana diisyaratkan dalam firman Allah: يَدُ اللهِ فَوْقَ أَيْدِيهِمْ “Tangan Allahﷻ berada di atas tangan mereka”[5] serta sabda Baginda Nabi: “Inayat dan kodrat Ilahi ada bersama jamaah”[6]. Maka dari itu sebagaimana telah diterangkan sebelumnya, permohonan terbaik guna dikabulkannya pertolongan dan inayat Ilahi adalah pemufakatan dan persatuan.
Kesimpulannya, barangsiapa yang ingin meraih inayat Allahﷻ, maka dia harus mengikuti nasihat-nasihat ini; khidmah-khidmah yang akan dikerjakan harus dijalankan di atas petunjuk dan bimbingan ini.

(Diterjemahkan dari artikel berjudul ‘Hizmette Üslup’ Dari Buku Prizma 4)

EVALUASI
Apa hubungan inayah Allah dan tawajuh kepadaNya?
Apakah yang dimaksud dengan sunnatullah? Jelaskan!
Sebutkan empat langkah untuk mendapatkan inayah Ilahi!

mengembangkandiri.com ringlet-7861419_960_720

SETAN BAGAIKAN KARUNG PASIRNYA PETINJU

Berarti, walau bagaimanapun, pisau itu digunakan untuk memotong roti, karena memang fungsinya untuk itu. Api diperlukan untuk memasak makanan, jika kita memasukkan tangan kedalamnya maka akan mengerang kesakitan, karena bukanlah untuk itu kegunaannya.

Maka dari itu, sebab dari penciptaanya setan bukanlah untuk patuh dan mengikutinya; namun disetiap kedatangannya kita mengusir dan melakukan kebalikan dari apa yang dikatakannya. Dari perspektif ini setan terlihat bagaikan karung pasirnya petinju.

Coba perhatikan, karung pasir bagi petinju yang handal sangatlah berguna dan bermanfaat untuk latihannya. Semakin dipukul atau ditinju maka otot-otonya akan berkembang, sistem pernafasan akan terbuka dan bakatnya bertambah, karena memang inilah fungsinya, yaitu agar para petinju melakukan latihan dan semakin handal. Akan tetapi jika petinju yang tidak cekatan, maka karung pasirnya bisa menjadi musibah baginya. Misalnya ketika melakukan latihan, ia berbicara dengan orang lain atau sedang memerhatikan sesuatu lalu ia tidak melakukan pukulan ke karungnya secara teratur, maka karungnya yang akan memukulinya dan bisa jadi babak belur. Nah, sekarang jika petinju yang seperti ini mengatakan “keluarkan karung ini dari tempat latihan karena sangat berbahaya”, apakah ini benar?

Benar jika bagi dirinya karung itu berbahaya akan tetapi ini karena kecerobohonnya dalam memakai dan sangatlah bermanfaat bagi petinju yang cekatan. Maka karung tinju bisa jadi sesuatu yang berbahaya bagi yang tidak bisa menggunakannya atau bisa menggunakan namun tidak dengan hati-hati.

Nah, anak-anak! Setan itu bagaikan karung tinju bagi kita. Apabila di setiap kedatangannya kita melakukan sesuatu yang bertentangan dengan apa yang dikatakan, menjauh dan mengusirnya maka itu sangat bermanfaat, sangat penting dan menjadi sesuatu yang baik untuk kita. Karena kita akan mendapatkan pahala dan maknawi kitapun bertambah jika kita tidak mendengarkan bisikannya dan tidak mengikuti pekerjaannya.

Tapi jika seperti yang dilakukan petinju ceroboh tadi, jika kita behadapan dengan tidak hati-hati dan ceroboh, mendengar dan mengikutinya maka kita akan memperoleh dosa. Dengan begini kita telah menjadikan setan sesuatu yang jelek dan berbahaya bagi kita.

Mari kita lihat, siapa saja yang berhati-hati dan menjadi petinju yang handal, yang bisa meninju setiap kedatangan setan kepadanya dan siapa yang bakalan di tinju hingga sengsara?. Nah, inilah petualangan dunia yang sangat penting. Akan tetapi siapa yang bisa dihajar oleh setan sangatlah lebih buruk dibandingkan dihajar manusia. Karena pukulan setan bukanlah melukai atau menghancurkan wajah dan mata kita, melainkan ruh, jiwa hati nurani bahkan iman kita.

Para petinju berlatih dengan karung pasir. Petinju yang tidak berlatih dengan karung pasir, maka akan mudah K.O dihadapan lawan.

mengembangkandiri.com ringlet-7861419_960_720

PENCIPTAAN SETAN BUKANLAH SESUATU YANG BURUK

Pertanyaan :   Apakah penciptaan setan merupakan hal yang bagus atau jelek? mengapa Allahﷻ menciptakan setan? apakah agar manusia melakukan kejahatan atau selalu melakukan dosa?

Jawaban : Beberapa muridku yang bisa memahami inti pada contoh-contoh yang sebelumnya mengangkat tangan lalu memberikan jawaban. Mereka hampir menangkap hikmah dari penciptaan setan. Setelah panjang lebar hasil yang kita sepakati bersama, bahwasanya penciptaan setan bukanlah hal yang buruk, jelek atau tidak perlu.

Allahﷻ menciptakan setan dengan satu sebab, dan sebab ini sangatlah penting dan juga sangat diperlukan. Karena Allahﷻ sangat mencintai hamba-hambanya. Dia menginginkan hamba-hambanya yang baik, bermanfaat dan layak ditempatkan di surganya. Maka setanlah yang akan menjadi penengah dari urusan ini agar kebaikan dan pahala manusia terus bertambah; mereka meraih dan mendapatkan kelayakan menjadi hamba-hambanya.

Sebab itulah Allahﷻ menciptakan manusia yang terkadang bisa naik dan turun derajatnya. Maka dari itu, jika manusia bisa menaikkan derajatnya, ia akan mampu mencapai puncak tertinggi dari hakikat kemanusiaan, bahkan ia bisa menjadi tetangga para kekasih Allahﷻ. Namun, jika derajat kemanusiaan itu turun dan jatuh, maka ia bisa berada pada level hewan, bahkan lebih rendah dari itu. Nah, setan dalam hal ini sangatlah menguntungkan bagi manusia ketika ia terjatuh lalu bangkit dan menuju puncak tertinggi. Selama tidak mendengar, menahan diri dari kejelekan-kejelekan dan melakukan sesuatu yang bertentangan dengan yang diinginkan setan, maka manusia menjadi mulia, menjadi seperti malaikat, bahkan melebihi itu semua ia bisa mencapai ke puncak dengan tingkat maknawi yang tinggi. Akan tetapi, jika ia mendengar, melakukan kelakuan-kelakuan buruknya setan, maka ia akan terjatuh ke tempat yang rendah, menjadi seperti hewan bahkan lebih rendah dari itu, seperti layaknya setan itu sendiri. Jika manusia sudah berprilaku seperti setan dan perilaku ini sudah mewabah, maka setan sangatlah senang, bahkan yang banyak berlibur itu setan sendiri dari pekerjaan buruknya, karena manusia-manusia sepertinya terus bertambah dan melakukan  semua tugas-tugasnya secara sukarela. Maka setan akan datang dari sebelah kanan dan bersenang-senang.