ochimax-studio-N5bKG8C93Uw-unsplash

Kemerdekaan Ibarat Sepertiga Dunia Seisinya

Karya Pembaca : Habib A.S

Yang perlu diingat, tiga setengah abad bukanlah waktu yang singkat, bukan pula waktu yang penuh akan nikmat. Nikmat untuk dapat menikmati hidup yang singkat, nikmat untuk sekadar menikmati hasil jeri payah dan keringat. Sejarah telah mencatat hampir tanpa cacat, perihal kehidupan leluhur kita di bawah kuasa kolonial yang jahat. Entah apa yang Tuhan maksudkan, kita hanya dapat menjadikannya sebagai bahan renungan. Renungan yang mengantarkan kita kepada sikap syukur atas kemerdekaan yang telah diberikan. Renungan yang memicu semangat kita untuk terus berjalan ke depan. Renungan yang mendorong kita untuk menadahkan tangan ke atas, memohonkan ampun mereka atas semua kesalahan. Itulah yang semestinya kita lakukan.

Ya. Tujuh puluh tujuh tahun negara ini mendapatkan kemerdekaannya, dimana sebelumnya dirampas oleh mereka yang hanya mementingkan kepentingannya. Begitu banyak hal yang sebenarnya dapat kita jabarkan tentangnya, baik sebelum dan selama dijajah, serta sebelum dan selama merdeka. Tentu tidaklah cukup, apabila semuanya dituangkan hanya pada satu tulisan saja. Begitu pula dengan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, sangatlah banyak hal yang kiranya dapat kita petik dan kita amalkan dalam kehidupan. Sampai-sampai, tak satupun yang dapat kita ingat, kecuali pada saat hari besar kenegaraan saja.

Memang tidaklah salah, jika kita benar-benar demikian, mengingat nikmat kemerdekaan ini hanya pada hari peringatan yang tertanggalkan. Itu menunjukkan bahwa, hari peringatan benar-benar berfungsi sebagaimana yang dimaksudkan, guna memupuk kembali rasa cinta tanah air dan menguatkan ingatan kita akan para leluhur yang telah berjuang habis-habisan.

Terlepas dari itu semua, baginda Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam, sang panutan umat manusia, yang kecintaannya kepada tanah airnya tidaklah lagi diragukan, sebagaimana disebutkan pada hadist-hadist shahih yang ada, pernah bersabda demikian yang kiranya dapat kita jadikan wallpaper di handphone kita, agar kita ingat selalu tentangnya, agar kita termasuk menjadi seseorang yang senantiasa mensyukuri nikmat kemerdekaan yang Tuhan berikan, tidak hanya pada hari peringatan saja. Demikianlah sabdanya,

“Barangsiapa di antara kalian yang bangun tidur dalam keadaan aman di rumahnya, sehat badannya, dan mendapatkan makanan (pokok) pada harinya, seakan-akan telah diberikan kepadanya dunia dan semua isinya” (HR. Ibnu Majah).

Dari hadist tersebut, mari kita renungi sejenak diri kita sekarang. Apakah kita terbangun dari tidur karena adanya suara ledakan? Apakah kita terbangun dari tidur akibat teriakan manusia yang kencang? Atau apakah ada suatu gangguan lainnya yang membangunkan kita dari tidur nyenyak? Jika tidak ada, beruntunglah kita menjadi seorang hamba yang diberikan kenikmatan ini. Kenikmatan kemerdekaan atas negeri dimana kita tinggal yang membuat kita bangun dari tidur dalam keadaan yang aman. Tak perlu beranjak pada poin kedua dan ketiga hadist tersebut, kita sudah diberi nikmat yang begitu besar, nikmat yang dapat diibaratkan dengan sepertiga dunia seisinya, nikmat yang tidak akan kita sanggup beli kepada-Nya, jika Dia menetapkan harga pada setiap nikmat yang Dia berikan.

“Dan jika kamu menghitung nikmat-nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya”. (QS. A Nahl : 18)

Demikianlah, Tuhan Sang Maha Pemurah memberikannya kepada kita, dimana ada diantara hamba-hambanya yang belum berkesempatan merasakannya. Terlebih, jika kita mengikuti berita perkembangan dunia, bahwa semakin banyak saudara kita yang tidak seberuntung kita. Oleh karena itu, kita sangat perlu untuk bersyukur. Bersyukur karena termasuk golongan hambanya yang beruntung, beruntung karena menjadi hamba yang diberikan nikmat tersebut. “kemerdekaan”

“dan bersyukurlah kamu akan nikmat Allah, jika memang hanya kepada-Nya kamu menyembah” (QS. An Nahl :114)

Namun, janganlah kita terlampau bangga dulu, janganlah kita menganggap diri kita taat karena diberikan nikmat tersebut. Mari coba renungkan, apakah Dia memberikannya kepada kita secara cuma-cuma tanpa maksud?

“Maka apakah kamu mengira bahwa Kami menciptakan kamu main-main (tanpa ada maksud) dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (QS. Al Mu`minun : 115)

Dan mari kita renungkan sekali lagi, apakah nikmat kemerdekaan ini justru menjadi sebuah ujian dan musibah bagi kita? Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Hazm,

“Setiap nikmat yang tidak digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah, itu hanyalah musibah”. (Jaami`ul Ulum wal Hikam, 2:82)

Demikianlah. Kemerdekaan yang tengah kita rasakan ini, tidaklah lain adalah pemberian-Nya. Pemberian yang menuntut kita untuk merawatnya sebagai salah satu bentuk syukur kita. Pemberian yang tidak diberikannya secara percuma, melainkan mengandung maksud tertentu dari-Nya agar kita benar-benar memanfaatkannya dengan baik dalam rangka beribadah kepada-Nya.

Oleh karena itu, marilah kita rawat bersama kemerdekaan yang telah Dia berikan kepada kita, yang menjadikan perjuangan dan pengorbanan leluhur kita sebagai perantaranya. Satukan rasa, sampingkan perbedaan, hadapi lawan, dan selesaikan masalah secara bersama. Buktikan kepada-Nya bahwa kita bisa melakukannya, sebagai bentuk mensyukuri nikmat-Nya. Lebih dari itu, kita dapat menjadikannya sebagai sarana untuk menolong saudara kita yang belum seberuntung kita.

Dan yang terpenting, setiap nikmat akan ada pertanggungjawabannya, dengan apa dan bagaimana kita mengisi kemerdekaan ini dalam ketaatan kepada-Nya.

Sebagai penutup, marilah kita senantiasa berdoa untuk kelanggengan kemerdekaan negara ini sebagaimana yang Nabi Ibrahim Alaihis Salam telah contohkan kepada kita. Tak lupa, selipkan doa kita untuk mereka yang belum seberuntung kita, yang masih berjuang untuk kemerdekaan.

“Dan ingatlah ketika Ibrahim berdoa, Ya Tuhanku, jadikanlah (negeri Mekah) ini negeri yang aman dan berilah rezeki berupa buah-buahan kepada penduduknya, yaitu di antara mereka yang beriman kepada Allah dan hari kemudian” (QS. Al Baqarah : 126)

Sekian. Selamat hari kemerdekaan untuk kita semua, Indonesia.

Referensi

M.A Tuasikal, “Akan Dipertanyakan Segala Nikmat”, 2012.

mengembangkandiri-HUT-RI

Nasionalisme, Perjuangan, dan Kemerdekaan

Karya Pembaca: Mahir Martin

Nasionalisme dan Perjuangan

Setiap tanggal 17 Agustus, kita memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) kemerdekaan negara kita. Tahun ini, negara kita telah memasuki usia yang ke-76. Usia 76 tahun kemerdekaan bukanlah usia yang pendek bagi negara kita Indonesia untuk membangun bangsanya.

Banyak hal yang sudah dilakukan bangsa ini dalam rangka mengisi kemerdekaannya. Orang tua ataupun anak muda, laki-laki ataupun perempuan, di kota ataupun di desa, semua bahu-membahu dan berlomba-lomba memberikan yang terbaik bagi bangsa ini.

Kemerdekaan dan Nasionalisme

Atmosfer peringatan HUT kemerdekaan mulai terasa ketika kita memasuki bulan Agustus. Di bulan ini, kita diingatkan lagi dengan nilai-nilai nasionalisme. Nilai-nilai nasionalisme yang tumbuh jauh sebelum diproklamirkannya kemerdekaan negara ini. Nilai-nilai nasionalisme yang masih tetap kita jaga dan lestarikan hingga saat ini.

Sejatinya, banyak hal yang bisa dilakukan untuk menjaga dan merawat nilai-nilai nasionalisme. Misalnya, memasang bendera, umbul-umbul, spanduk, dan baliho bertemakan kemerdekaan menjadi kegiatan rutin yang kita lakukan. Warna merah putih menjadi begitu dominan di sepanjang jalan utama ataupun di gang-gang kecil, baik di perkotaan maupun di pedesaan.

Masyarakat bekerja bakti untuk membuat gapura dan menghias lingkungan sekitar. Semua bekerja sama dan memberikan kontribusi apapun yang bisa dilakukan. Semua dilakukan dengan semangat gotong royong yang memang sudah menjadi ciri khas warisan budaya nenek moyang bangsa ini.

Ya, gotong royong adalah interpretasi dari rasa nasionalisme kita kepada bangsa dan negara. Gotong royong yang didasari persatuan dan kesatuan, kebersamaan, dan persaudaraan. Gotong royong yang telah menjadi bagian dari jati diri bangsa. Gotong royong yang tidak membuka celah terhadap nasionalisme negatif yang justru bisa menghancurkan bangsa dan negara ini.

Nasionalisme negatif biasanya terjadi karena adanya sikap cinta tanah air yang berlebihan. Nasionalisme negatif membuat masyarakat merasa bahwa hanya bangsa dan negaranya yang paling unggul, dan mereka menutup mata terhadap bangsa yang lain. Nasionalisme negatif ini dikenal dengan nama chauvinisme.

Ada banyak contoh dalam sejarah yang menunjukkan bahwa chauvinisme tidak akan bertahan lama. Sebut saja, chauvinisme Adolf Hitler dengan nazi-nya di Jerman, chauvinisme Mussolini dengan fasisme-nya di Italia, ataupun chauvinisme bangsa Jepang ketika menjajah negara-negara jajahannya.

Kemerdekaan dan Perjuangan

Selain nasionalisme, kemerdekaan juga bermakna perjuangan. Perjuangan adalah nilai penting dalam kemerdekaan. Tidak akan ada kemerdekaan tanpa adanya perjuangan. Keduanya menjadi satu kesatuan, berjuang untuk menggapai kemerdekaan.

Peristiwa kemerdekaan yang jatuh pada tanggal 17 Agustus 1945 merupakan peristiwa penting yang diperingati secara seremonial setiap tahunnya. Kemerdekaan memang seremonila, tetapi perjuangan untuk menggapainya seharusnya tidak bermakna seremonial.

Kemerdekaan memang seharusnya bukanlah tujuan utama perjuangan. Perjuangan harus terus dilakukan, ada atau tidak ada kemerdekaan. Berapa banyak pahlawan yang gugur tanpa merasakan manisnya kemerdekaan. Bagi mereka, bisa berjuang dan gugur untuk memberikan yang terbaik bagi bangsa, sudah menjadi tujuan mulia kehidupan. Bangsa ini menghargai mereka sebagai pahlawan, bukan karena kemerdekaan, tetapi karena perjuangan yang mereka lakukan.

Kini, meskipun bangsa ini sudah merdeka, perjuangan harus tetap dilanjutkan. Kita sebagai penerus para pahlawan, seharusnya bisa terus berjuang untuk mengisi kemerdekaan dengan hal-hal positif di bidang yang kita geluti masing-masing.

Misalnya saja, baru-baru ini di Olimpiade Tokyo, kita diperlihatkan dengan perjuangan heroik ganda putri andalan Indonesia Greysia Polii dan Apriani yang berhasil mendapatkan medali emas di perhelatan olahraga terbesar di dunia itu. Perjuangan mereka terasa lebih istimewa karena mereka sebenarnya tidak diunggulkan.

Mereka berhasil menembus batas dan akhirnya mendapatkan hasil terbaik, jauh melampaui apa yang diharapkan dari mereka. Oleh karenanya, begitu banyak apresiasi yang diberikan kepada mereka. Sejatinya, mereka telah menyelamatkan wajah perbulutangkisan Indonesia dengan mempertahankan tradisi emas di Olimpiade disaat yang diunggulkan justru harus berguguran.

Perjuangan Greysia Polii dan Apriani memang luar biasa. Disaat dunia memandang mereka dengan sebelah mata, mereka mampu membalikkan semua prediksi dengan mengeluarkan kemampuan terbaiknya untuk menjadi juara. Pastinya, ini diraih dengan persiapan yang matang.

Ya, bagi seseorang yang benar-benar ingin berjuang, segala sesuatunya memang perlu dipersiapkan dengan matang.

Kemerdekaan yang kita dapat 76 tahun lalu, tidak begitu saja didapatkan. Ada persiapan panjang dalam melakukan perjuangan. Begitu juga Greysia Polii dan Apriani. Menjelang olimpiade pastinya mereka sudah berlatih keras dan telah mengeluarkan kemampuannya secara maksimal.

Dalam perjuangan memang perlu adanya persiapan. Persiapan yang bisa dijadikan amunisi ataupun senjata andalan untuk bisa memberikan hasil yang terbaik. Dalam persiapan, diperlukan perencanaan yang matang, strategi yang baik, dan semangat yang kuat untuk melakukan perjuangan. Ketika semua itu dilakukan, maka perjuangan akan berbuah manis. Proses tidak akan mengkhianati hasil yang akan dicapai.

Sebuah Refleksi

Dalam kehidupan, kita akan melihat pola yang sama. Dengan perjuangan, kehidupan pun akan terasa manis. Hidup memang perlu diperjuangkan. Hidup yang tidak diperjuangkan, tidak akan dapat dimenangkan.

Ulama dan cendekiawan Muslim Muhammad Fethullah Gulen Hojaefendi dalam bukunya pernah menuliskan, “Perjuangan seorang insan bagi agama, bangsa, negara, generasi penerus, dan masa depan adalah sebuah prinsip.”

Ya, perjuangan adalah sebuah prinsip kehidupan yang mendorong kita untuk mengorbankan apapun demi sesuatu yang kita perjuangkan. Apapun rintangannya, kita tak akan pernah berhenti berjuang. Bahkan demi nilai-nilai suci yang kita miliki, bukan hanya harta, terkadang nyawa pun bisa kita berikan.

Disisi lain, perjuangan bagi agama, bangsa, negara, dan generasi penerus di masa depan harus dilakukan secara bersama. Hal ini sejalan dengan nilai gotong royong yang merupakan interpretasi nasionalisme positif yang juga merupakan bagian penting dari makna kemerdekaan.

Alhasil, kemerdekaan memang memiliki banyak makna bagi masyarakat yang mau menghayatinya dan merenunginya. Jiwa nasionalisme dan jiwa-jiwa penuh perjuangan adalah diantaranya. Namun, yang tidak boleh dilupakan adalah bahwa jiwa nasionalisme dan perjuangan itu seyogyanya bisa keluar dari dorongan internal dalam diri masyarakat untuk melakukannya.

Dorongan internal yang didasari dengan hati yang dipenuhi dengan niat yang tulus. Niat yang diarahkan hanya untuk Allah SWT semata. Ya, hanya bagi-Nya yang Mahakuasa, yang telah memberikan nikmat kemerdekaan kepada kita.

Mungkin ini adalah bentuk rasa syukur terbaik yang bisa kita lakukan kepada-Nya di hari kemerdekaan yang kita peringati setiap tahunnya.

Merdeka!