levi-meir-clancy-Y2oE2uNLSrs-unsplash

Salat: Cahaya Jalan Miraj

Shalat merupakan ringkasan penghambaan kita kepada Allah. Sebuah ikhtisar dari segala penghambaan yang kita lakukan untuk Allah. Kuncinya adalah persiapan ruhani, serta persiapan jasmani, dengan berwudhu. Mengambil wudhu adalah penyegaran jiwa, mempertemukan ruh dengan kekuatannya serta mengembangkan sisi kemalaikatan. Berwudhu artinya memasuki atmosfer penantian terhadap datangnya anugerah Ilahi. Ketika air dingin menyentuh badan, bagaimana sengatannya menyegarkan tubuh kita. Ketika air dingin menyentuh persendian, bagaimana kekuatannya membangkitkan kita. Sebagaimana ia memiliki penjelasan ilmiah. Demikian juga dengan wudhu yang membuat ruh menjadi muda, segar, dan bangkit. Sehingga si hamba berhasil meraih level dimana ia siapakan menjadi sarana bagi umat Muhammad SAW dipanggil dengan panggilan khusus di akhirat nanti. Rasulullah SAW bersabda: “Di hari kiamat umatku akan dipanggil dengan sebutan ‘Ghurran Muhajjaliin‘ “Umat Muhammad akan dipanggil sebagai ‘Ghurran Muhajjaliin’ Apa itu ‘Ghurran Muhajjaliin’? Yaitu mereka yang dahinya cemerlang, menyebarkan cahaya ke sekelilingnya, tanda dari eksisnya hakikat. Cahaya yang muncul dari anggota wudhu adalah bukti bahwa mereka adalah umat Muhammad SAW. Anggota wudhunya bercahaya. Di satu sisi sangat bersih, bening, dan cemerlang. Di sisi lain, ia menyebarkan cahaya cemerlang yang menandakannya sebagai umat Muhammad SAW. “Anggota wudhunya jadi cemerlang karena bekas wudhu”. “Siapa hendak menambah cahayanya, hendaknya ia menyempurnakan wudunya” (Muttafaqun Alaih).

Topik ini diriwayatkan lebih luas dan mendalam oleh sahabat lainnya. Rasulullah & sahabatnya pergi ke Baqiul Gharqad, Sejarawan berkata ada 10.000 sahabat dimakamkan disana. Ketika Rasulullah menjalani hari-hari terakhirnya. Beliau berpamitan kepada penghuni Baqiul Gharqad dan Syuhada Uhud. Terdapat makna ladunni dalam peristiwa ini bahwa barangkali, karena keagungan dan ketinggian derajat Baginda Nabi di akhirat nanti, Beliau tak bisa temui mereka hingga kiamat tiba.  Beliau pun berpamitan dengan mereka saat di dunia. Dengan jasmaninya, beliau temui mereka. Sekali lagi disampaikannya salam kepada ruh-ruh agung itu. Saat memasuki Baqiul Gharqad: “Salam untuk kalian wahai penghuni kubur ini!” “InsyaAllah dalam waktu dekat saya juga akan bergabung!” Dan sejak saat itu, mengucapkan kalimat yang sama menjadi hal yang disunahkan kepada umatnya. Dan sepertinya terjadi musyahadah. Pandangannya lebih dalam, penglihatannya meluas, kemudian kata-kata ini keluar dari bibir mulianya: “Betapa rindunya aku untuk melihat saudara-saudaraku” “Bukankah kami ini saudaramu, Ya Rasulullah?” “Tidak, kalian adalah sahabat-sahabatku yang setia dan terkasih”. “Saudaraku masih belum tiba, mereka akan datang setelahku…”Jamaah yang mulia, umat yang mulia, serta bangsa yang mulia…”Bagaimana Anda bisa mengenali mereka yang masih belum datang…? Baginda Nabi bersabda: “Bayangkan seorang laki-laki…” “Laki-laki itu memiliki kuda-kuda yang wajahnya putih cemerlang” “Kakinya jenjang dan berwarna putih bersih” “Jika kuda itu ada di tengah kumpulan kuda hitam nan pekat, bukankah ia akan mengenali kudanya?” “Tentu,” jawab sahabat Rasul Allah bersabda “Umatku akan datang sebagai ‘Ghurran Muhajjalin'”Aku akan melihat mereka saat berjalan ke Hadapan Allah. Aku mengenali mereka dari cahaya di dahinya”. Aku akan menyaksikan anggota wudhu mereka menebarkan cahaya ke sekelilingnya “Aku akan mengenali umatku sebagaimana laki-laki itu mengenali kudanya” “Aku adalah farat haudh dari mereka.  Akulah yang paling dahulu menuju haudh!”

Makna dari Farat adalah: “Biar kusiapkan tempat untuk mereka, demikian juga dengan kautsar dan cawannya...” “Sebagaimana tuan rumah menjamu tamu…,” “…Aku ingin menjamu mereka dengan sebaik-baiknya ketika mereka datang nanti…” “Akulah farat dari umatku di Haudhku” “Akulah farat dari mereka yang memiliki bekas sujud di keningnya…” “Akulah farat dari mereka yang berwudu…” “…di hari penuh kesulitan dimana semua orang hanya memikirkan keselamatan dirinya”. “Akulah farat bagi mereka, umatku yang kukenali dari pancaran cahaya anggota wudhunya” “Ketika banyak orang terusir dari haudh-ku…” “Ada wajah yang menandakan cahaya, ada nurani yang meroket ke langit karena anggota wudunya” “Kepada merekalah aku memberi syafaat…!”

“Aku adalah Farat mereka di tepi telagaku”. Apapun yang dijelaskan oleh berbagai riwayat ini, pesan utama yang harus kita ambil adalah walaupun terpisah berabad-abad yang lalu dengan Baginda Nabi disebabkan oleh wudhu dan salatnya,d engan senantiasa mengingat Allah dan Rasul-Nya, dihasilkanlah kecemerlangan di dalam diri. Kepada jamaah yang berhasil meraih kemurnian jiwa tersebut.

Ketika Nabi mengirim salam kepada Penghuni Baqiul Gharqad, beliau menembus batas waktu dan kirimkan salam: “Betapa rindunya aku untuk melihat saudara-saudaraku…”. Betapa utamanya mereka, sebelum Nabi wafat, sebagaimana Allah memperlihatkan penghuni Jannatul Baqi, seakan-akan kepadanya Allah juga tunjukkan umat Muhammad yang akan datang di sebuah layar kaca. Beliau juga melakukan pengecekan terakhirnya di Baqiul Gharqad. Seakan beliau sedang mengecek kondisi semua umat terdahulu yang kini mendiami alam kubur. Beliau juga mengecek ruh umat yang akan datang kemudian. Dengan jasmaninya, sekali lagi beliau mengeluarkan seruannya. Seperti panggilan terakhir dari Komandan Tertinggi kepada umatnya: “Bersiap siagalah!” Beliau mengunjungi Baqiul Ghargad untuk terakhir kalinya. Beliau memberikan salam sebagaimana memberi salam kepada ahli kubur. Ketika beliau menyaksikan wajah umatnya yang akan datang nanti penuh dengan cahaya. Dengan makna kagum pada cahayanya, yang bersumber dari cahaya kenabiannya. Beliau pun bersabda: “Betapa rindunya aku untuk melihat saudara-saudaraku…”.

Jamaah muslim yang terhormat! Ini adalah isytiak dari Baginda Nabi. Sedang isytiak yang diharapkan dari kita adalah mentaati perintahnya untuk membasuh anggota wudhu agar ia bersinar di akhirat, serta menghiasi kening dengan tanda sujud. Dengan harapan menjadi umatnya, dengan harapan dibangkitkan sebagai umatnya. Dengan kerinduan untuk dapat melihatnya “Apakah Anda merindukan kami, Ya Rasulullah?”. Kami juga rindu untuk bertemu denganmu. Kami berjuang lewat ketaatan beribadah demi meraih kedekatan denganmu. Sebagaimana engkau jelaskan di hadits, kami pun mengambil wudhu dengan sempurna. Walaupun panas dan berkeringatkami tetap mendirikan salat di masjid. Kami berpuasa demi dapat berkumpul bersamamu nanti. Waktu siang semakin panjang dan suhu udara semakin panas, sebagian orang puasanya batal. Tetapi kami mencoba bersabar untuk tetap setia kepada warisanmu. Jika kita sanggup untuk melakukannya, betapa beruntungnya kita!

Duhai sosok agung yang keterikatan pada umatnya digambarkan lewat ucapan salam 14 abad yang lalu! Dengan meraih sensitivitas dalam ubudiyah dan ketaatan beribadah dengan mengerjakan semua itu dengan keseriusan mendalam. Dengan begitu, artinya kalian telah menjawab salam tersebut dengan jawaban: “Wa’alaikum salaam“. Jika ada cinta, kerinduan, dan isytiak untuk bertemu dengannya, kamu akan berada di jalan Sang Nabi. Betapa banyak orang yang dibangkitkan di padang mahsyar, tetapi tidak bisa melihat Baginda Nabi. Betapa banyak orang akan dihisab, tetapi tidak bisa melihat Rasulullah. Mereka melihat mizan, tetapi tak bisa melihat Sang Nabi. Mereka mungkin melihat Allah ketika dihisab, tetap tidak bisa melihat Rasulullah untuk meminta syafaat. Di antara mereka yang buta dan terhalang dari nikmat tersebut. Masjid jadi sarana supaya kamu tidak menjadi bagian dari yang buta dan terhalang. Puasa dan menahan lapar jadi sarana supaya nanti tidak buta dan terhalang. Bayarlah zakat dari sebagian hartamu supaya tidak termasuk dalam golongan merugi tersebut. Pergilah berhaji, bersabarlah terhadap kesulitannya, supaya kamu tidak menjadi yang buta dan terhalang. Dengan bertawaf di Kabah dan menziarahi makam Baginda Nabi, perbaharuilah kesetiaanmu. Semoga Allah SWT membuka mata umat Muhammad yang tertutup debu selama 14 abad serta membuka mata mereka ke alam lahut yang penuh senyum. Semoga Allah melindungi kita dari dunia yang penuh kelalaian. Jadikanlah pandangan kami sebagai pandangan abadi dan agung. Celupkanlah diri kami ke dalam celupan alam lahut. Jadikanlah kami sebagai sosok yang layak mendiami alam sebenarnya di akhirat nanti.

zac-durant-FGrlQJs-dos-unsplash

Rasa Cinta dan Derita pada Dakwah

Tanya: Bagaimana metode mendapatkan hati manusia yang dilakukan Rasulullah dan para Ashabul Kiram, sebagai sosok yang senantiasa hidup dengan kecintaan dan nyeri tabligh? Apakah perjuangan mencari dada yang bisa memahami diskusi selama 30-40 menit dalam sebuah perjalanan kereta api pun dihitung sebagai cerminan dari cinta dan rasa sakit itu? Apa peran dari pendekatan individu (dakwah fardiyah) dalam usaha ini?

Jawab: Ya, diriwayatkan bahwa Rasul & Ashabul Kiram senantiasa hidup dalam semangat tablig & menanggung deritanya. Pertama-tama, sangat penting untuk meyakini urgensi berdakwah dan yakin akan adanya ganjaran yang dijanjikan kepada para pelaku dakwah. Ya, mereka meyakininya. Seberapa percaya? Mereka lebih percaya pada dakwah daripada pada fakta bahwa setelah hari ini akan datang hari esok. Mereka lebih percaya pada dakwah daripada pada fakta bahwa setelah matahari tenggelam malam akan tiba.

Matahari bisa saja tidak terbit, malam bisa saja tidak datang. Seberapa besar kemungkinannya matahari tidak terbit dan malam tidak datang? Mungkin hanya 1/1triliun. Kemungkinan itu muncul seperti saat Allah Subhanahu Wa Ta’ala menahan matahari sebagai salah satu mukjizat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, sehingga malam pun tidak datang. Atau kiamat pecah, sehingga malam tidak datang karena yang datang adalah hal lain.

Namun, mereka sangat percaya pada tujuan mereka sehingga mereka mempercayainya dengan pasti seperti percaya pada hasil hitungan matematika. Mungkin terdapat keraguan pada hasil hitung dua kali dua sama dengan empat. Akan tetapi, kami tidak ragu pada akhir perjalanan kami. Kami tidak sedikit pun ragu pada yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kami. Mereka meyakini hakikat itu. Ini adalah perkara yang sangat penting.

Mungkinkah kepercayaan ini muncul secara tiba-tiba? Allah ketika mengutus Rasulullah di waktu yang sama Dia juga mengirim orang-orang yang akan menyambutnya. Anda tidak bisa menjelaskan perkara ini dari sudut pandang lainnya. Rasulullah dibekali mungkin dengan satu ayat atau satu surat. Rasulullah mengambil pesan ini dengan semangat untuk menyampaikan apa saja yang dijanjikan oleh pesan ini kepada orang lain. Beliau menyampaikannya kepada Sayyidah Khadijah.

Semoga Ummul Mukminin Khadijah mengampuni kita dan berkenan memasukkan kita dalam naungan pengayomannya. Semoga beliau berkenan mengusap rambut kepala kita di akhirat nanti. Dan mengakui kita sebagai anak-anaknya, insya Allah.

Tanpa keraguan, ia meletakkan telapak tangan di dadanya dan berkata: “Sampaikan kepadaku…! Sekali-kali Allah tidak akan merendahkanmu! Sesungguhnya engkau menyambung hubungan keluarga, menafkahi kerabat, dan membantu orang-orang tidak mampu. Memberikan jamuan kepada tamu serta menolong orang-orang yang tertimpa musibah. Allah tidak akan mengizinkan setan mengganggumu, mereka tidak akan membuatmu tenggelam dalam khayalan. Tidak bisa diingkari lagi, Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah memilih engkau untuk memberi petunjuk kepada kaummu. Jalan yang engkau tempuh selalu merupakan jalan menuju kekamilan.. Ufukmu senantiasa merupakan ufuk yang agung…” Ini merupakan respon dan pemikiran yang luar biasa. Dialah orang yang pertama kali menghibur Rasulullah.

Orang yang kedua adalah Sayyidina Abu Bakar. Dia adalah orang yang pertama kali ditemui Rasulullah ketika keluar rumah pasca beliau menerima wahyu. Ia adalah sosok yang dikenal dan sering membersamainya sejak masa kecilnya. Jarak umurnya 2-3 tahun lebih muda. Beliau menanyai Sayyidina Abu Bakar: “Kepada siapakah akan kusampaikan pesan ini?” Sayyidina Abu Bakar menjawab tanpa ragu: “Kepadaku Ya Rasulullah!”

Ketika melihat peristiwa itu dari perspektif ini, ketika Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengirimkan sosok yang akan membawa pesan yang akan mengubah warna dunia, ketika Allah mengirimkan seorang insan kamil untuk membawa pesan agung ini, sejak awal Dia menyiapkan sosok-sosok dengan karakter khusus yang akan menyambut pesan dari utusan-Nya. Demikianlah Allah memprogram dan menakdirkannya. Beberapa dari mereka hanya membutuhkan satu ayat untuk melejit, misalnya Abu Bakar, Ali, dan Usman radhiyallahu anhum. Tiga-empat tahun kemudian Sayyidina Umar menyusul. Demikian juga para Asyarah Mubasyarah, mereka semua merupakan sahabat muhajirin. Anda juga dapat mengkaji mereka dengan kriteria yang serupa.

Faktor kedua, seperti yang dibahas Badiuzzaman, yaitu faktor insibag (celupan). Kepada siapa pun Rasulullah menggoreskan kuas pesan, perasaan, dan pemikirannya, seakan mereka yang digores mengalami proses melangit. Mereka yang menyaksikan sikap, perilaku, dan tatapan matanya akan berseru: “Tidak ada kebohongan padanya”. Apabila mereka yang menyaksikannya tidak memiliki praduga, mereka akan takjub & jatuh hati kepadanya. Dan berseru: “Beliau sosok terpercaya yang layak untuk diyakini”. Demikianlah besaran kekuatan magnetnya. Mereka yang tadinya hidup di dalam jelaga hitam pun seketika rontok noda-nodanya. Seakan disucikan oleh telaga kautsar di surga sehingga mereka layak bersanding bersama malaikat. Teruntuk mereka yang meyakini adanya kehidupan setelah mati dengan segala kriterianya dan mereka yang meyakini Rasulullah serta pesan-pesan yang dibawanya, sungguh terdapat ganjaran atas apa yang mereka yakini sebagai kabar gembira yang telah dijanjikan.

Sebaliknya, terdapat ancaman bagi mereka yang mengingkarinya. Di satu sisi, mereka yang meyakininya akan berangkat menuju kebahagiaan abadi. Mereka menjadi calon orang beruntung yang akan menyaksikan jamaliyah Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Mereka berangkat menuju ufuk untuk meraih rida Allah. Sedangkan mereka yang tidak meyakininya akan mendapat hal yang sebaliknya. Jika kelompok yang satu melangit, menyerupai malaikat, berangkat menuju derajat malakut. Maka kelompok yang ini akan terpuruk dan tergelincir ke derajat asfala safilin. Kini jika kita melihat perbedaan dari dua keadaan ini secara bersamaan, maka kelompok yang berhati bersih ini akan dengan penuh semangat menyebarkan pesan-pesan ini kepada manusia. Aku tidak bisa menggunakan analogi yang sama untuk Rasulullah. Namun, Al Qur’an menjelaskan kondisinya dalam dua ayat Fa la’allaka bākhi’un nafsak (QS al Kahfi 18:6) yang artinya Maka (apakah) barangkali kamu akan membunuh dirimu”

Beliau sangat ingin agar umatnya memilih jalan yang pertama supaya umatnya melejit ke derajat ‘alaya iliyin, supaya umatnya dimuliakan dengan surga. Dengan demikian mereka akan dimahkotai kesempatan menyaksikan jamaliyahnya Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Beliau berharap umatnya untuk meyakininya sehingga mereka pun menjadi layak dimahkotai dengan Ridwan. Beliau berseru “Orang ini juga harus yakin/beriman… Orang itu juga harus yakin/beriman…” . Bukan seperti apa yang dikatakan sebagian teolog islam masa kini: “Allah juga punya neraka. Buat apa kamu terlalu semangat berdakwah dan mengundang orang-orang?” Ungkapan ini merupakan wujud ketidaksadaran diri dan ketidakpahaman akan makna neraka.

Nadanlar eder sohbeti nadan ile telezzüz

Divanelerin hemdemi divane gerektir.

Hanya orang tak berilmu yang menikmati perbincangan dengan orang dungu.

Dan kawan orang gila adalah juga orang yang tak berminda.

Ziya Pasa

Di sisi lain, orang-orang yang tidak beruntung berarti kehilangan kebahagian abadinya. Sebagaimana dibahas dalam tafsir. “… Lābiṡīna fīhā aḥqābā.”Mereka tinggal di dalamnya berabad-abad lamanya (QS An Naba 78:23)

Serta ayat: Innallażīna kafarụ bi`āyātinā saufa nuṣlīhim nārā, kullamā naḍijat julụduhum baddalnāhum julụdan gairahā liyażụqul-‘ażāb, innallāha kāna ‘azīzan ḥakīmā,  Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan azab (QS. An-Nisa 56). Ya, Setiap kali kulitnya hangus, Allah akan ganti kulitnya dengan kulit yang lain sehingga mereka bisa merasakan azab.

Ketika melihat gambaran dari ancaman ini, hati kita bergidik “Ampun Ya Allah..!” Ternyata kita harus merangkul dan menyelamatkan orang-orang. Kini menghadapi masalah yang demikian jika Anda masih memiliki hati nurani, Apakah Anda tidak akan membunuh diri Anda sendiri seperti yang dirasakan oleh Rasulullah? Inilah yang dirasakan dan dipikirkan para sahabat. Di satu sisi mereka memandang surga dengan mata kepalanya. Mereka tidak akan menyia-nyiakannya. Di sisi lain mereka menyaksikan neraka seperti digambarkan oleh Al Qur’an. “Ampun beribu ampun! Jangan sampai Allah menjebloskan kita ke tempat ini!” Jangan sampai satu orang pun jatuh ke dalamnya. Oleh karena itu, kita harus mengulurkan tangan.

Kemudian ia tidak menikmati waktu untuk pribadinya. Ia menggunakannya untuk kebutuhan orang lain. Mereka rela mati asal orang lain bisa bangkit hidup. Mereka hidup untuk orang lain. Hidup yang tak digunakan untuk hidup orang lain tak layak disebut hidup. Hidup yang demikian adalah hidup yang rugi. Dan mereka tak tinggal diam di derajat yang rendah itu. Mereka selalu hidup di derajat alaya iliyyin, menuju kekamilan hidup.

Pertama-tama, permasalahannya perlu ditinjau dari sudut pandang ini. Demikianlah Rasulullah dan ashabul kiram hidup dalam semangat dan pilunya dakwah dan cara memenangkan hati manusia.

Selain itu, yang ketiga adalah mulayamah (lemah lembut). Ia merupakan faktor penting lainnya. Ia dibahas dalam Al-Qur’an dalam bentuk anjuran kepada Nabi Musa supaya berlaku dengan Qawl Layyin. Jika Anda menunjukkan kebaikan, kelembutan, dan toleransi dalam wajah dan pemikiran Anda, jika Anda memiliki rasa hormat terhadap nilai-nilai kemanusiaan universal, pihak lain tidak akan tidak menghormati Anda, mereka juga akan menghormati Anda. Ini akan menjadi kisah penuh hormat yang disampaikan kepada pihak yang penuh rasa hormat juga. Ia disebut Qawl Layyin, yaitu tutur kata yang lembut.

Misalnya Anda pergi menemui Amenophis II atau Firaun. Lalu Anda berseru: “Wahai orang merugi yang merasa dirinya adalah tuhan! Saya mengundangmu kepada hidayah. Jika menolak, dirimu akan dijebloskan ke dalam neraka.”

Namun, perintah Al-Qur’an berkata: “Fa qụlā lahụ qaulal layyinal la’allahụ yatażakkaru au yakhsyā ~ Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut”. (QS. Thaha 44)”.

Dengan adanya perintah ini, maka kita perlu sesuaikan apa yang akan kita sampaikan. Mungkin disampaikan: “Wahai hamba Allah…”

Saya rasa pemilihan kata yang tepat juga merupakan faktor yang sangat penting. Apabila Anda merangkul semua orang, termasuk kepada mereka yang menghina Anda, maka alam semesta pun akan merangkul Anda. Lewat pendekatan Rumi dan Yunus Emre kita rangkul semua orang. Kita harus mampu berkata:”Nilai yang saya yakini telah mentarbiyah sikap saya.” Bukankah ini cukup meyakinkan?

“Saya pun juga seorang manusia, saya pun bisa marah. Namun nilai yang saya yakini telah membentuk karakter saya sedemikian rupa. Meskipun Anda menghina saya sedemikian rupa, saya tetap ingin merangkul Anda.”

Pada akhirnya, mereka juga manusia; Sebagai apresiasi mereka pun akan memberi respon positif. Apalagi dengan beragamnya perbedaan yang ada dewasa ini. Misalnya perbedaan agama, mazhab, dan suku. Di satu sisi kita perlu menutup mata pada perbedaan tersebut untuk kemudian mengundangnya minum teh. Kita pun perlu datang juga memenuhi undangannya, atau mengunjunginya sambil membawa bingkisan. Kita juga bisa memanfaatkan hari-hari besar agama.

Contoh lainnya bisa Anda tambah sendiri. Misalnya kita membuat program untu memperingati waktu wahyu pertama turun atau lazim disebut Nuzulul Qur’an. Itulah hari di mana pintu langit dibuka kepada kita. Kita harus memaksimalkan dan manfaatkan hari ketika wahyu pertama turun di singgasana Hira tersebut melalui peringatan yang penuh makna.

Contoh berikutnya, kita buat peringatan hari di mana Rasulullah diboikot misalnya.

Berikutnya yaitu peringatan Maulid Nabi. Tentu program maulid kita sudah rutin melakukannya; atau peringatan Isra Mikraj.

Contoh berikutnya, membuat peringatan wafatnya Sayyidah Khadijah. Dalam program tersebut kita bsia membaca manaqibnya. Kita sampaikan kisah hidup Ummul Mukminin yang agung.

Contoh berikutnya, membuat peringatan tahun baru hijrah yang dimulai perhitungannya pada masa Sayyidina Umar. Ketika membahas tahun baru hijriah otomatis kita akan membahas kemuliaan hijrah. Hijrah merupakan awal keberadaan dan awal pembentukan negeri madani. Di dalamnya terdapat peristiwa dipersaudarakannya muhajirin dan ansar, serta hal agung lainnya.

Kita bisa memanfaatkan beragam peristiwa serupa. Misalnya iduladha, idulfitri, nisfu syaban, dsb. Di masyarakat kita terdapat penghormatan terhadap hari-hari besar itu. Itu juga merupakan kesempatan bagi Anda untuk menyampaikan rasa hormat kepada hari-hari besar tersebut. Di hari tersebut bisa kita bawakan bubur sumsum, bubur candil, bubur baro-baro, dsb. Kita masakkan juga rendang, dan nasi liwet. Melalui sarana ini kita coba menunjukkan bahwasanya kita dekat. Kunjungan ini kita jadikan sebagai jembatan penghubung. Dengan jembatan yang dibangun itu mereka pun bisa datang mengunjungi kita. Di hari berikutnya Anda akan menyaksikan mereka membawakan teh dan kopi untuk Anda. Saya pikir hal-hal ini sangatlah penting untuk mengenalkan dunia Anda, Wallahu alam.

rohan-makhecha-jw3GOzxiSkw-unsplash

Orang yang Mengkritik Takdir akan Terkapar oleh Takdir Itu Sendiri

Orang yang mengkritik dirinya sendiri, orang yang bermuhasabah diri tidak akan mengkritik saudara Hizmetnya. Al-Qur’an menyebutkan, Sunnah menyebutkan, buku Risalah yang kita sering baca pun juga menyebutkan bahwa kita harus menjaga penglihatan buruk tentang saudara kita kita harus mengabaikan kekurangan mereka. Dalam menghadapi humanisme Barat yang saat ini sudah mengenal dan mengagumi aspek-aspek islam, seperti toleransi, kasih sayang yang sangat berdekatan dengan nilai kemanusiaan kita tidak mungkin menanggapinya dengan kritikan.

Saya katakan jangan mengkritik siapa pun, siapa pun. Menyampaikan pemikiran, kesalahan dengan alternatif yang tepat, dapat ditangani dengan memberikan kritik positif. Tetapi tidak akan tercapai tujuan dengan menjatuhkan (mengkritik) seseorang. Bukan hanya saudara saudari kita di Hizmet saja yang saling mengkritik, sebagian besar Ahli Iman pun satu sama lainnya saling mengkritik di televisi, mereka berbicara saling menjatuhkan satu sama lainnya, yang juga diiringi dengan kata-kata yang membombardir, saling menyakiti dan saling membahayakan seperti ini tidak sesuai metode kritik saat ini, yang menyebabkan terjadinya kesenjangan antar berbagai lapisan masyarakat, dan ini merupakan suatu kesalahan. Terutama teman-teman kita, mereka seharusnya tidak mengkritik.

Ustad Badiuzzaman dalam buku Lahikalar mengatakan bahwa

meskipun benar, orang yang mengkritik adalah salah”.

Saya pikir masalah ini adalah sesuatu yang seharusnya tidak perlu saya ulangi dan kalian iingat semuanya. Tentu saja, terkadang kita semua sempat terlintas untuk mengkritik orang lain. Kritik ini bisa termasuk kategori ghibah. Hafizhanallah (semoga Allah menjaga kita). Ini mungkin terbesit dalam diri kita, tapi walaupun ada keinginan, tidak melakukannya adalah suatu fadhilah.

Ketika kita terbersit untuk mengkritik, sebenarnya yang penting adalah untuk tidak mengkritik. Seseorang ada kecenderungan untuk mengkritik tapi harusnya tidak dilakukan. Oleh karena itu dalam pandangan Hizmet kita, terkadang saya melihat bahwa, tidak mengkritik dan tidak berghibah itu sangat penting. Berghibah tentang orang lain adalah termasuk ghibah. Tetapi berghibah tentang orang yang sangat mendalami hizmet termasuk ghibah besar. Mengkritik orang lain adalah termasuk kritik. Tetapi mengkritik orang yang sangat mendalami Hizmet termasuk kritik besar.

Pendapat pribadi saya, jika anda berkenan adalah; “saya takut sebuah akhir yang buruk akan menimpa orang-orang seperti ini”. Saya khawatir terhadap mereka yang terlalu banyak mengkritik orang lain, lalu berkata mereka tidak bisa bekerja, mereka tidak mampu bekerja, pekerjaan yang mereka lakukan salah, bahkan selalu melihat kekurangan pada pekerjaan orang lain, maka dalam waktu yang tidak akan lama mereka juga akan terperangkap dalam kesalahannya sendiri. Bahkan, hafazanallah, ia mengkritik semua orang, mencari-cari kesalahan pada semua orang, maka saya khawatir suatu saat keburukan akan berbalik padanyadan sampai sekarang saya belum melihat adanya sebab yang serius, sehingga kekhawatiran saya masih berlanjut. Kekhawatiran ini pada pandanganku, saya ulangi lagi, saya khawatir suatu akhir yang buruk akan jatuh pada mereka yang sering mengkritik, mengikat dirinya dengan kebiasaan mengkritik. Hafizanallah, aku khawatir mereka akan terjatuh ke dalam kutukan dan kesesatan ini.

Oleh karena itu, mulut teman-teman kita tidak boleh dikotori. Kotornya mulut adalah pertanda hati yang kotor pula. Jika hati tidak rusak, maka mulutpun tidak akan rusak. Gunjingan dan kritikan timbul dari lisan yang memiliki hati rusak. Tidak akan ada yang percaya pada mereka jika mengatakan, “hatiku bersih”. Hati yang bersih akan menghasilkan kalimat-kalimat yang bersih pula. Menghasilkan pemikiran yang bersih. Mari menjadi alternatif pelopor pemikiran yang positif. Mari kita titik pusatkan pemikiran kita pada hal-hal untuk saling berkonsultasi dalam setiap majelis (musyawarah). Mempertahankan kesesuaian dalam setiap prosedur dan adab dalam berdebat. Pada saat mereka tidak mengindahkan pendapatmu, maka tuntun mereka dengan cara lainnya, yaitu dengan cara yang disampaikan Al-Quran.

Janganlah kita saling menggunjing, saling mengkritik. Hal ini akan melimpahkan berkah pada Hizmet. Jika ada sebuah kritikan, -seorang Jibril tidak akan menggunjing- tidak akan mengkritik, tetapi, jika kamu mempunyai pekerjaan seperti Jibril, senang dengan kehidupan, tekun bekerja, sangat tulus dan ikhlas dalam bekerja, untuk itu aku akan sedikit bersumpah, tetapi aku tetap akan bersumpah, Wallahi, Billahi, Tallahi, tidak sedikitpun hal tersebut akan menjadi berkah dalam Hizmetmu. Walaupun Hizmet diatasnamakan dengan nama malaikat Izrail, Mikail dan Jibril, apabila mereka saling mengkritik satu sama lain, saling menghibahi satu sama lain maka kalian tidak akan melihat adanya keberkahan dari Hizmet walaupun seribu. Walaupun kalian sudah berusaha sekuat tenaga, tetapi kalian tidak akan mendapatkan jalan walau hanya sekecil jarum paku.

Sekarang di turki, di beberapa tempat dan berbagai bidang ilmu, di karenakan beberapa teman yang terpaut dalam pengkritikan terhadap jamaahnya sendiri, keberkahannya hanyut seperti banjir menganyutkan dahan pohon yang besar. Dan saya mengatakan, ya Allah berikanlah hidayah. Dan satu dua orang yang hati dan lidahnya busuk ini, apabila dengan menghanyutkan mereka musibah ini akan di lenyapkan, maka saya mengatakan hanyutkanlah mereka ini. Siapa yang mengatakan ini? Ini adalah perkataan hati yang menangis walaupun ia di hadapan musuh. Karena di suatu tempat, Hizmet akan mendahului segala sesuatu. Mereka tidak akan mencari pada pengaruh sikap dan hati yang rusak, mereka tidak akan mencari pada lisan yang dasarnya terpaut pada kejahatan. Mereka tidak akan mencari pada orang yang terpaut akan keuntungan, tidak juga pada orang yang melenyapkan seribu keberkahan Allah. Biarkan saya mencium tangan dan kaki kalian, dengan rambut saya yang beruban saya meletakkan kepala saya dibawah kaki kalian seperti batu trotoar.

Demi ridha Allah, demi kebesaran Rasulullah, demi Ustad bediuzzaman Said Nursi, demi orang yang syahid dalam perjalanan Hizmet, demi ridha Allah jangan saling mengkritik. Saya akan bersabar dan menahan diri saya sedikit lagi. Tetapi suatu hari apabila masih ada yang saling mengkritik, seraya mengangkat tangan saya khawatir akan mengatakan “Ya Allah sampai sekarang saya hanya mendoakan para musuh, kini saya mendoakan Hizmet tetapi memiliki perasaan layaknya musuh”. Saya khawatir akan mengatakan seperti itu.

Demi Allah saya memohon kepada kalian. Jangan kita sentuh keberkahan Hizmet, jangan kita berghibah, jangan kita mengkritik, jangan kita lipatgandakan musibah. Jangan kita patahkan upaya mereka dengan menganggap kesalahan kita seperti kekurangan mereka. Jangan kita menghardik mereka. Katakanlah hal-hal baik yang mungkin menjadi faktor dalam upaya dan usaha mereka. Mari sajikan pendapat kita sebagai alternatif hal-hal indah, ini memungkinkan mereka untuk tercermin dalam kehidupan kita.

mhrezaa-0s9ai7vatFg-unsplash

Penghormatan Pada Manusia dalam Pemikiran Fethullah Gulen

Satu dari tonggak pemikiran sosial dan spiritual Fethullah Gulen adalah konsep penghormatan kepada manusia. Tema yang senantiasa disenandungkan dalam ceramah dan tulisannya. Menghormati yang lain merupakan rahasia di balik jalannya kehidupan ini. Dan merupakan prasyarat utama dalam mengabdi kepada Tuhan. Ya, penghormatan adalah sebuah penghargaan yang layak didapati seseorang hanya karena ia seorang manusia dan ini menyatu dengan penghormatan kepada Tuhan. Penghormatan juga merupakan rahasia di balik Tuhan memerintahkan Jibril bersujud kepada Adam, manusia pertama dan seorang nabi (Qur’an, 2:34).

Bagi Gulen, nilai sejati dari seorang manusia dalam bentuk terbaiknya dirumuskan oleh agama-agama samawi, terutama Islam. Analisa yang objektif terhadap isi al-Qur’an tidak mengungkapkan apa-apa selain cinta sejati pada manusia. Hasil tersebut juga tidak ada bedanya jika kita melihat langsung kehidupan Nabi Muhammad SAW, dan mengamati bagaimana beliau mengutamakan kecintaan dan penghormatannya pada manusia dalam hubungannya dengan orang lain. Pada cara beliau mengajari keimanan pada umatnya dan diplomasi beliau dengan komunitas dan negara lain. Dengan menghormati orang-orang di sekelilingmu berarti menghormati manusia dan nilai-nilai kemanusiaan. Menurut Gulen, ini adalah sebuah budaya yang harus diajarkan kepada generasi penerus seperti halnya mengajarkan praktik salat dan harus dijalankan dalam semua aspek kehidupan, mulai dari pendidikan hingga bisnis, dari keluarga hingga pegawai pemerintah, dari olahraga hingga seni dan politik. Rutenya beda, tapi maksudnya sama.

Adalah fitrah kita untuk beda pemikiran. Karenanya kita harus menghargai pandangan yang berbeda dan tidak memaksa seseorang untuk berpikiran seperti kita.

Menghormati manusia adalah kunci untuk memanifestasikan kualitas batin yang indah, dan untuk mengembangkan keterampilan kita. Sama seperti pengembangan dalam setiap aspek kehidupan kita yang bergantung pada kondisi yang nyaman, begitu juga kemampuan kita berkembang dalam suasana yang mengedepankan rasa hormat pada manusia. Gulen juga mengajak untuk menghormati orang-orang yang memilih jalan yang berbeda. Seseorang tidak boleh menghambat perkembangan mereka atau menjadi musuh mereka hanya karena mereka mengambil jalan yang berbeda dari kita. Adalah berseberangan dengan fitrah manusia untuk memaksa orang-orang agar mengikuti jalan tertentu dan bukan yang lain. Selama kita memiliki tujuan yang sama, keberadaan pemikiran dan metode yang berbeda merupakan sumber keuntungan yang tidak boleh ditinggalkan demi mengikuti kehendak ego tertentu.

Bagi Fethullah Gulen, penghormatan pada manusia haruslah menjadi titik awal untuk mencapai karakter yang baik dan mengembangkan hubungan yang kuat. Mengadopsi sikap yang seperti ini sebagai asas menjalin hubungan dengan pihak lain akan menciptakan dialog yang berkelanjutan dengan siapapun, baik yang dekat maupun jauh. Apakah mereka orang yang beriman atau tidak, orang salih atau mereka yang dekat dengan Anda dan memiliki nasib yang sama dengan Anda. Dalam semua kasus, mereka masih merupakan manusia yang diciptakan Tuhan, mereka masih berhak dihormati, bahkan dengan berkali-kali lipat, untuk alasan sederhana itu.

Manusia telah diciptakan dalam bentuk yang terbaik. Dalam ayat al-Qur’an yang menjelaskan kebenaran ini, Tuhan Yang Maha Kuasa tidak mengatakan seorang yang beriman atau seorang muslim, Dia menyebut manusia. Semua manusia memiliki potensi ini sebagai karakter pemberian Tuhan. Karenanya menghormati manusia merupakan aspek alamiah menjadi manusia. Dan itu harus diukir dalam diri kita dengan sering sehingga ia menjadi hal yang tidak terpisahkan dari kemanusiaan kita. Rasa hormat pada manusia merupakan ciri istimewa dari “manusia hati” yang diimpikan oleh Gulen dalam buku-buku dan ceramahnya. “Manusia hati” adalah arsitek masa depan yang membangun dunia dan mengembangkan relasi dengan pihak lain atas dasar cinta dan rasa hormat. Gulen membayangkan masa depan dimana penghormatan pada hidup manusia dan orang lain akan ditempatkan di tengah-tengah semua tindak tanduk kita, dari membentuk sebuah keluarga hingga membangun pusat kajian dan pembelajaran, dari tetangga sampai hubungan internasional, dari pabrik makanan hingga layanan masyarakat dan kemajuan teknologi. Ini begitu penting jika kita ingin menyelesaikan masalah-masalah sosial yang meluas terjadi.

Satu kualitas luar biasa yang dimiliki generasi orang-orang yang terinspirasi Fethullah Gulen dan mengabdikan hidupnya untuk melayani orang lain adalah rasa hormat pada manusia. Relawan dari gerakan pelayanan ini pertama kali menaruh rasa hormat pada orang lain, dan menghargai setiap orang tanpa melihat perbedaan mereka dalam agama, bahasa, budaya, pekerjaan, atau status ekonomi. Ini adalah rahasia di balik semua pencapaian mereka. Rasa simpati dan cinta yang mereka terima dari seluruh penjuru dunia. Bagi Gulen, para relawan ini melihat, menerima cinta dan rasa hormat setiap orang seperti halnya mereka. Perbedaan tidak pernah bisa menjadi landasan bagi diskriminasi.

olia-gozha-J4kK8b9Fgj8-unsplash

Kita Tidak Mampu Membaca Seperti Dulu Kala

Kita tidak mampu membaca seperti dulu kala. Kita tidak mampu membaca buku-buku itu (Risalah Nur).

Menurut saya, membaca buku-buku itu, meskipun mengulang apa yang sudah kita ketahui, di satu sisi, hal tersebut menunjukkan adanya hubungan, antara memahami apa yang seharusnya dibaca, setelah Al-Quran dan Sunnah, dengan apa yang seharusnya dipahami dan hubungan antara pendekatkan diri kita dengan ruh dan sosok yang ada di balik tugas mulia tersebut bersama dengan wasilah tersebut kita juga mendekatkan diri kepada Nabi Muhammad SAW dan Allah SWT. Jika memang untuk meraih hubungan tersebut harus menempuh jalan ini, namun terutama diri kita seolah-olah telah menghancurkan jembatan tersebut.

Maksudnya, jika setiap pagi kita tidak membaca buku-buku dengan rasa cinta yang mendalam, meski kita memiliki kesempatan, namun kita tidak membacanya dengan benar, kita tidak mengulas lebih dalam Risalah Nur dari beberapa sudut pandang yang berbeda, hanya disertai dengan sedikit pengkajian, jika kita tidak mencari tahu hubungan peristiwa yang terjadi dengan masa sekarang, jika kita tidak menelaah lebih dalam apa yang disampaikan dari mana dan ke arah mana arah bacaan, jika tidak demikian maka kita anggap buku-buku (Risalah Nur) itu seperti setumpuk buku usang, layaknya buku yang dijual di toko buku bekas. Dengan sudut pandang ini, kita akan terhalangi dari Risalah Nur dan keberkahan yang ada di dalamnya.

Tawajjuh itu sangat penting, seperti halnya bunga yang mengarah ke matahari demi keberlangsungan hidupnya. Demikian juga dengan kehidupan kita, bertawajjuh kepada beberapa unsur seperti sumber cahaya ini sangat penting bagi keberlangsungan hidup kita.

Meskipun topik itu sudah kita ketahui, mungkin saja kalian sudah pernah membaca 100 kali Kalimat Pertama atau Kalimat Ke-2 atau Kalimat Ke-17 membaca dari sudut pandang yang berbeda, mengulasnya dengan perasaan yang beragam, sekali lagi meninjaunya lebih dalam, meniti lebih jauh mutiara yang berada di dalamnya.

Hal itu bisa mengungkapkan hubungan kita dengannya, menjadi wasilah saling bertawajjuh yakni kedekatan yang dibalas dengan kedekatan. Kedekatan ini bisa dalam bentuk kedekatan Ilahi, dalam bentuk kedekatan Nabawi, atau kedekatan dengan Ustad. Ini merupakan salah satu sudut pandang dari permasalah di atas. Hal ini layaknya diet yang disarankan dokter, namun terkadang orang-orang tidak memperhatikan saran tersebut dengan baik namun bagaimanapun keberlangsungan hidup kita berhubungan dengan hal tersebut. Meski susah, namun kita semua harus berusaha dan melanjutkan aktivitas ini.

Salah satu dari permasalahan ini ialah nutrisi yang kita tidak ketahui rahasianya. Sedangkan masalah yang kedua adalah nutrisi yang kita ketahui rahasianya secara langsung. Dalam hal ini apakah kita bisa bertahan dengan berbagai kecerobohan dan kelalaian, dan juga beberapa hal yang dapat merubah kita ke arah yang lebih buruk. Apakah kita sudah menyiapkan hal yang diperlukan untuk menghadapi ini semua?

Seperti contoh, apakah kita sudah memiliki kehidupan tafakkur yang seharusnya? Apakah kita bisa konsisten menemukan setiap solusi dengan bertafakkur, untuk meniti jalan agar meraih kedekatan Allah SWT dari semua jenis tafakkur?

Yang mana Ustadz Nursi menyatakan bahwa hal ini merupakan salah satu dari dua jalan yang sangat penting untuk meraih keihklasan. Beliau menyebutnya optimalisasi cakrawala berpikir, saya sudah pernah membahasnya di berbagai diskusi, saya berusaha mengarahkannya ke dalam topik tersebut. Dalam setiap aktivitas tanpa harus bersikap gegabah, berusaha memusatkan setiap permasalahan untuk membahas Allah Swt menjalin perbincangan dalam lingkup-Nya, dalam setiap waktu, tapi tanpa berlebihan karena kelebihan bahkan satu kosa kata saja pun masuk kategori israf.

Dalam hal mengambil wudhu, meski sedang berada di pinggir samudera, ajaran Islam tetap mengharamkan untuk menggunakan air di luar kebutuhan seperti haramnya penggunaan air itu. Artinya bahwa penggunaan satu kata pun yang berlebih untuk sesuatu yang ingin kita sampaikan, juga tergolong israf yang dilarang.

Karena itu, ketika saya menjelaskan sesuatu kepada kalian saya harus sangat sensitif dalam penggunaan jumlah kata. Jika saya tidak menjaga prinsip dengan berlebihan dalam berbicara meski hanya dua kosa kata, bisa jadi saya akan dihisab karena hal itu.

Selain itu, untuk melawan sikap pemborosan dan ketidakpekaan menurut pengamatan saya, meski Risalah Nur telah banyak sekali mengumpulkan argumen, meskipun selalu mendorong untuk berhemat dan terus menerus menekankan hal itu. Namun di majelis-majelis Risalah Nur, masih sering terjadi pemborosan kata-kata bahkan bisa dikatakan, dibanding dengan jamaah lain suasana pemborosan kata itu terjadi lebih banyak di majelis Risalah Nur dengan tanpa kepekaan sikap, disertai tawaan, candaan, lawakan yang tidak serius, masing-masing bersikap seenaknya, tanpa disertai logika yang benar.

Telah terjadi pemborosan kata yang luar biasa banyak sedangkan para ahli hakikat sejak dulu mengatakan untuk sedikit bicara, sedikit tidur, juga bisa dikatakan sedikit minum, dan menyendiri dari manausia agar dapat menempuh perjalanan di jalan hakikat.

Sedikit makan, sedikit minum, sedikit tidur, dan sedikit bicara”

Dan mereka menjelaskan banyak bicara tergolong hal kecerobohan, dan saat ini dikenal sebagai dengan sebutan “tong kosong nyaring bunyinya”.

Sedangkan ketika kita membuka mulut kita, seperti yang diungkapkan pada Kalimat ke-17, melihat Allah, memikirkan Allah, memperbincangkan Allah, merasakan keberadaan Allah, hidup untuk Allah dan hidup dengan Allah. Hal-hal tersebut haruslah menjadi tujuan bagi kita.

Kita biasanya menyebutnya “mengalihkan pembicaraan”, namun kalian bisa menggunakan kalimat yang lebih cocok, seperti “mengembalikan topik pembicaraan pada dengan tempat yang sesuai”, atau “membawa pembicaraan pada inti topik yang seharusnya”.

Jika sebuah perbincangan tidak membahas tentang Allah, maka itu hanyalah kesia-siaan. Jika kata-kata tidak menjadikan Allah sebagai inti pembahasan, itu israf. Jika kata-kata tidak mengarahkan kepada Allah, sama artinya menipu umat manusia kata-kata itu hanyalah tipu daya belaka.

Khususnya dalam hal ini majelis-majelis kita seolah terlewat dengan begitu saja kita tidak bisa menutrisi majelis-majelis kita. Yakni hal-hal yang memiliki nilai penting tergantikan oleh hal yang sia-sia, seolah-olah hal yang sia-sia lebih diutamakan dibandingkan hal esensial lainnya.

Ucapan yang tidak memberikan makna yang berasal dari tingkah laku yang tidak serius kata-kata yang mengada-ada, kata-kata kosong, yang tidak memiliki tujuan serta kata-kata yang tak memiliki landasan. Hal ini menurut saya sangatlah penting, terutama mereka yang memiliki wewenang di majelis-majelis penting, seharusnya bisa mengambil tugas sebagai pengatur ‘lalu lintas’ ucapan.

Ketika ada kata-kata yang keluar dari jalur, atau melanggar aturan-aturan ‘lalu lintas’ mereka harus segera menegakkan hukum dengan kapasitas mereka seperti yang Necip Fazil ungkapkan segera merentangkan tangannya dan menghalau mereka, dan harus menyampaikan kepada mereka “Jalan ini adalah jalan buntu, janganlah gegabah!”.

Arahkan setiap perkataanmu menjadi perkataan yang benar dan bermanfaat yang mengantarkanmu kepada Allah SWT, menyuarakan Al-Qur’an dan Nabi Muhammad SAW. Setiap teman kita yang memiliki wewenang dalam majelis, sang pemilik akal yang luhur sedang bagi mereka yang tidak berbuat seperti itu, saya memang melihat mereka bagai orang tak memiliki keluhuran akal sang pemilik akal yang luhur pasti bisa mengatur lalu lintas kata-kata bisa mengarahkan ke tujuan utama mereka.

Ya, salah satu hal pemberian nutrisi berkaitan dengan masalah ini, untuk membangkitkan kehidupan maknawiyah di majelis-majelis kita, sebagaimana dalam kriteria yang Ustadz berikan

Keluarlah engkau dari alam materi tinggalkanlah kehidupan hewani, lalu masuklah pada kehidupan jiwa dan kalbu“.

Di situlah engkau meraih nilai detik-detik kehidupan yang mungkin setara dengan waktu bertahun-tahun. Satu ungkapan “la illaha illallah” akan membentuk pondasi hadirnya anugerah yang luar biasa, dengan ini potensi perbendaharaan akan semakin melimpah.

Yang kedua, kehidupan siang dan dakwah seseorang memiliki hubungan yang sangat erat dengan ibadah malamnya. Terlintas di benak saya, ada dua teman, setiap tahunnya kita sampaikan di sini, laksanakanlah shalat tahajjud berjamaah disini, demi meraih ridho Allah SWT. Paling sedikit, jangan sampai tidak shalat malam sebulan sekali. Jika kalian mampu satu minggu sekali untuk melaksanakan shalat tasbih dan ucapkanlah 300 kali subhanallah walhamdulillah wa la illaha illallah wallahu akbar.

Jika kita adalah hamba Allah Swt yang memiliki gelar “Rabbani”, itu yang kita harapkan jika kita memang benar-benar hidup sebagai pasukan mulia, maka dari itu kita harus berbeda dengan yang lain. Harus memiliki hubungan yang erat dengan Allah Swt, kita harus memiliki kedalaman ibadah yang mana dengan hal tersebut semoga Allah melimpahkan anugerah yang luas kepada perasaan dan pikiran kita, semoga Allah memberikan keberkahan kepada setiap kata-kata kita.

Di sisi lain semoga Allah menjadikan kita pengaruh baik bagi yang lain, ini bukan dalam artian untuk menghakimi atau menjelek-jelekan teman-teman yang lain. Namun jika misalnya saya tanya, malam ini yang tidak bangun sholat tahajjud silakan angkat tangan, beberapa dari kalian akan pasti merasa malu.

Ketika kehidupan malam seseorang tampak gelap, jika seseorang tertutup dari kehidupan barzah, ia tidak mungkin untuk menjelaskan sesuatu di alam barzah. Orang-orang yang selalu kalian sebut dalam penjelasan kalian, mereka hidup di alam barzah sedang kalian tertutup dari alam barzah. Sholat malam itu yang akan membuka pintu dengan alam barzah di Kalimat ke-9 dibahas secara mendalam, di dalam Hadits Syarif juga ada, di berbagai kajian sudah banyak sekali yang mebahas tentang masalah ini.

jonathan-bean-ywnnwzcdR5o-unsplash

Tauhid 10 – Sikap Kita dalam Menghadapi Cobaan

Di balik setiap kesuksesan ada ketekunan, kesabaran dan tekad yang kuat. Kita akan mendapatkan kesuksesan di jalan yang kita yakini bila kita memiliki tekad yang kuat, teguh pendirian, bersabar dan kita akan mendapatkan keridhaan Allah SWT. Sedikit saja kelalaian, keraguan akan menyebabkan semua kemampuan alami hati dan pikiran kita padam dan semua perbuatan baik yang telah kita lakukan selama ini akan sia-sia. Ada banyak orang yang telah meninggalkan pekerjaan yang belum selesai di pertengahan jalan, usaha yang telah mereka lalui itu sia-sia belaka dan tidak ada satu pun yang pernah berhasil. Bahkan, hal itu berlaku untuk perbuatan duniawi kita.

Tidak ada tugas yang kita biarkan tidak selesai dan kemudian berharap untuk mendapatkan sesuatu darinya. Perawatan tanaman kita, perawatan peternakan kita, perhatian pada anak-anak kita. Itu semua mana mungkin kita bisa melihat buah keberhasilannya bila kita meninggalkan di tengah-tengah. Seorang Muslim harus bertindak dalam aturan yang sama dalam hal perbuatan yang berhubungan dengan Allah, akhirat, dan untuk mendapatkan Surga. Dia tidak memalingkan matanya bahkan untuk sesaat dari cakrawala Allah yang dia tuju. Dengan hasrat keinginan yang dalam dari hatinya, dia selalu mengharapkan saat dia akan bertemu Allah, dan meninggalkan pintu itu bagaikan kematian baginya. Dan dia akan berhasil dengan taufiq dan inayah dari Allah SWT. Orang yang menunggu keridhaan Allah seperti kucing menunggu mangsanya dari lubang hingga ia mendapatkannya, maka orang itu akan berhasil. Orang yang tidak menyerah meski tidak mendapatkan apa yang diharapkannya selama berhari-hari, berbulan-bulan, bertahun-tahun, jika ia tetap menghabiskan banyak usaha, melewati berbagai rintangan maka ia akan berhasil dengan petunjuk dan inayah Allah.

Seandainya Rasulullah SAW ragu-ragu, intoleransi dan berpaling karena tekanan dari kaum musyrikin, Beliau tidak akan bisa mencapai kesuksesan yang kita saksikan sekarang ini. Terlepas dari segalanya, beliau telah bertahan bahkan tidak ada yang mau mendengarkannya selama 13 tahun. Terlepas dari semua ini, beliau bersikeras, bertahan dan kemudian Allah telah menganugerahkan kepadanya kesuksesan. Para pengkhianat tidak bisa mendapatkan apa yang mereka harapkan. Siapa saja yang meninggalkan sebuah pekerjaan di tengah jalan tidak bisa mendapatkan apa yang ia harapkan. Mereka yang berhenti dari pekerjaan karena menghadapi kesulitan tidak dapat mencapai apa yang mereka harapkan. Baik ketika anda merasa hati anda keras maupun lembut dan dalam dua kondisi tersebut jika tetap anda bisa bertawajuh kepada Allah, maka anda akan berhasil dengan petunjuk dan inayah Allah.

Orang yang tidak berusaha melakukan sesuatu karena keadaan tidak mendukung maka ia tidak akan menghasilkan apa-apa. Mereka yang berusaha dalam keadaan apapun maka keberhasilan akan datang. Mereka yang jatuh cinta dengan memanen sesuatu bahkan dari tanah tandus pun akan bisa memanen. Mereka yang percaya bahwa sesuatu dapat dipanen dari batu pun akan bisa memanen. Rasulullah SAW adalah monumen kesabaran tersebut. Para sahabatnya yang setia adalah monumen kesabaran ini. Mereka telah bersabar, mereka bertahan, dan Allah pun menganugerahkan mereka kesuksesan. “Wahai orang-orang yang beriman bersabarlah”.

Tetaplah bertahan dan berusaha, tanpa menunjukkan keragu-raguan. Terlepas dari segalanya, tetaplah bersikeras untuk tinggal di pintu Allah. Saling memberi nasihat kesabaran.

Jelaskan kesabaran, dan tunjukkan kesabaran itu dengan perbuatan kalian. “Bersatulah dan waspadalah terhadap bahaya! Waspadalah terhadap hal-hal yang dapat membahayakan rumah, cakrawala, dan negara kalian! Jadilah komunitas yang bertindak dalam persatuan dan saling melindungi dari segala bahaya agar kalian beruntung.”

Al-Quran telah mensyaratkan faktor-faktor ini untuk keselamatan dan kemakmuran manusia. Kalian harus berdiri, bertahan, jangan perlihatkan keraguan. Kalian akan memastikan bahwa hal yang sama juga berlaku untuk orang lain. Dan kemudian kalian akan menjadi tubuh yang bersatu, kokoh dan kuat. Kalian akan menjadi dinding yang telah diikat dengan besi satu sama lain dan kemudian muncul sebagai satu tubuh. Maka Allah akan membuat kalian berhasil. Semoga Allah SWT menjadikan kita seperti itu, dan membuat kita berhasil. Karena mereka yang memahami kebenaran suci ini ketika semuanya hancur dan runtuh ia hanya mengandalkan pertolongan Allah, Allah SWT telah membuat mereka berhasil.

Bagi jamaah yang mencintai Rasulullah SAW tidak ada kejadian kedua yang bisa memberikan kesedihan kapada mereka selain kehilangan beliau. Para sahabat begitu mencintainya sampai-sampai bahkan sehari tanpa melihatnya bagaikan siksaan neraka. Namun demikian, orang-orang yang terjaga, dari saat mereka diberitahu kebenarannya, memahami apa yang harus mereka hubungkan, dan percaya pada Allah, mengandalkan Allah dan mencoba berlari menuju cakrawala yang telah Ia tunjukkan di jalan yang telah Ia buka.

Jika kita mengatakan bahwa Sayyidina Abu Bakar r.a, sebagai perwujudan kesabaran, ketekunan dan tidak menunjukkan keraguan setelah Nabi kita wafat pun maka ia layak untuk itu. Dia adalah orang yang pernah menjalani hidupnya dengan Rasulullah, bersamanya di saat-saat paling berbahaya, melindungi-nya dengan tubuhnya dari segala bahaya yang akan ditimpakan kepada Rasulullah SAW dan mengabdikan dirinya untuk mengabdi kepada Allah dan Rasul-Nya. Ketika Rasulullah wafat, mungkin bisajadi ia terguncang, jatuh dalam keragu-raguan tapi, hal itu tidak terjadi. Dimanapun Nabi kita meninggalkan misinya, dia mengambilnya dari sana dan melanjutkannya dan dengan petunjuk dan inayah Allah ia telah berhadapan dengan orang-orang kafir, murtad, dan munafik tanpa ragu. Dia mendorong pasukan Rasulullah dan berkata: “Pasukan ini harus menghadapi musuh. Adapun Madinah, biarkanlah dia sendiri. Ini adalah perintah Rasulullah.” Dia memerangi mereka yang menolak untuk membayar Zakat yang sudah ditetapkan, mereka yang ragu-ragu dan menantang.

Sambil mengingatkan sabda Rasulullah Saw: “Saya telah dituntut untuk bertindak di jalan Allah. Saya bertanggung jawab untuk menjalankan misi sampaiorang-orang beriman kepada Allah dan mengatakan Tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, sampai mereka mendirikan salat dengan benar, dan membayar zakat dengan benar.” “Seperti zaman Rasulullah yang telah ditetapkan zakat, walaupun seuntai tali yang di leher mereka bila tidak dizakatkan, maka aku akan berjihad untuknya.” Dia tidak menunjukkan keraguan sedikit pun. Misi tersebut diambil dari tempat dibawanya pada masa Rasulullah dan kemudian dilaksanakan. Kemudian Allah melimpahkan petunjuk dan pertolongan-Nya.

Bayangkan bahwa di satu sisi, dia mengirim pasukan melawan kekaisaran Romawi (Perang Yamamah), di sisi lain, ia berurusan dengan nabi palsu Musailamah yang memproklamirkan diri di Yamamah yang telah membohongi dan mengumpulkan ribuan orang di sekelillingnya dan menyesatkan mereka. Tapi Abu Bakar r.a mengalahkan Musailamah juga. Orang-orang munafik berusaha menyebarkan fitnah di dalam maupun di luar Madinah, dan dia berhasil mengalahkan mereka juga. Ini adalah hasil dari kesabaran, kegigihan, daya tahan, dan tidak menunjukkan rasa menyerah di jalan yang diyakininya benar.

Keraguan selalu membuat orang mundur. Kita mendengar perumpamaan Taurat dari Nabi Musa. Ini berlanjut sebagai berikut: “Wahai Pemilik seluruh alam semesta, saya melihat banyak orang yang menyerah datang kepada-Mu saat mereka berada di tengah jalan menuju-Mu”. Saya melihat banyak orang yang melewati bukit ketika datang ke arah-Mu kemudian mereka menyerah.” Dan Allah yang Maha Kuasa berfirman dengan Kebijaksanaan dan Kesempurnaan-Nya: “Wahai Musa! Bukan mereka yang datang kepadaku. Mereka memang berniat untuk datang kepada-Ku, namun, mereka tidak bisa menghilangkan keraguan mereka. Pada dasarnya mereka tidak dapat memperoleh kekuatan untuk bertahan, tidak belajar bagaimana bersabar, bagaimana mereka bisa mendapatkan apa yang mereka inginkan. Pada dasarnya mereka mengalami kebingungan.

Di sini, orang-orang yang bingung inilah yang telah menciptakan pemandangan buruk ini di abad ke-20. Ada banyak yang bingung, yang berpikir bahwa mereka bisa mendapatkan apa yang mereka inginkan sesegera mungkin setelah mereka berangkat. Namun, seperti yang pernah Penyair Yunus Emre katakan:

Jalan ini panjang sekali, ada banyak tempat tuk bermalam. Tidak ada jalan pintas, hanya ada air yang dalam.

Anda akan melewati lautan darah dan nanah, Anda akan melintasi bukit, terbang di atas ladang berduri dan mungkin hanya dengan begitu Anda akan mencapai, mendapatkan apa yang Anda inginkan. Semoga Allah SWT menjadikan kita dari mereka yang bertawajuh kepada-Nya di saat kesusahan dan kelapangan. Semoga Allah menjadikan kita sabar di saat susah dan senang, di saat keadaan berkebutuhan, dan kemakmuran.